Akhir pekan telah tiba, saatnya bermalas-malasan! Selamat tinggal sekolah, selamat datang kasurku yang begitu lembut dan nyaman!
Begitu membuka mata, aku langsung meraba nakas, mencari ponselku guna mengecek notifikasi yang masuk.Benda persegi pipih itu telah berada di genggamanku, membuatku buru-buru mengeceknya siapa tahu ada pesan atau telepon penting yang masuk.
Begitu ponselku menyala dan aku selesai menyalakan data seluler, aku di buat kaget oleh puluhan notifikasi pesan singkat dan telepon dari kontak yang sama yaitu,
Qian Kun
Kamu dimana sih? Kenapa susah banget di hubungi? Hari ini aku bakalan jemput kamu, kita akan makan siang bersama orang tuaku jadi bangunlah dan bersiap aku pasti udah di rumahmu pukul 10.
8.39 AM
Matilah aku. Sekarang sudah jam setengah sepuluh, apa yang bisa kulakukan dalam waktu setengah jam?!
Cepat-cepat aku melompat dari kasur, menyambar bathrobe lantas melesat secepat kilat ke kamar mandi.
Terserah.
Setidaknya aku harus mandi untuk menemui orang tua Kun, mau di taruh dimana harga diri keluarga Byun jika puteri tunggal mereka berkunjung ke rumah pacarnya dalam keadaan menyedihkan begini? Hih, mengerikan!
"Nona, pacar Anda telah tiba. Dia sedang menunggu Anda di ruang tamu," panggil Pak Kim sambil mengetuk pelan pintu kamarku.Sial.
Qian Kun kenapa jadi manusia yang terlalu tepat waktu sih?Aku gusar, buru-buru memakai dress hitam motif floral selutut hingga dirasa benar-benar pas menutupi tubuhku.
Rambutku bahkan tak kuberikan sentuhan styling, kubiarkan tergerai begitu saja.Beres berpakaian, aku langsung memakai rangkaian skincare lantas membubuhkan liptint pada bibirku.
Ya sudah, biarlah begini, sepertinya tidak ada acara khusus di kediaman keluarga Qian."Aku turun sebentar lagi," balasku setengah berteriak.
Aku menyambar tas selempang kulit berwarna hitam milikku, mengisinya dengan bedak tabur, liptint, dompet serta ponsel.
Tergopoh-gopoh aku menuruni anak tangga yang menghantarkanku menuju ruang tamu tempat Kun menunggu seusai mengenakan sepatu flat dengan warna senada.
"Lama banget sih, kamu baru bangun tidur ya?"
Kun melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya sekilas, lantas memandangku agak sedikit sinis.Aku bergeming.
Pasti dia akan mengomeliku kalau tahu aku baru bangun setengah jam lalu lantas baru selesai mandi sekarang."Gak, gue tadi abis maskeran," aku berdalih, lantas berjalan mendahului Kun keluar rumah.
Diluar dugaan, di pekarangan rumahku terparkir sebuah mobil sedan mewah, bukan motor yang biasa dipakai Kun berangkat ke sekolah.
"Lu bawa mobil?" tanyaku heran.
Kun mengangkat kedua bahunya acuh,
"Iya, dipaksa Mama. Katanya, kalau jalan sama kamu harus naik mobil ini,""Mamamu tahu kita pacaran?"
"Gak. Aku belum bilang kalo pacarku itu kamu, biar surprise," Kun cengar-cengir, pamer sepasang lesung pipi manis miliknya.
"Surprise mata lu soek," cibirku lantas masuk ke dalam mobil Kun tanpa mempedulikan cengiran usil yang menghiasi wajahnya.
Hari semakin siang, mentari bersinar makin menyilaukan —suhu udara juga terasa meningkat.Aku dan Kun akhirnya tiba di kediaman keluarga Qian setelah beberapa menit menempuh perjalanan menggunakan mobil.
Kediaman itu masih sama mewahnya, tidak ada yang berubah —masih sama persis seperti saat pertama kali aku berkunjung ke sana bersama Ayah.
"Ayo masuk, Mama dan Papa sudah menunggu di dalam," ajak Kun dibarengi guratan senyuman manis menghias wajahnya.
Aku mengangguk, "Oke. Gue harus akting yang bagus ya di depan orang tua lu,"
Kun mengangkat telapak tangannya di hadapanku, memberi isyarat padaku untuk menggenggam tangan besarnya.
Ya, aku harus berakting seolah kami adalah pasangan kekasih yang serasi di hadapan orang tua Kun hari ini.Jemari kami saling tertaut kemudian.
Rasa hangat yang begitu nyaman menjalari tanganku setelahnya.
Oh, jantungku kenapa?
Kenapa rasanya organ vitalku itu seakan ingin melompat dari tempatnya?Kun mengangguk dengan keteguhan, meyakinkanku bahwa semuanya akan berjalan dengan lancar.
"Selamat dat— eh, Papa, cepat kemari! Lihatlah siapa kekasih putera kita! Sungguh seperti apa yang kita inginkan!" pekik Nyonya Qian heboh setelah menyadari kehadiranku —terlebih dengan posisi tangan kami yang masih saling tertaut satu sama lain.
"Ada apa sih, Ma? Kenapa heboh begitu?"
Tergopoh-gopoh, Tuan Qian menuruni anak tangga bermaksud menghampiri istrinya setelah mendengar pekikan heboh dari sang nyonya.
Mata Tuan Qian beradu pandang denganku selama beberapa detik hingga akhirnya beliau turut bersuara dengan heboh,
"Wah, jadi pacar yang kamu maksud ini adalah Ryuna? Papa senang sekali kalau begitu, semoga hubungan kalian selalu langgeng ya!""Amin. Syukurlah jika Papa dan Mama bahagia atas hubunganku dan Ryuna,"
Kun memandangku sekilas kemudian tersenyum."Kalau begitu mari kita makan, ini sudah waktunya makan siang. Hari ini Mama spesial memasak makanan China, Ryuna harus coba ya, sayang. Nanti kalau ada waktu senggang kita harus masak bersama," celoteh Nyonya Qian penuh kehangatan sambil merangkul bahuku.
Apa katanya?
Masak bersama?!
Lanjut atau tenggelamkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Litani ; Qian Kun
أدب الهواةKarena sebuah kesialan yang tidak dimaui, aku dan dia jadi terikat dalam sebuah hubungan rumit. cr. Sartika Ayu Wulandari / 2021.