Bab 3 : Merasa tidak sempurna

17 3 0
                                    

"Tuhan... Apakah aku masih diijinkan untuk jatuh cinta di waktu yang sesingkat ini?"

Kala merasa gelisah saat ini. Sedari tadi dia terus menoleh ke arah sampingnya. Setelah pertengkarannya dengan Galan tadi hanya menciptakan kesunyian di dalam mobil. Mobil yang terasa dingin menjadi semakin dingin karena sikap Galan yang sengaja menghindari Kala.

"Kak....."

"Lo gak perlu minta maaf. Karena gue gak pernah marah sama lo. Gue cuma khawatir, Dek." Galan mengatakan tanpa menoleh ke arah Kala sebelum Kala mengucapkan segala keluhnya.

"Sorry, Kak. Gue sebagai adek memang selalu menyusahkan. Jangan bosan-bosan ya, Kak buat khawatirin gue," ucap Kala.

Galan tersenyum tulus ke arah Kala. Dari dulu dia tidak akan pernah bisa berlama-lama marah kepada sang adek. Jika dia marah, adeknya itu memiliki seribu cara untuk melunturkan rasa marahnya.

"Cie...yang lagi merasa bersalah," goda Galan dengan wajah centilnya yang terlihat menyebalkan di mata Kala.

Kala memutar bola mata malas. Kakaknya itu suka sekali menggodanya. Tapi dia lega, karena tidak ada lagi jarak yang membentang antara dia dan kakaknya.

"Kak, gue mau cerita, nih."

"Cerita apa? Tumben."

"Tadi gue ketemu sama seseorang, Kak. Namanya Mika. Dia cantik banget. Mungkin dia adalah cewek tercantik yang pernah gue temui. Salah gak sih, Kak kalo gue suka sama dia?" Ucap Kala menoleh ke arah Galan.

Galan tersenyum tulus. Adiknya tengah jatuh cinta. Padahal baru kemaren dia melihat adiknya masih kecil. Waktu ternyata berjalan cepat. Tanpa terasa sudah 17 tahun mereka bersama dan Galan bersyukur adeknya masih bertahan hingga sejauh ini.

"Lo gak Salah, Dek. Jatuh cinta itu wajar. Terlebih diumur lo yang pantas merasakan jatuh cinta," jawab Galan.

"Tapi dia berbeda, Kak."

Galan mengernyit heran. "Beda gimana?" tanya Galan.

"Dia....tidak bisa melihat," ucap Kala pelan seraya meneliti mimik wajah Galan.

"Maksud lo, dia buta?" tanya Galan hati-hati yang dibalas anggukan oleh Kala.

"Tapi, Kak. Gue ngerasa gak pantas jatuh cinta. Lo sendiri 'kan tahu, Kak umur gue gak lama lagi. Gue takut nantinya akan buat dia sakit hati."

Galan menatap tajam ke arah Kala. "Lo ngomong apa, sih? Yang bisa menentukan umur lo itu cuma Tuhan.  Lagian.... Kok lo jadi pesimis gini, sih?"

Kala menunduk. Tidak berani menatap balik kilat marah dari raut sang kak.

"Gue juga berharap bisa memiliki waktu lebih lama lagi, Kak. Tapi apa daya gue yang sudah ditakdirkan semesta memiliki waktu yang begitu terbatas," batin Kala.

***

Kembali diwaktu yang sama seorang gadis tengah menatap lurus ke depan. Tatapannya begitu kosong dan hampa. Tapi raut wajahnya menampilkan senyum menawan, sebagai bukti bahwa sosoknya tengah merasa bahagia.

"Kamu kenapa, sayang? Kok senyum-senyum begitu?"

Suara lembut di sampingnya berhasil membuat gadis yang bernama Mika tersebut gelagapan.

"Mama ngagetin, ish! Aku 'kan cuma senyum aja, masak enggak boleh, sih?" protes Mika dengan wajah cemberut, namun terlihat lucu bagi wanita paruh baya di sampingnya.

"Mama 'kan cuma tanya, sayang!  Lagian anak Mama satu ini ada apa kok kelihatan bahagia begitu? Pasti karna pemuda yang nemenin kamu di halte itu 'kan?"

Wajah Mika merona di goda oleh sang Mama. Tapi apa yang diungkapkan oleh Mamanya memang benar, sih. Mika tengah memikirkan pemuda yang telah menolongnya beberapa saat lalu.

"Ciee.... Malu. Jadi bener, dong tebakan Mama? Pemuda tampan itu siapa kamu?" tanya sang Mama dengan senyum menggoda, meskipun Mika tidak dapat melihat raut dari Mamanya.

"Cuma teman, Ma. Namanya Kala. Dia adalah orang yang tolong aku saat hampir tertabrak mobil," jelas Mika.

Mendengar penjelasan Mika, membuat Wanita patuh baya itu terkejut dan segera menghentikan mobilnya. Memang sejak awal mereka asyik bercerita di perjalanan pulang.

"Hampir tertabrak mobil? Kok bisa? Kamu gak papa 'kan?" tanya nya dengan nada khawatir.

Mika tersenyum lembut ke arah sang Mama, berusaha mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.

"Aku baik, Ma. Ini semua berkat Kala yang sudah menyelamatkanku dari maut, Ma. Dia itu baik banget, Ma," cerita Mika dengan antusias, membuat wanita yang masih terlihat cantik diumurnya yang tidak bisa lagi dikatakan muda ikut tersenyum.

"Ciee....anak Mama lagi jatuh cinta, nih ceritanya?" godanya.

"Mama, ih!  Aku kan cuma kagum sama Kala. Lagian mana mungkin,  sih orang suka sama cewek buta kayak aku."

Mama Mika menatap sendu ke arah putrinya. Andai dirinya bisa meminta kepada Tuhan. Dia rela menggantikan keadaan putrinya.

Bagi Mama Mika, putrinya masih terlalu muda untuk merasakan penderitaan ini. Dia hanya ingin putrinya seperti remaja lainnya, menikmati masa mudanya dengan hal-hal yang sangat menyenangkan, bukan hanya sekedar gelap dan hampa semata.

"Mama yakin.... Suatu saat nanti akan ada hari dimana gelap yang kamu rasakan berubah menjadi warna. Dan saat itu terjadi, Mama hanya ingin Mika terus bahagia," ucap sang Mama seraya mengelus lembut surai hitam milik Mika.

Mika tersenyum dan mengulurkan kedua tangan ke arah sang Mama. Ibu satu anak itu yang peka segera menarik putrinya dalam pelukannya. Memberikan tepukan kecil di pundaknya, seolah memberi sedikit kekuatan pada putrinya.

Yey

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Yey.... Sudah part 3 nih guys...
Sekarang sudah sedikit tahu tentang mereka?

Apakah mereka akan ketemu lagi?

Doakan aja ya... Mereka ketemu lagi hehehe.

See next time guys 😁😁😁

Surabaya, 10 Jamuari 2021

GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang