9

8.2K 617 43
                                    

Merdunya kicauan burung menyambut pagiku. Aku terbangun dengan tulang yang terasa remuk dan berpatahan karena tertidur semalaman di atas sofa. Sembari merenggangkan tubuh aku meringis ngilu mendengar bunyi tulangku sendiri. Uh, bagaimana Adam bisa menghabiskan malamnya di sofa selama ini? Tubuhnya bahkan jauh lebih besar dariku, jelas sofa yang sempit ini pasti menyiksanya sepanjang hari.

Berhenti memikirkan Adam, aku mengambil duduk dan terkejut karena menemukan pria itu berada tepat di seberangku. Dengan wajahnya yang dingin ia duduk di sofa yang lain dengan satu kaki yang terlipat. Ia berantakan, tidak mengenakan atasan, dan air mukanya terlihat begitu dingin dan tegang.

"Mengapa kau tidak pergi bersama Sarah?" tanyanya.

Oh, perdebatan akan di mulai pagi ini.

"Kau tidak bisa mengaturku" sahutku dengan ketus.

"Ini rumahku, Ms Tanner jangan lupakan itu" ucapnya.

"Aku tidak lupa," sahutku, "Jika kau memang ingin mengusirku maka aku akan pergi, tapi katakan itu langsung tepat di depan wajahku Adam Knox! Dan kau juga tidak berhak mengirim aku ke sana ke mari tanpa persetujuanku"

Nafasku memburu karena amarah. Dadaku mengembang naik dan turun. Adam salah jika ia berpikir kalau aku adalah seorang gadis yang tidak tahu malu dan akan mengemis untuk tinggal di rumahnya. Keberanianku memang kecil, aku lemah, dan tidak punya apa-apa untuk diandalkan, tapi jika ia menginjak-injak harga diriku aku tidak akan diam.

"Jangan sombong, kalau aku mengusirmu satu-satunya harapanmu hanyalah Sarah!" cetusnya.

"Aku memiliki Tuhan, Mr Knox jangan lupakan itu. Tanpa atap untuk berlindung, aku akan tetap hidup jika Tuhan mengizinkannya"

Ia mendengus tapi tidak mengatakan apa-apa setelahnya. Melihat Adam diam aku pun memutuskan untuk bangkit dan hendak meninggalkan rumah ini, tapi sebelum itu aku memghampirinya dan berdiri tepat di hadapannya dengan sisa harga diri yang kupunya.

"Aku akan pergi, terima kasih atas kemurahan hatimu selama ini dan aku tidak mengharapkan lebih dari apa yang sudah kau berikan kepadaku....."

Termasuk rasa sakit itu.

Aku berbalik dan hendak menuju ke pintu keluar namun Adam segera menghadang jalanku, ia berdiri tepat di hadapanku dengan wajah berangnya.

"Jangan gila, kau pikir ke mana kau akan pergi?!" bentaknya.

"Jangan cemas, aku bukan tanggung jawabmu lagi" kataku, sarkas.

Aku hendak melewati Adam namun pria itu menangkap lenganku dan memaksaku untuk tetap berdiri di tempatku, "Aku akan mengizinkanmu pergi kalau kau bersama Sarah, selain dari itu maka kau akan terus tinggal di sini, bersamaku." tekannya.

Aku menatap ke dalam bola matanya yang gelap. Pria rumit ini, aku lelah berurusan dengannya dan diriku sendiri. Ia tidak punya pendirian, tidak memiliki keputusan, dan mempermainkanku seolah-olah aku tidak memiliki perasaan. Jika ia mengusirku lalu mengapa ia mencegahku untuk pergi?

"Berhenti mengaturku Mr Knox" tukasku.

"Aku melakukan yang terbaik untukmu, kau pikir siapa yang akan menolongmu di luar sana? Kau akan kelaparan dan kedinginan" ucapnya.

"Biar itu menjadi urusanku, biar takdir yang menentukan bagaimana aku akan hidup kau tidak perlu repot-repot memikirkannya"

Adam terdiam dengan rahang yang mengeras. Telapak tangannya mencengkeram lenganku semakin kuat. Aku merasa kesakitan tapi kuabaikan rasa sakit itu karena aku tidak ingin terlihat lemah di hadapannya, tidak setelah apa yang sudah ia lakukan kepadaku.

"Lupakan, aku tidak jadi mengusirmu kau akan tetap tinggal di sini" kata Adam dengan entengnya.

Aku ingin meledak seperti bom seketika itu juga. Aku ingin menambah luka cakaran di wajahnya. Aku ingin memakinya berulang kali dan berteriak kalau aku bukanlah sampah yang dapat ia buang lalu ia kutip lagi.

"You.....jerk!" hanya itu yang mampu keluar dari bibirku karena setelahnya air mataku mengalir tak terbendung bersama isakan yang meluncur dari bibirku. Hatiku hancur dan teramat terluka oleh sikap  Adam Knox yang semena-mena.

Adam terpaku melihat air mata yang turun membasahi wajahku. Ia hendak menarikku untuk mendekat tapi dengan segenap tenaga yang aku punya aku mendorongnya kuat sehingga ia mundur meskipun hanya satu langkah.

"Brengsek" makiku, "Kau tidak bisa mempermainkan aku seperti ini, Adam Knox!"

"Ms Tanner...."

Ia hendak mendekat namun aku segera mengambil langkah mundur, "Aku muak denganmu!" bentakku, "Dengan sikapmu yang arogan dan bajingan"

Adam terdiam di tempatnya, namun di balik bola matanya yang redup aku dapat melihat rasa bersalah yang begitu besar. Ia terlambat untuk menyesal karena perasaanku sudah tersakiti begitu dalam. Aku sudah terluka sejak ia meninggalkanku begitu saja setelah ciuman pertama kami. Aku terluka karena ia ingin mengusirku dari rumahnya. Dan aku terluka karena selama ini ia melihatku sebagai Ava....Avaline.

"Kau tidak suka aku berteriak di rumahmu 'kan, Adam? Maka biarkan aku pergi, jika aku terus berada di sini aku tidak akan berhenti berteriak, aku akan terus memakimu dan me—mpphhhh"

Tanpa peringatan Adam maju dan mencium bibirku. Aku terkejut tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa selain diam dan membiarkan bibirnya membelai bibirku dengan intim. Aku lemah olehnya, bahkan berbagai macam sumpah serapah yang sudah berada di ujung lidahku tertelan begitu saja ketika Adam menciumku mesra.

Kedua tanganku terulur meremas otot lengan Adam Knox. Aku melenguh dan lambat laun membalas ciuman manis itu. Dengan kedua lengannya yang kokoh Adam memgangkat tubuhku dan sontak tungkaiku pun melingkari pinggangnya. Ia berjalan dan membawaku entah ke mana, aku tidak peduli, bibir Adam adalah satu-satunya hal yang mengelilingi kepalaku saat ini.

Dapat kurasakan punggungku menyentuh ranjang yang terasa lembut. Adam membaringkanku dengan hati-hati di sana sambil terus menciumku. Kedua telapaknya yang kasar merangkum wajahku dengan sayang, dan setiap sentuhan yang ia berikan adalah sentuhan yang penuh cinta dan perlindungan.

Aku menciumnya Ava, maafkan aku, aku berjanji tidak akan melakukannya lagi....

Tiba-tiba saja kalimat itu terlintas di kepalaku layaknya petir tanpa awan yang gelap. Aku yang tenggelam jauh oleh cumbuan bibir Adam sontak tersadar dan langsung berhenti membalas pagutan bibirnya. Tubuhku membeku, Adam yang menyadarinya menyudahi ciuman kami lalu menatap ke dalam mataku.

"Hei" bisiknya parau, "Kau baik-baik saja?"

Aku membalas tatapannya, menusuknya dengan segenap rasa sakit yang menyelimuti hatiku, "Aku membencimu Adam, sangat membencimu." tekanku sebelum aku pergi meninggalkan Adam yang masih terpaku di atas ranjang.

— TBC —

Poor, Ava....

Vote+comment for next!

The Touched Of Tarzan (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang