Chapter 2

3.1K 262 4
                                    

═════════════════
𝐓𝐬𝐮𝐛𝐚𝐤𝐢 𝐜𝐥𝐚𝐧 𝐡𝐞𝐚𝐝𝐪𝐮𝐚𝐫𝐭𝐞𝐫𝐬
═════════════════


Hayashi (Y/n) adalah wanita yang tidak dapat mempercayai orang baru dengan mudah. Ia begitu sangsi terhadap orang-orang yang mencoba meyakinkannya bahwa mereka bukanlah orang yang terlibat dalam bisnis kelompoknya. Tomioka Giyuu menyimpulkan hasil observasinya demikian ketika perempuan itu memaksa Giyuu maupun Sabito untuk berjalan mengikuti kehendaknya.

Mereka diperlakukan layaknya tawanan juga pembunuh disaat yang bersamaan. Wanita itu seolah membelenggu keduanya dalam lingkaran kejahatan, dimana tangan yang biasanya ternoda darah dari iblis, kini berlumuran darah sesamanya. Dimasing-masing tangan terdapat satu buah kepala bandit yang malang. (Y/n) berjalan mengekori kedua lelaki itu dengan dua bilah pedang dimasing-masing tangannya. Menekankan ujungnya pada tubuh yang setengah terlanjang itu.

Sayatan ringan pun tak terelakkan. Mereka harus merelakan punggungnya luka karena perempuan ini—pembunuh profesional. Baik Giyuu maupun Sabito, sebenarnya mampu untuk membalikan keadaan dengan wanita itulah yang menjadi terdakwa atas kasus ini. Hanya saja, untuk alasan remeh juga rasa penasaran yang tinggi—mereka harus mengenyampingkan moralitas, untuk saat ini saja.

Berdiskusi pada sang sahabat pun hanya berakhir dengan melontarkan kalimat yang sama seperti dugaan Giyuu.

“Aku tidak bisa melawan wanita cantik. Sosok seperti itu adalah titik kelemahanku.”

Memang benar. Giyuu sendiri sama sekali tidak menyangkal perkataan Sabito saat itu. Ia pun turut merasakan hal yang sama. Dan seperti inilah akhirnya, pakaian teratas di rampas begitu saja. Alhasil hembusan angin malam menusuk hingga ke sendi.

Jalanan di tengah hutan ini seolah tidak ada habisnya. Mereka terus berjalan di sunyinya malam. Hewan pun tidak mampu bersuara di hutan yang hampa.

Pernah sekali Sabito bertanya mengapa hutan ini sangat mengerikam, dan jawaban yang mereka terima membuat bulu roma meremang, “Wajar saja, karena itulah hutan ini dijuluki sebagai Shi no mori.” selanjutnya, wanita itu menjelaskan bahwa hutan ini adalah tempat dimana ia menghabisi banyak nyawa para korbannya.

“Mengapa kau bisa dengan mudah merampas nyawa manusia seperti itu? Kemana sisi kemanusiaanmu?” pertanyaan Giyuu dibalas oleh tawa ringan yang cukup mengerikan.

“Apakah kau pernah melihat lembaran buronan dari Kota?” alih-alih menjawab, (Y/n) justru bertanya kepada Giyuu. Jelas saja ia tak tahu, karena selama ini Giyuu tinggal di Desa. Sesekali mendapatkan misi untuk ke Kota, itupun hanya dalam waktu singkat. Sehingga untuk menelisik keadaan sekitar hampir mustahil.

Sembari merotasikan kedua matanya, (Y/n) pun berujar memberitahu, “Nama yang tercantum serta wajah yang terlukis adalah para tikus kotor yang melarikan diri dari jabatannya setelah memeras rakyatnya hingga mati kekeringan.” jelasnya. Keduanya serempak mengangguk paham.

Sabito melirik potongan kepala yang dibawa, ia harus menahan gejolak yang hendak keluar dari mulutnya ketika melihat untaian daging yang terpotong tidak rapih menyentuh kakinya, “Ugh, apakah mereka juga buronan?”

Gelengan kepala wanita itu tidak terlihat oleh keduanya, namun ketika helaan napas lelah terdengar, mereka seakan mengerti.

“Begitulah, mereka pantas untuk mati.” suara pedang disarungkan terdengar setelahnya. Dalam waktu yang bersamaan, kedua pundak itu begidik ngeri tatkala tangan dingin menyentuh permukaan kulit. “Perhatikan jalan, kalian salah arah.” keduanya sontak berhenti.

𝐓𝐡𝐚𝐭 𝐍𝐢𝐠𝐡𝐭Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang