Rabu

204 43 6
                                    

Tanganku menenteng tas sekolah asal, menyampirkannya ke pundak kananku dengan tergesa. Sial, di saat patah hati begini aku harus tetap ke sekolah karena ada ulangan harian mata pelajaran Matematika.
Kenapa nasibku jadi sial begini sih?
Ya ampun...

"Mata kamu kenapa kok bisa bengkak gede banget begitu?"

Waduh.
Belum selesai aku merutuki nasibku pagi ini, tiba-tiba atensi Ayah langsung tertuju pada mataku yang memang terlihat sangat membengkak dan agak memerah ini.
Aku harus jawab apa??

Ayo, Byun Ryuna!
Pikirkanlah sebuah alasan yang logis, jangan sampai Ayah tahu kalau aku menangis hanya karena seorang lelaki bajingan.

"Ah, aku semalam nonton drama yang sedih-sedih, Yah! Ja—jadi ya, ikutan nangis," dalihku.

"Oh gitu, Ayah kira kamu habis putus."

KRETAAAAK!

Hatiku kembali hancur berkeping-keping.
Ucapan Ayah kok bisa tepat sasaran begitu sih?

"Gak," aku menggeleng cepat,
"Aku udah lama kok putus, sekarang lagi gak ada pacar."

Ya Tuhan, tolong ampuni aku.
Aku terpaksa bohong pada Ayah di pagi yang cerah ini.

Ayah mengangguk takzim,
"Kalau gitu sana sarapan dulu, Ayah sudah harus berangkat ke agensi sekarang."

Aku hanya mengangguk pelan sebagai balasan atas perkataan Ayah.
Mana bisa aku makan di saat begini?

Ayah mengecup singkat pucuk kepalaku lantas melangkah buru-buru keluar rumah.
Sepertinya beberapa hari kedepan Ayah akan menjadi sangat sibuk.

Sepertinya beberapa hari kedepan Ayah akan menjadi sangat sibuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Lu kenapa?"

Dua kata itu meluncur begitu saja dari bibir Sungjin setelah berpapasan denganku di ambang pintu kelas.

Aku menggamit tangan kokohnya kemudian, mengajaknya untuk turut memasuki kelas tanpa bicara sepatah kata pun.

Raut bingung tergambar jelas di wajah tampannya, meski begitu dia tetap mengikuti langkahku menuju bangku tempatku duduk.

"Lu kayaknya bisa nebak apa yang udah terjadi, Jin," cicitku sambil memandang sepatuku.

Sungjin dengan gentle meraih ranselku, memindahkannya dari bahuku ke kursi tempat dudukku.

"Duduk," titahnya,
"Lu bisa cerita ke gue pelan-pelan."

Aku menuruti perkataan Sungjin.
Kami lantas duduk berhadap-hadapan, tangan besar Sungjin dengan penuh kelembutan membelai tanganku membangun sensasi nyaman pada diriku.

"Gue sama Brian udah selesai," aku mengakui.

"Yaudah, bagus. Pilihan yang lu pilih udah bener banget kok. Gak sepatutnya lu bertahan sama cowok kayak dia, buat apa punya cowok good looking tapi bisanya cuma nyakitin lu?"
Sungjin memandangku intens,
"Baru percaya setelah liat semua bukti dari Kak Jaehyung?"

Litani ; Qian KunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang