Home

1K 154 10
                                    

Setelah menunggu beberapa hari, tibalah hari dimana Off akan membawa Gun bertemu dengan ibunya. Betapa bahagianya Gun bisa bertemu kembali dengan sosok yang telah melahirkan dan membesarkannya. Ia tak bisa membayangkan bagaimana sang ibu akan bereaksi atas kemunculannya kembali. Namun ia yakin ibunya itu pasti akan sangat bahagia juga sepertinya.

Hari masih sangat pagi, namun Gun dan Off sudah sampai di desa kecil tempat mereka dibesarkan dulu. Dengan mobil Off yang masih penyok akibat kecelakaan kecil beberapa hari lalu, mereka memasuki pekarangan rumah Gun yang sepi. Dengan langkah yang sedikit ragu, Gun turun dan berjalan ke arah pintu utama rumahnya. Off merangkul pundaknya, memberikan support agar si mungil tidak ragu lagi untuk mengetuk pintu rumah itu.

Gun mengarahkan tangannya untuk mengetuk pintu rumahnya. Namun tepat sebelum tangan Gun mengetuknya, pintu itu terbuka dan menampilkan sosok yang begitu ia kenal. Sosok sang ibu yang kini sudah memiliki beberapa kerutan di wajahnya. Tubuhnya kurus dan nampak rapuh. Mata Gun memanas melihat ibunya, begitu juga sang ibu yang merasa seolah sedang bermimpi saat ia melihat anaknya yang telah 11 tahun menghilang.

"Ibu... aku pulang." Ucap Gun terbata karena tak dapat membendung perasaan rindunya pada sang ibu.

"Gun?" Sang ibu memegang tangan anaknya memastikan bahwa ini adalah kenyataan dan bukan sekedar mimpi. Setelah itu, ia segera memeluk anaknya seolah tak ingin melepaskannya lagi.

"Ibu, aku merindukanmu, Bu." Gun kini menangis dalam pelukan ibunya. Menumpahkan seluruh perasaannya pada orang yang telah melahirkannya itu.

"Kau kemana saja, Gun? Ibu mencarimu bertahun-tahun." Sang ibu melepas pelukannya lalu menyeka air mata di pipi anaknya.

"Aku juga tidak mengerti, Bu. Semua yang ku alami rasanya terlalu rumit."

"Tidak apa-apa, yang terpenting sekarang kau sudah pulang. Ayo kita masuk dulu, ibu akan buatkan tim telur favoritmu. Off, ayo masuklah. Kita makan bersama."

Ibu Gun sangat ramah pada Off meskipun dulu ia sempat marah dan tidak terima karena dalam kecelakaan itu Off selamat sedangkan Gun hilang tanpa jejak. Namun seiring berjalannya waktu, ia menyadari bahwa ini bukan kesalahan Off. Mungkin memang itu jalan yang harus mereka tempuh.

Lagi pula, pelaku tabrakan itu sudah mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perilakunya yang mengemudikan mobil dalam keadaan mabuk hingga menghilangkan nyawa pengendara lain. Ya, karena jasad Gun tidak pernah ditemukan, polisi menutup kasus itu dan Gun dinyatakan meninggal dalam kencelakaan. Namun, ibu dan ayah Gun terus berharap Gun masih hidup. Setiap tahun mereka akan mengunjungi lokasi kecelakaan itu berharap Gun akan muncul dari suatu tempat di lokasi itu dalam keadaan hidup.

Saat memasuki rumah, Gun merasa seolah ia memutar waktu kembali ke masa lalunya. Seperti rumah nenek Off, tatanan rumah Gun juga tidak berubah sedikitpun. Semua kenangannya di tempat itu masih tersimpan dengan sangat baik. Off menggenggam tangan Gun yang dingin menyalurkan hangatnya suhu tubuhnya pada Gun. Saat merasakan tangan hangat Off menggenggamnya, Gun tersenyum ke arah Off. Hatinya lega karena setidaknya, ia bisa bertemu dengan ibunya didampingi oleh orang paling spesial dalam hidupnya.

Setelah memasakkan tim telur untuk Gun dan Off, ibu Gun juga menyiapkan beberapa makanan lainnya. Gun yang melihat berbagai makanan itu mulai merasakan perasaan lapar dalam perutnya setelah sekian lama ia tak pernah merasakannya.

"Makanlah yang banyak. Off, kau tampak kurus sekali sejak terakhir kali ibu melihatmu. Sering-seringlah mampir kesini, ibu akan memasakkan banyak makanan untuk kalian." Ucap Ibu Gun.

"Baik, Bu. Aku pasti akan sering-sering datang kesini bersama Gun. Aku dengar ayah sudah meninggal. Aku turut berduka cita ya, Bu."

"Ayah pasti akan sangat senang kalau dia sempat bertemu Gun lagi. Ia begitu merindukan Gun sampai ia tak peduli pada kondisi kesehatannya sendiri. Nanti temuilah ayahmu, ya? Abu ayah ada di kamar utama."

"Baik, Bu... nanti setelah makan aku akan menemui ayah."

Sesuai yang ia ucapkan, Gun pergi menemui ayahnya yang kini hanya berupa abu dalam sebuah guci di kamar utama rumahnya. Lagi-lagi air mata menetes dari pelupuk matanya. Ia begitu menyayangi ayahnya. Sosok yang selalu menjadi idolanya sejak ia masih kecil.

Ayah Gun bukan tipe orang yang mendidik anaknya dengan kekerasan. Ia selalu menghujani Gun dengan kasih sayang. Ia rela mengorbankan apapun untuk anak semata wayangnya itu. Itulah mengapa ia rela anaknya pergi mengejar kebahagiaannya bersama Off. Walau cinta Gun dan Off tak seperti cinta pada umumnya. Walau semua orang menganggap hubungan Gun dan Off adalah sebuah penyimpangan. Asalkan Gun bahagia, ia akan selalu menjadi tameng bagi anaknya itu.

Namun rasa cintanya yang besar pada anaknya itu membuat ia lupa untuk mencintai dirinya sendiri. Ia mengabaikan kesehatannya. Setiap tahun, ditanggal yang sama dengan hari kecelakaan Off dan Gun, Ia akan berada di lokasi untuk menunggu kemunculan Gun sekaligus mengenang anaknya yang entah ada dimana. Tak peduli walau saat itu hujan atau badai sekalipun.

Sampai akhirnya, setelah 2 tahun berlalu pasca kecelakaan itu ia pergi meninggalkan istrinya karena sakit yang tak kunjung sembuh. Sakit yang diakibatkan oleh stress berkepanjangan yang pada akhirnya berefek pada kesehatannya secara keseluruhan.

Saat Gun tau kenyataan itu, ia menyesal. Andai saja waktu itu ia tak meninggalkan rumahnya. Andai saja waktu itu ia merelakan kisah cintanya dengan Off berakhir. Andai saja ia memilih jalan yang lain. Mungkin kenyataan yang ia hadapi saat ini tak akan sepahit ini.

"Off, kembalilah pada Namtan." Ucap Gun lirih. Off yang mendengar pernyataan yang mendadak itu begitu terkejut.

"Apa? Apa maksudmu?"

"Kau sudah punya kehidupan sendiri. Aku juga akan memulai kehidupanku sendiri. Aku ingin berada disini bersama ibu dan ayahku." Ucap Gun dingin masih dengan air mata yang menetes dari pelupuk matanya.

"Aku tidak mau, Gun! Kau tau satu-satunya orang yang kucintai itu kau!" Bentak Off. Sedetik kemudian, Off menyesal karena telah menaikkan nada bicaranya. Ia berlutut di hadapan Gun sambil menundukkan wajahnya. "Apa kau lupa kalau waktu yang kita miliki hanya tinggal beberapa hari saja?" Tanya Off dengan matanya yang mulai memanas.

"Pergunakanlah waktumu yang tersisa dengan baik, Off. Ada Namtan yang saat ini pasti masih menunggumu. Jangan sampai menyesal."

"Aku tidak akan menyesal jika itu bersamamu, Gun."

"Kau tidak lihat malapetaka apa yang telah kita buat pada keluarga kita, Off? Secara tidak langsung aku membunuh ayahku sendiri. Ibuku menderita selama bertahun-tahun. Orang tuanu pasti ingin kau menjalani kehidupan yang normal, bersama Namtan. Bukan aku!" Gun meluapkan emosinya lewat nada tingginya. Airmata terus membanjiri pipinya tanpa bisa ia hentikan.

"Tapi aku mencintaimu, Gun." Lirih Off yang masih menundukkan kepalanya sambil menggenggam tangan hangat Gun.

"Tapi cinta kita menghancurkan orang lain, Off. Kembalilah pada Namtan. Sebelum aku muncul juga kau baik-baik saja kan bersamanya? Di sana bukan tempatku, Off. Di sinilah rumahku, tempat dimana seharusnya aku berada, bersama ibuku." Setiap kata yang ia lontarkan pada Off tak hanya menyayat hati Off, hatinya sendiri juga terasa seperti ditusuk oleh ribuan belati hingga hancur berkeping-keping.

Ia sadar ia sangat mencintai Off. Ia juga sadar Off sangat mencintainya. Tapi cinta yang mereka banggakan itu membuat orang-orang di sekitar mereka menderita. Bahkan mampu merenggut nyawa ayah yang paling ia kasihi. Ia tak ingin cinta itu membuat lebih banyak kehancuran lagi. Maka dari itu ia memutuskan untuk mengakhirinya.

Gun beranjak pergi dari ruangan itu meninggalkan Off yang kini berurai air mata. Sejenak ia berpikir, mungkin semua yang dikatakan oleh Gun memang benar. Ia memang tak bisa terus menuruti egonya tanpa memikirkan orang lain. Tapi ia sendiri tak bisa munafik bahwa satu-satunya yang ia inginkan hanyalah Gun.

Off terdiam sejenak lalu tersenyum kecut dalam tangisnya.

"Keputusan yang tepat, Gun."

• I C A R U S •

Icarus [OFFGUN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang