Chapter 5

1.4K 128 0
                                    

═════════════════
𝐆𝐚𝐦𝐛𝐥𝐞
═════════════════

Mereka menghabiskan waktu sekitar satu bulan lamanya untuk menyebarkan informasi palsu. Mulai dari pasukan yang berpangkat rendah hingga menengah. Untuk mereka yang berpangkat tinggi--sepertinya Sabito dan Giyuu telah melakukannya dengan baik. Hal itu terbukti ketika Mai menceritakan tentang dirinya yang di puja disepanjang jalanan.

Ya, hanya wanita itu. Untuk (Y/n), dia tidak ditonjolkan dalam waktu dekat ini. Ada saatnya ia muncul dan menggemparkan orang-orang atas kemampuannya kelak. Dan akan (Y/n) pastikan saat kemunculan dirinya, maka tidak memerlukan waktu lama untuk menyelesaikan misi ini.

Satu langkah lagi bagi mereka untuk menapakkan kaki di kediaman sang target.

"Kau tahu, sepertinya dua cecunguk itu menyukaimu." Jemarinya meletakkan sumpit rambut diatas meja. Surai putihnya kini menjuntai hingga menyentuh pinggul. Mai menatap (Y/n) sembari menahan tawa. "Mereka selalu menanyakanmu saat berpapasan denganku."

Wanita Hayashi itu merotasikan kedua matanya, merasa jengah dengan perkataan Mai yang selalu sama tatkala wanita itu baru saja mencari angin di luar penginapan. "Bertanya bukan berarti suka." Ujarnya.

"Jujur saja padaku, kau tertarik juga 'kan? Tidak apa, lagipula mereka pria yang cukup tampan. Aku merestui kalian untuk bersama." seperti biasa, (Y/n) menimpali ucapan Mai dengan kata Idiot atau terserah. Perempuan itu tidak akan habisnya dalam mengoceh soal lelaki jika (Y/n) masih terus meladeni ucapannya.

Mungkin hal tersebut dikarenakan usia Mai yang telah matang untuk berumahtangga. Dan kalau di ibaratkan dengan kehidupan hewan, maka Mai sedang berada di fase musim kawin.

"Kalau kau ingin, berkencanlah dengan mereka. Aku tidak peduli." wanita Tsubaki itu malah menggeleng, "Bukan tipe pria idamanku."

Keningnya berkerut, (Y/n) kemudian menerka, "Jangan bilang kau tertarik pada pria yang saat itu?" ia menahan dengkusan sekuat tenaga tatkala melihat Mai yang tersipu, astaga benar-benar menjijikkan. "Oh tidak, jangan lagi."

Tangannya meraih yukata kotor miliknya lalu melemparkannya dengan keras ke wajah wanita itu. Protesan tidak terima pun menyusul sesaat kemudian.

"Ayahmu akan sangat marah melihat putrinya jatuh cinta pada pria yang bukan tunangannya." jengah (Y/n).

Mai mengendikkan bahunya, "Jangan mengingatkanku pada pria kolot itu. Dia hanya tampan dan kaya, tidak gagah ataupun berani. Aku yakin jika dia melihat hewan yang ditakutinya maka aku yang akan membereskannya. Dia tidak gagah sama sekali."

(Y/n) kemudian mengangguk, menyetujui ucapan Mai. "Kau benar. Tapi Ayahmu takkan memilih sembarangan orang untuk dijadikan menantu. Bisa saja dia orang hebat."

"Dia putra dari orang yang berpengaruh di Jepang. Kalau tidak salah--politikus? Entahlah, aku tidak terlalu tahu. Selain itu, klannya terkenal dalam bisnis gelap--sama kotornya seperti klan Tsubaki." Dia terkekeh sejenak, sebelum melanjutkan. "Anak cengeng seperti dia memangnya bisa apa? Ketika menghadapi masalah saja berlindung di balik ketiak ayahnya."

Katakan itu kepada Mutsume, maka Mai akan dijadikan budak seumur hidupnya. (Y/n) mendengkus, memikirkan keberuntungan Mai yang memiliki sahabat seperti dirinya.

"Orang-orang disekitar mulai curiga dengan kita. Mungkin mereka memiliki stigma buruk tentang dua wanita idiot yang menyewa kamar inap selama satu bulan—mungkin lebih. Kita harus pindah sebelum kepala desa memutuskan untuk mengarak kita mengelilingi desa ini." Ungkap (Y/n). Dia berjalan ke arah lemari. Mengambil pedang miliknya yang tersimpan di sana.

𝐓𝐡𝐚𝐭 𝐍𝐢𝐠𝐡𝐭Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang