Chapter 11

1.2K 69 5
                                    

═════════════════
𝐃𝐢𝐥𝐚𝐭𝐨𝐫𝐲
═════════════════

"Aku tahu bahwa iblis rembulan tingkat bawah itu lemah makanya sudah punah terlebih dahulu. Tapi si hitam ini peringkat enam atas! Kenapa lemah sekali?! Oyakata-sama terlalu berlebihan ketika mendeskripsikan kekuatannya!"

Iguro Obanai dan Tomioka Giyuu saling memandang. Seolah saling terhubung, mereka sama-sama menyerukan hal yang serupa, 'Orang ini gila.'

Sudah menjadi rahasia umum bahwa sang pilar angin Shinazugawa Sanemi terkenal karena kekuatan bertarungnya tergolong tingkat tinggi, dan memiliki tempramen yang sangat buruk. Dia akan mengamuk jika pertarungannya memecah ekspetasi yang terangkai hanya dengan melihat titel musuh.

Dan contohnya saat ini. Menebas pepohonan yang tidak bersalah, hampir menggunduli hutan kalau saja mereka tidak menahan pergerakan Sanemi. Iguro dibantu oleh sahabat baiknya, Kaburamaru, berhasil merebut nichirin milik Sanemi. Sementara Giyuu mengunci pergerakan si rambut putih. Dibandingkan Iguro, peran yang diambilnya sangatlah sulit. Ditambah pukulan serta sikutan maut yang harus diterimanya berkali-kali di titik yang sama.

Giyuu merasa isi perutnya akan keluar saat ini juga.

"Jangan bertindak sembrono. Hutan ini bukanlah milikmu. Kekacauan yang kau timbulkan dapat menyebabkan berkurangnya komisi dari misi ini." Geram Obanai. Tangannya bahkan tidak segan melayangkan pukulan keras kearah tengkuk Sanemi. Dan disaat yang bersamaan pula Sanemi kehilangan kesadaran.

Menyaksikan keberanian sangat pilar ular dalam jarak kurang dari sejengkal itu membuat Giyuu panas dingin. Dia berjanji tidak akan mencari ulah dengan Iguro. Well, meski hampir beberapa tahun bersanding dengan gelar yang sama keduanya sangat jarang berbicara barang kali bertukar sapa. Setidaknya Giyuu mengantisipasi.

"Masih ada pertarungan yang memerlukan uluran tangan kita. Kaburamaru tidak bisa tenang. Kau tahu 'kan disaat ular sudah mencium bau, sulit untuk bersembunyi karena ia tidak bisa melihat visual. Kami hanya memerlukan aroma untuk mengetahui seberapa berbahaya sosok yang berpotensi sebagai pengacau."

Pilar ular memang dikenal dengan penciuman serta insting yang kuat dan akurat. Seperti julukannya, pergerakannya cenderung fleksibel.

Giyuu mengangguk, dia tidak akan menyesali karena berada di satu regu yang sama dengan Obanai, "Lalu, siapa yang akan membopoh Shinazugawa?" Tanya Giyuu sembari menaikkan sebelah alisnya.

Obanai menunjukan Nichirin yang berada di genggamannya, "Tentu saja dirimu, aku sudah membawa katana miliknya soalnya." Ujarnya santai. Giyuu facepalm, ia harus menarik kata-katanya. Si ular ini licik ternyata.

◆◇◆◇◆◇◆◇


Sosoknya tersadar dengan peluh yang membasahi seluruh tubuh. Napasnya tersengal, tubuhnya bergetar hebat. Oksigen diraup dengan rakus seolah tiada hari esok untuk baginya untuk kembali memasukan oksigen kedalam pernapasan. Kesadaran berangsur-angsur menghampiri sehingga ia sulit beradaptasi mengenai langit malam hari yang menyapa indra pengelihatan kala pertama kali terbuka.

Dalam benak ia bertanya-tanya mengapa saat ini dirinya berada di luar ruangan alih-alih berada di dalam ruangan khusus yang disiapkan oleh Kochou Shinobu.

"Bagaimana keadaanmu, (Y/n)?" Raut sayu itu menoleh ke sumber suara. Pria penyakitan yang berdiri cukup jauh dari tempatnya saat ini, perempuan itu mengerjap.

Sedetik kemudian Hayashi (Y/n) membeliakan mata tatkala kesadaran kembali ke tubuhnya dengan sempurna. Sekaligus menyadari dimana banyak tali berwarna putih melilit tubuhnya erat sekali.

𝐓𝐡𝐚𝐭 𝐍𝐢𝐠𝐡𝐭Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang