JB: 9

271 11 0
                                    

    Telah sekitar 6 jam berlalu, kelopak pemuda itu akhirnya terbuka. Kini ia berada di dalam ruangan hening namun di isi dengan suara monitor yang mewakili aktivitas jantungnya.

Bima menggeliat ke lain-lain arah, kepalanya masih terasa pening. Dimanakah orang-orang sekarang.

Tak lama kemudian ganggang pintu bergerak 'clek' pintu mulai terbuka. Lelaki paruh baya mulai melangkah masuk dengan tubuh dan kepala yang di baluti dengan baju pelindung agar tetap steril, tengah menghampiri putranya.

Itu Mika, ia langsung mengulaskan senyuman, walaupun masih terlihat raut yang menyatakan bahwa ia sangat lelah. Dibalik masker oksigen, Bima membalas senyuman itu.

Ia sangat bersyukur, setidaknya ia masih di beri kesempatan melihat dunia ini, melihat kedua orang tuanya, dan sungguh ia sama sekali belum siap jika ia harus ditakdirkan meninggal lebih cepat, walupun ia tahu waktunya memang tidak banyak.

Mika menarik kursi yang tak jauh dari brankar untuk lebih mendekat lalu mendudukinya. "Masih sesek?"

Bima menggeleng lirih. Ia bertanya-tanya dimana ibunya sekarang. Karena tidak biasanya Valen tidak berada di sampingnya saat ia sadar.

"Mama lagi nemenin Joy diluar." Mika pun menyadari itu dari gerak gerik Bima.

Bima tampak mengernyitkan dahi. Kenapa Joy bisa ada disini. Ia ingin bertanya, namun tubuhnya terasa sangat lemas.

Selang beberapa detik, dokter Raja datang bersama para perawat dengan jas putih khasnya. Ia juga sedikit mengulas senyum. Matanya terlihat sayu.

Tidak seperti biasanya ia begini karena yang Bima tahu om nya ini selalu membuat suasana menjadi lebih baik dan jarang bersedih. Kecuali terjadi hal yang sangat serius, seperti saat ia kehilangan pasiennya.

Tapi mungkin saja itu benar-benar terjadi.
Sementar itu, keadaan berbeda di luar ruangan. Setelah Valent menceritakan seputar kisah kepada Joy, keduanya kembali hening. Mereka tengah fokus dengan pemikiran masing-masing.

Namun sudah pasti keduanya sedang memikirkan hal yang tak jauh berbeda. Beberapa waktu yang lalu Valent dan Mika membicarakan hal yang cukup serius dengan para dokter yang telah merawat Bima selama ini termasuk dokter Raja.

Dari hasil pemeriksaan, terjadi kasus gagal jantung atau penolakan organ terhadap tubuh. Kasus ini sering terjadi terhadap orang-orang yang telah menjalani translantasi.

Dan karena masalah itu, Bima harus segera mendapatkan jantung baru lagi. Beruntung namanya telah terdaftar di list para penerima donor, namun tetap saja itu akan membutuhkan waktu yang cukup lama.

Akan ada kemungkinan jantungnya tidak bertahan lama, karena akan terdapat banyak masalah dari gejala-gejala penolakan.

Joy tampak berpikir keras sempat terlintas di benaknya satu kemungkinan yang akan membantu Bima. Tetapi ia pun tidak begitu yakin.

●●●

  Waktu menujukan pukul 19.45. Suasana cafe yang terletak di rumah sakit tidak begitu ramai walau masih banyak orang yang berlalu lalang di koridor. Pemuda itu menepati salah satu bangku kosong.

Selang beberapa menit, seorang pelayan mengantarkan pesanan secangkir cappuccino nya. Namun ia sama sekali tidak ada niatan untuk meminumnya, tak peduli jika secangkir itu akan dingin.

Kini pikirannya tengah sangat kacau. Pandangannya langsung teralihkan saat ada orang yang mengisi bangku kosong di depannya. Jason ingin menangis sejadi-jadinya di hadapan gadis itu.

Batinnya sangat terpukul, sekarang yang ia harapkan gadis itu dapat memberinya ketenangan. Joy tidak tega menatap mata sayu lelaki itu, ada rasa iba namun ia tetap harus membicarakan ini dengan Jason sebelum terlambat.

Jason berpindah posisi duduknya di sebelah Joy. Belum sempat gadis itu mengatakan, tangan kekar Jason langsung melingkari atas punggungnya. Jason menangis sangat terisak. Joy hanya bisa membalas pelukan itu dengan elusan lembut.

"Gue udah nggk punya siapa-siapa lagi." Kalimat itu terucap lirih dari mulut Jason dengan isakan yang semakin menjadi. Ia sama sekali tidak perduli terhadap orang-orang yang menatapnya. Yang ia butuhkan sekarang hanyalah seseorang untuk menepiskan kesedihannya.

Tanpa di sadari, air mata Joy ikut mengalir. Sangat dapat ia rasakan kesedihan sahabatnya ini. "Dia udah tenang Jas."

Setelahnya Joy membiarkan Jason menumpahkan semua kesedihannya. Ia tidak masalah jika harus memeluk lelaki itu berlama-lama sampai ia tenang.

Jason sudah mulai berlalu dari isakannya, ia menatap Joy dengan mata lebam. "Organ tubuh Jojo akan di ambil lusa." Mendengar penuturan Jason, Joy menringis ngeri.

Sama sekali tidak bisa ia bayangkan jika mereka harus mengeluarkan isi tubuh anak itu. Namun dilain sisi Bima lebih membutuhkan saat ini.

"Jas?"

"Ada yang mau gue omongin." Joy mulai menegakkan posisi duduknya.

Jason menatap mata Joy untuk lebih serius.

"Tentang organ Jojo,"

"Bima butuh jantung Jojo." Dengan susah payah Joy berusaha mengatakannya.

Jason tampak mengernyitkan dahinya "Bima?"

"Iya, Lo kenal Bima kan? Dia sekarang lagi sekarat. "

Setelah berpikir lama Jason akhirnya membuka suara. "Jadi lo mau gue kasih jantung Jojo ke Bima?"

"Kita cuma perlu persetujuan lo Jas."

Jason akhirnya tidak bergemim, tatapannya kembali kosong.

••••

Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang