Bab 11 : Nanti kalo sudah sembuh

18 3 0
                                    

"Terkadang, senyuman itu hanyalah sebuah topeng untuk menutupi kesedihan yang kita rasakan."

"Huft.... "

Akhirnya Galan bisa bernapas lega sekarang, melihat sang adek yang tertidur damai  di sampingnya.

Setelah acara perdebatan panjang dan berakhir dengan tangisan tadi, Galan mencoba berdamai dengan keadaan. Dia mencoba menerima keadaan dan keinginan-keinginan kecil sang adek.

Setelah lama waktu yang Galan habiskan untuk mengemudi dalam keheningan, akhirnya Kakak-beradik tersebut sampai di halaman rumahnya.

Galan mematikan mesin mobilnya dan melepas sealt beat yang dia pakai perlahan. Setelah itu, pemuda tersebut menoleh ke arah sang adek yang masih tenang dalam pejamnya.

Dulu, Galan teramat takut akan pejam sanga adek arti terpejam memiliki makna tersendiri bagi. Galan terlebih jika itu adalah Kala. Tapi, Kala pernah berjanji bahwa dia tidak akan pergi sebelum ada kata pamit yang menyertai dan Galan percaya bahwa sang adek tidak akan pernah dengan tega meninggalkannya semudah itu.

"Dek.... " Galan menggoyangkan pelan tubuh Kala. Takut jika sang adek terkejut dan berdampak buruk untuk jantungnya.

Kala yang tengah asik menyelami mimpinya tiba-tiba terusik karena Galan membangunkannya.

"Kenapa, Kak?" tanya Kala dengan suara seraknya. Wajar saja, dirinya baru saja menangis yang membuat matanya ikut membengakak.

Galan menghela napas melihat mata sang adek membengkak karena terlalu lama menangis.

"Udah sampai rumah. Yuk, masuk rumah. Habis itu lo bisa lanjutin tidur lo, tapi sebelum itu matanya dikompres dulu biar bengkaknya berkurang," ucap Galan.

"Males, Kak. Kompresnya nanti aja habis bangun tidur. Gue mau lanjutin tidur gue." Kala menjawab tanpa menoleh ke arah Galan.

"Jangan gitu.... Mata bengkak lo itu gak cocok di wajah ganteng lo. Meskipun nyatanya masih gantengan gue."

Kala memutar bola mata malas. "Lo itu niat memuji gue atau mau pamer, sih? Wajah kayak tembok gitu bangga," balas Kala seraya tertawa puas menikmati wajah Galan yang tengah kesal.

"Yaudah.... Masuk, yuk, Kak," ajak Kala.

"Ya sana, ngapain juga lo nungguin gue."

"Ya lo peka dikit dong, gue itu masih ngantuk. Harusnya lo gendong gue sampai kamarlah. Jadi Kakak kok gak pengertian," dumel Kala.

"Jadi adek kok nyebelin," balas Galan. Tapi dia segera memutar tubuhnya dan berjalan menghampiri sang adek. Bersiap untuk menggendong adek kesayangannya.

Kala yang mendapati respon Galan bersorak senang. Kakaknya ini memang terbaik dan bisa diandalkan. Kala merasa tidak sia-sia memiliki Kakak sebaik Kala.

***

Galan mengantarkan Kala sampai kamarnya seperti permintaan sang adek. Dengan pelan dia menurunkan adeknya di kasur.

"Kenapa? Capek lo?  Gue tambah berat ya?" tanya Kala karena melihat Galan yang masih ngos-ngosan.

Galan menggeleng. "Berat dari mana, sih, dek? Lo bahkan semakin kurus aja. Setelah ini lo harus makan banyak biar badan lo berisi."

Kala mengerucutkan bibir lucu. "Iya. Gue bakal makan banyak asal lo belikan gue pizza," ucap Kala.

"Galan melotot akan ucapan sag adek. Pizza? Ayolah apakah sang adek lupa dengan apa pantangannya.

"Jangan aneh-aneh, deh. Makan yang sehat dulu. Nanti kalo sudah sembuh gue janji akan turutin semua kemauan lo," ucap Galan.

"Pantangan terus, gue kapan lakukan apapun tanpa ada pantangan."

"Iya. Nanti kalo sudah sembuh bisa."

"Emang gue beneran bisa sembuh, Kak?"tanya Kala yang berhasil membuat suara Galan tercekat di tenggorokan.

***

See you next time

Surabaya, 20 Januari 2021

GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang