"Sakitmu itu adalah kesakitanku terdalam yang tidak bisa ku jelaskan."
Sepertinya semesta memang tidak mengijinkan Kala untuk bahagia. Kata bahagia seolah enggan untuk singgah sejenak dalam hidupnya.
Seperti sekarang ini, lagi-lagi dia harus kembali merasakan nyeri di dadanya.
Baru saja dia sampai di apartemen tempat dia tinggal dan Galan, Kala meringkuk di dekat pintu masuk karena serangan tiba-tiba di dadanya. Rasanya menyakitkan, hingga pemuda itu tidak mampu menumpu berat badannya sendiri.
"ADEK!" Galan segera menghampiri Kala yang sangat terlihat kepayahan saat ini.
"Dek, Mana yang sakit? Bilang sama kakak," tanya Galan khawatir.
"S-sakit, Kak. Dada gue rasanya nyeri, kayak mau meledak," keluh Kala dengan wajah pucat tanpa rona.
"Kita ke kamar dulu, yuk."
Galan mencoba membantu Kala untuk bangkit, tapi Kala hanya diam saja dengan mata terpejam. Galan tahu adeknya masih sadar, tapi melihat gurat kesakitannya membuat hatinya ikut berdenyut sakit. Ingin sedikit mengurangi beban sang adek, tapi dia tidak tahu lagi dengan cara apa.
"Kak, kayaknya gue gak kuat buat jalan ke kamar, lebih baik kakak ambilkan obat gue aja, Kak," pinta Kala dengan suara pelan. Nyaris tidak terdengar jika Galan tidak segera mendekat ke arahnya.
"Gue gendong, ya? "
Kala menggeleng. Dia hanya tidak mau merepotkan Kakaknya. Kakaknya itu pasti juga lelah setelah bekerja.
"Ambilin obat aja kesini. Gue tahu lo capek. Nanti setelah gue udah kuat berjalan, gue bisa pindah ke kamar," ucap Kala.
Galan mengangguk dan segera berlari kecil menuju kamar Kala untuk mengambil obat.
"Nih. Minum dulu, Dek." Galan menyerahkan butiran obat yang telah dia siapkan di depan mulut adeknya. Tanpa kata Kala segera membuka mulutnya dengan bantuan Galan untuk segera meminum obatnya.
"Gimana?" tanya Galan. Masih dengan rasa khawatirnya.
Kala membuka matanya yang awalnya terpejam. Dengan mata sayu, dia mencoba tersenyum ke arah Galan, seolah mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.
"Tolong bantu aku ke kamar, Kak," pinta Kala.
Galan mengangguk dan segera memapah tubuh lemas adeknya. Berjalan perlahan seolah takut jika adeknya akan terjatuh.
***
Setelah mengantarkan Kala ke kamarnya dan memastikan bahwa keadaan adeknya baik-baik saja, Galan segera beranjak ke luar dan meninggalkan adeknya istirahat.
Pemuda berumur 23 tahun itu memijit pelipisnya perlahan, seolah menyalurkan bahwa dirinya tengah merasakan tertekan saat ini.
Mungkin jika dilihat dari luar, Galan adalah seorang pemuda tangguh dan kuat, tapi ketahuilah bahwa dia akan menjadi lemah jika seseorang yang menjadi kelemahannya sakit.
Bagi Galan, Kala adalah kelemahannya. Dia tidak akan pernah bisa jika dihadapkan oleh kenyataan bahwa keaadaan adeknya semakin hari semakin memburuk. Adeknya sering sekali tumbang dan membuat dia khawatir. Tapi Galan harus apa jika semesta memilih penyakit tersebut bersarang dalam tubuh sang adek.
"Ma, Pa. Galan mohon....jangan bawa pergi adek Galan sekarang. Tolong biarkan Kala tetap di sisi Galan lebih lama lagi. Cuma Kala yang Galan punya, Ma, Pa."
Tubuh Galan meluruh di depan pintu kamar Kala. Air mata keluar tanpa bisa dia cegah. Dia butuh seseorang untuk membantunya bertahan saat ini. Galan takut. Dia teramat takut jika semesta tega mengambil adeknya dari genggamannya.
Sampai kapanpun Galan tidak akan pernah siap kehilangan Kala. Kehilangan Kala sama halnya dengan mimpi buruknya selama ini.
Andai dia bisa meminta. Dia rela menggantikan penyakit yang diderita adeknya. Dia rela harus merasakan sakit saat penyakit itu datang tiba-tiba. Dia akan rela menggantikan, asal bukan Kala yang menderita.
"Tuhan.... Tolong jangan ambil Kala dari Galan.... "
***
Selamat malam guys....
Kala dan Galan kembali lagi nih....
Gimana nih kesan kalian mengenai mereka?Seru nggak nih cerita mereka?
Btw.....makasih buat kalian semua yang sudah menyempatkan baca ceritaku yang tidak seberapa in ya.
Meskipun ceritanya membosankan, tapi aku banyak makasih ke kalian aja yang sudah baca ceritaku ini.
Surabaya, 13 Januari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Gone
Storie d'amoreKalandra Samudra, seorang pemuda tampan dengan penuh senyuman. Hidup penuh senyuman seolah semua terlihat baik-baik saja, tapi mereka tak pernah mengerti sakit yang kapan saja datang dan selalu ingin membuatnya menyerah. Tapi Kala bukanlah pemuda ya...