JB: 14

137 16 0
                                    

Hari ini hujan turun deras, dapat di lihat dari dinding kaca koridor rumah sakit yang berembun dengan tetesan-tesan air hujan. Suara rintikannya hampir tidak terdengar karena gadis itu tengah memakai earphone dengan volume suara 80%.

Niat awalnya berusaha untuk tenang menetralkan degup jantungnya. Entah kenapa tiba-tiba ia menjadi gugup, padahal cuma mau ketemu tuh bocah.

Ia terus berjalan sampai tak sadar sudah sampai di depan pintu ruang inap lelaki yang sudah lama mengganggu pikirannya ini. Berkali-kali Ia menarik nafas lalu di hembuskan. "Lo bisa Joy, lo bisa."

CREKK

Mata Joy membulat sempurna saat gagang pintu bergerak sebelum ia meraihnya. Pintu terbuka. Orang yang muncul di ambang pintu itu pun tak kalah kaget dengannya. "Ka..kamu kok ada disini?"

Joy memperhatikan dari ujung kepala sampai ujung kaki lelaki itu. Ia sudah tidak memakai baju pasiennya.

"Kenapa emang nggak boleh?" Joy menaruh kedua tangannya di pinggang lalu menatap tajam  orang didepannya.

Yang ditatap menggaruk tengkuknya yang tak gatal memandang lantai. Tidak lama ia meringis karena mendapat pukulan di lengan kanannya.

"Balik nggak!" Titah gadis itu.

Takut-takut Bima berbalik badan kembali masuk ke ruang inapnya.

"Lo tuh kalo mau kabur mikir dulu kek. Udah tau bokap lo sangarnya minta ampun." Celetuk Joy sembari menaruh tas selempangnya di atas sofa.

"Kan bokap lagi nggak ada."

"Ya tetep bakal ketauan bego."

"Kamu kenapa sih galak banget hari ini, padahal udah lama nggak ketemu." Bima sedikit memajukan bibirnya.

Setelah itu tidak ada percakapan diantara keduanya karena Joy tidak menjawab lagi. Ia lalu duduk di sofa yang tak jauh dari kasur Bima.

"Kamu marah?" Akhirnya Bima kembali bersuara memecah keheningan setelah memakai kembali baju pasiennya.

"Nggak." Jawab Joy.

"Terus kenapa diem aja?" Bima kembali bertanya.

"Gue kangen."

Bima menaikan satu alisnya. "Kangen? Kangen siapa?"

"Kangen sama Joko! ya sama elo lah pake nanya."

Bima lantas tergelak. "Ya udah emangnya kalo kangen cuma diem gitu? Sini peluk."

Cowok itu sudah membuka lebar tangannya sambil tersenyum agar Joy dapat leluasa datang kepelukannya. Jujur ia juga sangat merindukan gadis itu. Niat awalnya tadi ingin menemui Joy tetapi Joy malah datang dengan sendirinya.

Joy berdiri lalu akan menghampiri Bima namun langkahnya terhenti dan tampak berpikir sejenak. "Nggak ah, lo pasti belum mandi berhari-hari."

"Enak aja." Akhirnya Bima yang beranjak dari kasurnya menghampiri Joy lalu mendekapnya. Gadis itu hanya mematung menyandarkan setengah wajahnya pada dada bidang Bima, membiarkan rasa hangat tubuh laki-laki itu menjalar ke tubuhnya.

Mata Joy memanas, hatinya sangat sakit, dan saat itu juga air mata lolos dari matanya. Saat Bima akan melepas pelukannya, dengan sergap Joy menarik tubuh Bima kembali. Bima pun hanya pasrah dan membalas pelukan Joy. Mungkin dia belum sadar gadis itu sedang menangis sekarang.

"Kamu tau, kalo kamu kelamaan meluk aku gini berpotensi aku cepet mati."

"Kenapa?" jawab Joy dengan lirih. Kali ini Bima tahu pasti gadisnya sedang menangis.

"Nggak papa, nggak jadi."

Bima menopangkan dagunya diatas kepala Joy, sesekali ia juga mengecup kepala gadis itu. Lalu bebicara dengan sangat pelan, "Jangan nangis. Air mata kamu itu jatuhnya ke hati aku. Sakit banget rasanya. Maafin aku ya."

"Kenapa minta maaf?"

"Maaf karena udah hadir ke kehidupan kamu. Maaf udah bikin kamu nangis terus."

Joy mendongak hanya ingin menunjukan ekspresi bingung. Lalu mendorong pelan tubuh Bima. "Siapa yang nangis sih?!"

Kali ini, terlihat jelas hampir semua sudut wajah Joy memerah. Matanya membengkak. Deru nafasnya selalu tersela oleh isakan. Di kala itu hatinya semakin sakit sebab lelaki didepannya malah mengukir senyuman manis dengan wajah pucat.

"Kamu," ujar Bima sembari mengusap jejak air mata di kantung mata Joy dengan ibu jarinya.

"Ada alasan kenapa orang tua kamu namain kamu 'Joy'. Itu biar kamu kelak bahagia terus. Eh taunya malah ketemunya sama aku."

"Apaan sih, sotoy!" jawab Joy sambil melotot dan berhasil membuat Bima terkekeh.

"Tapi menurut aku, kamu dikasih nama 'Joy' tujuannya untuk jadi sumber kebahagiaan orang. Jadi siapapun yang ada di sekitar kamu, otomatis orang-orang itu bakal bahagia banget. Aku beruntung banget sih jadi salah satu dari mereka."

Kali ini Joy tidak diam, dia lantas melayangkan kembali pukulan pada lengan Bima. Praktis membuat laki-laki itu meringis.

.

.

.

Hi guyss! Jujur aku enggak tau kalau masih ada orang disini, maaf banget kalau baru udate dan makasihh buat semuanya yang udah kasih cinta story pertama aku. Setelah aku baca lagi aku speechless banget, kok bisa ya ;(

Kemungkinan, aku enggak bakal ngelanjutin ceritanya Joy dan Bima, soalnya jalan imajinasiku tentang cerita ini udah buntu. Nanti aku coba pikirin lagi deh.

Tapi aku enggak akan unpublish story ini, buat kenang-kenangan hehe...

Aku juga lagi nyiapin cerita baru nih. So di tunggu ya! 

Once again, aku minta maaffffff.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 31, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang