Bab 5 : Harapan

18 2 0
                                    

"Meskipun permintaan itu sederhana, tapi apakah Tuhan mau mengabulkan nya?"

Seperti hujan yang tidak pernah bersedih saat dia terjatuh. Seperti awan yang akan menunjukkan putihnya meskipun malam. Kala terus menatap gelapnya malam melalui balkon kamarnya.

Pemuda berumur 17 tahun tersebut menatap langit dengan wajah sendunya. Banyak hal yang ingin dia tanyakan pada langit malam. Tapi dia urungkan. Karena baginya tidak akan ada yang bisa mengubah takdirnya. Takdir kelam yang selalu dirinya rasakan.

"Dek...."

Kala menatap tajam seorang pemuda yang ada di sampingnya sesekali mengelus dadanya yang berdetak tidak karuan karena terkejut.

Galan yang mendapati reaksi terkejut dari sang adek merasa bersalah. Dia lupa bahwa adeknya itu spesial. Adeknya itu tidak seperti pemuda lainnya. Jantungnya terlalu lemah untuk dia yang terlihat tangguh dari luar.

"Dek, Sorry.....gue lupa," sesal Galan.

Kala terkekeh pelan. "Kayaknya lo emang pengen banget bikin gue segera ke surga, Kak," ucap Kala.

Namun siapa sangka jika ucapakan Kala membuat Galan menatap tajam ke arahnya.

"Bisa enggak kalo ngomong disaring dulu?"

"Astaga.... Gue kan cuma bercanda, Kak," dengkus Kala seraya memutar bola mata malas.

"Lagian kebiasaan banget, sih, kalo ngomong sembarangan. Sampai kapanpun enggak ada yang ijinin lo buat pergi dari gue."

"Termasuk kematian?"tanya Kala.

Galan terdiam sejenak. Tapi dengan mantap dia berkata, "iya. Termasuk kematian, enggak akan pernah bisa ambil lo dari gue. Kalo lo pergi, gue akan ikut kemanapun lo pergi."

Kala menatap Kakaknya sendu. "Jangan relain kebahagiaan lo buat gue, Kak. Lo berhak bahagia meskipun tanpa gue nantinya."

"Gimana gue bisa bahagia jika kebahagiaan gue itu lo, Dek. Jadi lo harus bertahan sampai ada orang yang cocok jantungnya buat lo, bisa?"

Kala menghela napas berat. "Gue usahakan, Kak. Tapi gue juga enggak bisa janji. Lo tahu kan, ada batas yang enggak bisa gue lampauin dan gue berharap keajaiban itu ada."

"Yaudah kita masuk, yuk!" ajak Galan.

Dia khawatir udara dingin akan membuat jantung adeknya kembali bermasalah. Baru tadi sore dia melihat adeknya begitu menderita oleh penyakitnya. Dan dia tidak akan membiarkan itu terjadi lagi, meskipun sikap ceroboh Kala adalah suatu hal yang sulit dihilangkan. Tapi biarkan dia menjaga adeknya dengan segenap jiwa untuk mempertahankan keberadaannya.

"Kak, besok kita ke toko buku, yuk. Gue butuh buku lagi supaya gue gak boring, nih."

"Oke. Apapun buat adek gue," jawab Galan disertai kekehannya.

***

"Sayang....."

Seorang wanita paruh baya menghampiri putrinya yang tengah duduk di taman rumahnya.

"Mama?"

Gadis cantik itu menoleh dan memastikan bahwa suara itu adalah milik Ibunya.

"Mika kenapa di sini? sedang melihat bintang ya?"

Gadis bernama Mika itu menggeleng dan tersenyum. "Hanya membayangkan keindahan bintang, Ma. Mika penasaran apakah bintang itu indah seperti yang Mama ceritakan? "

Senyum yang terpatri di wajah cantik wanita paruh baya itu pudar, tergantikan oleh raut sendunya.

"Mika mau melihat bintang?" tanya Ibu Mika.

Mika mengangguk dengan semangat. "Gimana caranya, Ma?" tanya Mika.

"Coba kamu pejamkan kedua mata kamu dan bayangkan bahwa kamu bisa melihat bintang yang terlihat indah dan bersinar."

Mika mengikuti intruksi sang Mama. Dia terpejam sambil membayangkan bahwa dia bisa melihat bintang. Dan berhasil. Dia merasa bisa melihat bintang yang gemerlap indah di langit malam.

Mika membuka mata dan tersenyum bahagia. "Mama, aku bisa lihat bintang. Bintangnya terasa indah sekali," pekik Mika dengan raut bahagianya.

Wanita yang dipanggil Mama tersebut tersenyum meskipun air mata ikut menetes membasahi kedua pipinya.

Keinginan Mika hanya satu dan itu sangat mudah bagi orang-orang pada umumnya. Tapi untuk Mika yang tidak bisa merasakan cahaya sejak dia lahir, dia hanya bisa membayangkan tanpa bisa melihat secara langsung.

****

See you next time

Surabaya, 13 Januari 2021

GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang