Chapter 7

1.2K 104 1
                                    

═════════════════
𝐀𝐛𝐨𝐮𝐭 𝐡𝐢𝐬 𝐟𝐞𝐞𝐥𝐢𝐧𝐠𝐬
═════════════════

Syarat untuk menjalankan misi pembunuhan ini adalah berbaur dengan anggota inti organisasi. (Y/n) telah melakukan segala prosedurnya dengan benar--kecuali keputusan Mai untuk mengkhianati kepercayaan sang ayah dengan memerangkap diri dibalik tali pernikahan.

Kemarahan Mutsume adalah akibat dari penghianatan sang anak. Dan yang harus menanggung semua amarah itu adalah (Y/n). Dengan dikirimnya Algojo Yami untuk menemuinya itu bukanlah kabar yang baik. Ia seperti melihat malaikat maut meskipun netra nya menangkap siluet tinggi dengan tubuh tegap itu dari jarak yang cukup jauh.

Dan firasat buruknya menjadi kenyataan ketika tato di punggungnya mulai menyebabkan rasa perih yang teramat. Tanpa perlu repot untuk melihat, (Y/n) sudah yakin bahwa tubuhnya akan terkena dampak dari pengaktifan Noroi yang ditanamkan oleh bedebah tua yang keji.

Erangan sakit pun lolos dari mulutnya, dengan nafas tercekat, ia jatuh terduduk. Meremat lengan bagian teratasnya yang mendapat serangan tak kasat mata. Bahkan lengan kimono yang dikenakan terpotong.

Kedua matanya menyipit, Tiba-tiba saja pengelihatan-nya mengabur. Dan ketika menyadari realisasi bahwa Pengeksekusi klan Tsubaki berada di hadapannya, (Y/n) mengumpat lirih. Ia bersumpah bahwa Yami adalah orang yang paling merepotkan yang pernah ia temui. Hanya dengan melukai ujung jarinya dengan permukaan mata katana saja (Y/n) sudah tidak berdaya.

Kekuatan magisnya itu benar-benar menyebalkan. (Y/n) berjanji akan membunuh pria itu jika misi ini telah usai.

Terkutuklah kau wahai Mai keparat!

"Kau telah melanggar sumpah pertamamu. Loyalitas yang kau berikan saat ini telah diragukan oleh Tsubaki-sama." Suara barithone itu menjelaskan hal yang sebenarnya. Seharusnya Tsubaki Mutsume menyadarinya sejak awal bahwa (Y/n) tidak berniat mengabdikan diri kepada keluarga atas.

Kalau saja Mutsume tidak datang untuk mengancam keutuhan keluarga Hayashi, (Y/n) benar-benar tidak sudi berada dibawah perintah lelaki tua itu.

"Sejak awal misi ini merupakan misi solo. Mai hanya diperlukan sebagai pemeran cadangan, dan akulah pemeran utamanya." Perempuan bersurai hitam itu menjelaskan dalam satu tarikan napas. Kepalanya terasa pening ketika memikirkan si idiot. "Dan tentang statusnya saat ini, sudah seharusnya Tsubaki-sama menghargai keputusan putrinya untuk menempuh hidup dengan jalannya sendiri. Kepala klan Hiretsuna pasti akan memahaminya."

Berakhirnya penjelasan bersambutan dengan keheningan setelahnya. Yami masih menampakan ekspresi yang sulit terbaca--seperti biasa. Dan (Y/n) enggan bersuara meskipun bahasa tubuh Yami terlihat seperti tidak yakin dengan ucapannya. Memangnya saat ini ia masih dapat membual?

Disaat tubuhnya yang mencucurkan darah dari luka-luka yang masih segar, dan kesadarannya yang mulai menguap? Yang benar saja.

"Kau mau membunuhku?!"

"Kau tidak akan terbunuh hanya dengan seonggok batu."

Tubuh (Y/n) menegang. Suara berat yang saling bersahutan itu terdengar samar, tetapi (Y/n) yakin bahwa lokasi kedua pemuda itu tidak jauh dari lokasinya berada.

"Lupakan soal rencana untuk melakukan kudeta. Jika saja aku mendengar hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan kejatuhan Tsubaki-sama, maka--" Bilah katana itu tiba-tiba terayun dan menyentuh tipis kulit leher (Y/n), ia sampai membolakan mata, rasa perih yang menyerah terasa di permukaan kulit lehernya. Ia yakin ada luka baru yang tercipta. "--kau, akan menjadi tersangka utama dan akan ku jatuhi hukuman Sukiningu hidup-hidup. Paras ayu yang kau miliki tak lagi berguna hingga saat itu tiba. Itupun apabila kau masih sanggup untuk bertahan tanpa memiliki lapisan terluar tubuhmu."

Suara katana yang disarungkan terdengar. (Y/n) menghembuskan napas lega, ia memejamkan matanya sejenak. Sesaat permukaan tangan kanannya menangkap tekstur kasar dari permukaan kulit pohon. Ia tertampar kenyataan. Kedua matanya membeliak. Dan kali ini suara dua pemuda itu semakin jelas--tepat berada dibawahnya. Dibawah pohon yang saat ini ia duduki.

Yami keparat. Bahkan ia masih memiliki hati nurani untuk tidak membiarkannya mati karena luka sayatan.

"Be-berisik!" Angin yang berhembus dari atas sini terasa sangat menyiksa. (Y/n) meringis menahan perih. "Lelaki penggosip." Tambahnya.

Dan ketika kesadarannya mulai memudar, seakan ia memahami tindakan Yami. Pria itu ingin (Y/n) mendapatkan pertolongan dari dua orang cecunguk yang entah sejak kapan merengkuhnya, dan mulai menggendong tubuhnya entah kemana. Dan saat itu gelapnya kehampaan tak berujung mengambil alih kesadaran yang dipenuhi rasa sakit.

◆◇◆◇◆◇◆◇

Baik Sabito maupun Giyuu, keduanya tergugu tatkala Shinobu Kochou memarahi mereka karena memaksa ingin membantunya dalam proses pembersihan luka. Bahkan nada lembutnya tak lagi terucap ketika watak keras kepala Giyuu mencoba menerobos pintu. Berbeda dengan sang sahabat, Sabito justru terlihat tenang--mencoba untuk tenang meskipun hatinya porak-poranda memikirkan keselamatan (Y/n) yang katanya sama sekali tidak terancam mati.

Syukurlah, batin Sabito. Dia sesekali melirik Giyuu yang memalingkan wajah sembari mengelus pipinya yang memerah, bekas tamparan yang berbunyi sangat keras. Semoga saja gigi Giyuu tidak ada yang tanggal. Meskipun bertubuh mungil, Shinobu ternyata memiliki tenaga monster. Gelar Hashira sepertinya bukan titel semata. Baiklah, Shinobu memiliki nilai plus saat ini.

"Nah, teman. Sekarang kau tidak dapat mengelak bahwa kau menyukainya, dasar." Ledek Sabito.

"Berhentilah menghubungkan antara khawatir dan suka." Ketus Giyuu, namun siapa sangka bahwa Sabito semakin bersemangat untuk menggoda temannya.

"Binar matamu menunjukan apa yang kau rasakan, bukan apa yang kau sangkal. Lisanmu tidak akan membuatku percaya lagi. Karena bahasa tubuhmu adalah hal yang membuatku yakin bahwa kau menyukainya." Diamnya Giyuu dapat Sabito asumsikan sebagai kejelasannya.

Rasanya seperti melihat anak yang dilahirkan olehnya tumbuh besar dan sedang kasmaran, Sabito merasa bangga dan terharu.

Kedua orang itu sama-sama memalingkan wajah ketika suara halus sang Hashira wanita terdengar. "Aku mengenali tato yang berada di punggung wanita itu. Dia itu anggota keluarga Tsubaki."

Jujur, selama ini kalau boleh diakui, Sabito sama sekali tidak mengetahui seluk-beluk keluarga tersebut. Jadi ia tidak dapat menangkap maksud dari perkataan Shinobu. Berbeda dengan Giyuu yang mengangguk paham. "Klan Tsubaki, mereka adalah klan yang membentuk sebuah organisasi pemberantas tikus pemerintah." Jelasnya. O-oh, oke. Sabito melupakan poin penting ini sepertinya.

Shinobu Kochou tersenyum. Ia sudah menduga bahwa dua insan ini tidak mengetahui apapun mengenai topik pembicaraan pasukan pangkat atas. Pasti daya tarik wanita itu begitu pekat sehingga memperkeruh akal sehat.

"Kalian terkecoh loh. Klan Tsubaki telah ditetapkan sebagai sekelompok orang yang bekerja sama dengan iblis untuk meraih keuntungan bersama." Dia melirik wanita berambut hitam yang sedang tidak sadarkan diri di atas ranjang pemulihan melalui ekor matanya. "Uzui-san benar-benar tanggap dalam memperoleh informasi. Kini salah satu dari mereka telah berada dalam genggaman orang yang tepat."

Kening Giyuu berkerut, ia benar-benar pusing sekarang ini. Fakta ini begitu tiba-tiba, dan--apakah segala kebaikannya selama ini telah dimanfaatkan oleh (Y/n) dan Mai? Kenapa mereka begitu tega....

"Memegang kendali atas mereka saat ini adalah misi kita. Dengan begitu, Tsubaki yang berada dalam jangkauan Uzui-san akan menuntun kita pada iblis tersebut, yang dicurigai sebagai Kibutsuji Muzan."

Meskipun lambangnya mewujudkan bentuk cinta, namun merah yang menghiasi akan menjadi keinginan yang mendalam, sekaligus membawa petaka. Baik itu untuk orang lain maupun diri sendiri. []

𝐓𝐡𝐚𝐭 𝐍𝐢𝐠𝐡𝐭Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang