continue...
Setelah dibicarakan kembali, akhirnya Jason menyetujui semuanya. Beberapa tes juga telah dilakukan, golangan darah Jojo dan Bima dinyatakan cocok. Operasi akan dilaksanakan besok tepat setelah pembedahan pengambilan organ dilaksanakan.
Jason masih enggan beranjak dari ruang rawat Jonathan, ia ingin menemani detik-detik terakhir anak itu. Digenggam pula tangannya yang terasa masih hangat seakan masih ada jiwa yang hidup.
Jason ingin menangis sejadi-jadinya, namun tamaknya air matanya sudah mulai kering menyisakan mata merah lebam. Dalam hati ia berdoa agar adiknya ini masih diberi kesempatan hidup lagi walaupun rasanya mustahil.
Genggamannya semakin dieratkan, ia sama sekali belum siap melepaskan. Hingga akhirnya Jason merasakan balasan dari tangan Jonathan. Awalnya ia sempat terkejut, tetapi hal itu terjadi berulang kali.
Senyuman tampak tetukir di wajahnya, dan tanpa menunggu lama Jason langsung memanggil dokter. Kali ini ia sangat yakin, bahwa Tuhan telah mengabulkan doanya.
....
Bima menatap langit-langit kamarnya lalu beralih ke luar jendela yang berhadapan langsung dengan taman. Sebuah pemandangan yang sering ia lihat.
Banyak orang-orang yang berlalu lalang, ada yang mengenakan baju pasien sepertinya dan ada juga yang tidak. Bahkan banyak anak-anak yang berkejaran dengan tawa yang tak pernah lepas dari wajah mereka.
Bima tersenyum miris, ia jadi teringat masa kecilnya dulu. Ia pernah menjadi salah satu dari mereka, dan kejaran-kejaran adalah permainan yang tak lepas dari masa kecil semua orang.
Mengingat ia tidak pernah bisa melakukan hal yang sama seperti yang lain, papanya selalu menemani kemanapun ia pergi.
Beberapa detik kemudian, pintu kamarnya terbuka, dan membuat Bima tersadar dari lamunannya. Lalu muncul seorang gadis yang telah mengunjunginya beberapa hari terakhir ini. Gadis itu Joy.
"Haii." Sapa Joy dengan senyum andalannya. Bima hanya membalas dengan tersenyum.
"Hari ini pulang cepet?"
"Hari ini aku bolos."
Bima menatap Joy dengan tajam " Maksudnya bolos??"
"Yaa boloss masa kamu nggak tau bolos artinya apa."
Bima masih menatap Joy tajam. "Iya, tapi kenapa kamu bolos? kan minggu depan ada ujian."
"Yaelah santai kali, aku nggk usah belajar udah pinter."
"Papi sama mami kamu nggak tau?"
Joy menyengir. "Hehe mereka nggak tau, tadi habis dianter papi aku langusung kesini naik taxi."
Bima mengusap wajahnya pasrah.
"Udah deh, mending sekar-"
"Aku mau ketaman." Bima menyela perkataan Joy.
Joy sempat tergagap, ia masih tampak berpikir. "Bim, entar kalo om Raja marah gimana."
"Nggak usah khawatir, entar aku yang ngomong ke dia."
Joy masih berpikir lagi, sebenarnya bukan karna ia takut di omelin. Tapi emang kondisi Bima belum bisa di bilang baik, bahkan ia masih harus memakai nassal cannula.
"Kalo kamu nggak mau nggak papa, aku bisa sendiri."
"Eh eh ya udah, tapi nggak boleh lama-lama ya."
Bima mengangguk dengan tersenyum. Joy membantu Bima untuk pindah ke kursi roda. Ia juga tampak bingung, bagaimana dengan kabel-kabel yang tertempel di dada bidang Bima.
Lalu ia terbelalak melihat cowo itu dengan gampangnya mencabut semua kabel dan nassal cannula nya menyisakan jarum infus di punggung tangannya.
Setelah berpindah ke kursi roda, Bima tampak ngos-ngosan sendiri karna kesusahan berdiri tadi. Joy tentunya menjadi panik, namun Bima meyakininya bahwa ia baik-baik saja.
Disinilah mereka sekarang, tempat masa kecil Bima. Rasanya sudah lama ia tidak dateng kesini, padahal ia sering datang ke rumah sakit untuk check up.
Ya memang ia sempat berpikir, bahwa dirinya sekarang sudah sehat dan terlepas dari rasa sakitnya. Bahkan ia mengabggap orang yang mendonorkan jantunya dulu kepadanya sebagai malaikat penyelamat hidupnya.
Namun nyatanya ia masih akan berakhir disini lagi, dan memerlukan banyak harapan. Tapi ia juga bersyukur setidaknya ia masih bisa merasakan kehidupan normal, menghirup udara tanpa ada rasa sesak walaupun tidak begitu lama.
"Bim." Joy memecah keheningan diantara keduanya. Bima menoleh kearah Joy sebagai jawaban.
"Dulu papi juga sakit, jadi dari kecil aku sering banget main disini. Alesannya karna aku mau kabur dari keluarga aku."
"Kenapa kabur?" Tanya Bima.
"Semua orang disitu nangis, ya aku nggak suka aja liat orang nangis."
Joy menghembuskan nafasnya sejenak lalu melanjutkan ceritanya. "Dulu aku nggak pernah tau papi sakit, aku sering banget bikin dia ngelanggar semua hal yang nggak boleh dia lakuin. Padahal mami udah ngomel-ngomel."
Joy terkekeh mengingat masa-masa itu. Bima juga ikut terkekeh. Ia terus memperhartikan Joy dari samping, entah kenapa ia menyukai senyum Joy.
Bagi Bima Joy adalah sahabat terdekat pertamanya, tetapi ada perasaan lain yang sangat sulit deiartikannya. Sejak kecil ia tidak pernah dekat dengan orang selain orang tuanya.
Ya tentu saja karna kondisinya sendiri. Itu yang membuatnya slalu merasa kesepian, namun setelah ada Joy di kehidupannya. Ia merasa semakin berjalannya waktu akan semakin banyak orang yang ia sayangi.
Dan itu tentu membuatnya tidak ingin untuk meninggalkan mereka. Ia ingin tetap hidup.
"ternyata banyak yang berubah disini." Joy kembali bersuara.
"Iya."
Keduanya tengah menikmati angin yang memapar wajah mereka, walau saat ini siang hari tapi tidak terlalu terik seperti biasanya. Bima dapat merasakan nyeri didadanya datang lagi.
Ia menarik nafas dalam untuk menetralkan nyerinya, namun nafasnya sangat sesak dan membuat nyerinya bertambah. Keringat dingin mulai bercucuran. Joy menyadari ada yang tidak beres. "Bi-bima."
Joy secepat mungkin membawa Bima kembali ke kamarnya. Dirinya sekarang sangat panik, tubuhnya bergetar hebat. Saat sampai di kamar, sudah ada dokter Raja yang menunggu.
Lalu Bima di pindahkan keranjangnya dalam kondisi setengah sadar. "Bima dengar om." dokter Raja mencoba mempertahankan kesadaran Bima.
Para perawat menyuruh Joy menunggu di luar. Gadis itu sekarang tengah menangis. Apakah ia terlambat. Beberapa menit kemudian Valen dan Mika berlari ke arahnya dengan tak kalah kalut.
"Gimana keadaan Bima Joy?" Valen langsung menghampiri Joy. Joy hanya menggeleng, derai air mata telah membasahi pipinya sekarang.
Valen tidak tega melihat Joy yang seperti ketakutan, lantas ia langsung memeluknya. "Bima nggak papa, kamu tenang aja" Valen mencoba memberi ketenangan sambil mengelus surai Joy. Mika menatapi mereka iba.
Akhirnya dokter Raja keluar dengan para perawat. "Gimana Ja?" Mika langsung menghampiri dokter Raja.
"Masalahnya masih sama, kondisinya jantungnya terus menurun. Jadi kita harus tetap berhati-hati sampai operasi dilaksanakan." Jelas dokter Raja.
"Tapi kita kan sudah nemuin pendonornya, kenapa nggak bisa dioperasi sekarang."
"Sampai sekarang belum ada confirmasi lagi dari pihak pendonor. Aku mau komunikasikan sekarang sama pihak pendonor dan rumah sakit." Setelah itu dokter Raja meninggalkan ketiganya.
Lantas Mika mengacak rambutnya gusar. Sedangkan Valen tak kalah sedih. Joy menatap keduanya iba, ia berharap sekarang semua akan baik-baik saja.
....
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us
Teen Fiction🌏 biru13: Mari mampir dulu, bersedih bersama. 💅 Joy Seorang gadis yang hidup dikeluarga yang terbilang tidak normal. Bukan karena adanya banyak kekurangan, namun justru sebaliknya. Kasih sayang orangtua selalu dilimpahkan kepadanya dengan cara ya...