Entah sudah berapa kali aku menguap dalam satu jam ini, entahlah, aku merasa pelajaran sejarah benar-benar membuatku mengantuk tak peduli seberapa keras usahaku untuk tetap menjaga kesadaranku.
Oh, apa mungkin ini karena suara Pak Junmyun yang luar biasa lembut itu yang terus menggodaku hingga aku terbuai untuk terjun ke alam mimpi? Hmm.. sepertinya begitu."Jadi untuk pekerjaan rumah, kalian kerjakan soal yang ada di buku cetak utama halaman 259 sampai 260 ya. Dikumpulkan besok di jam pelajaran saya, paham?"
"Paham, Pak!" sahut seisi penduduk kelas yang entah fokusnya kemana.
Mataku memang memandang wajah Pak Junmyun tapi fokusku tidak tertuju pada beliau, ya kalian pasti tahu bagaimana maksudku bukan?"Baiklah kalau begitu sampai jumpa besok. Selamat siang!" tutup Pak Junmyun lantas berlalu.
Jika kalian memintaku menilai Pak Junmyun, dengan senang hati aku akan bilang dia adalah guru yang patut mendapat nilai 90.
Bagaimana bisa? Tentu saja, secara fisik Pak Junmyun itu sangat tampan dengan kulit yang luar biasa berkilau.
Hanya saja, suaranya yang lembut kadang membuatku kewalahan mengendalikan kesadaranku sendiri.Ngomong-ngomong, kok tumben tugas dari Pak Junmyun sedikit ya? Senyum tanpa bisa kutahan merekah di bibirku. Setelah bell tanda pulang berdering nyaring, aku langsung mengemasi semua buku dan alat tulisku ke dalam tas.
Berbasa-basi sedikit dengan beberapa teman sekelas kemudian langsung beringsut keluar dari kelas."Gimana pelajaran hari ini? Ada yang seru?" Kun langsung menanyaiku setelah mendapati eksistensiku diantara siswa lain yang juga keluar kelas.
"Gue kayaknya mimpi deh, Pak Junmyun cuma ngasih PR satu halaman. Kayaknya sih cuma sepuluh soal," ucapku dengan mata berbinar.
Kun tergelak, "yakin kamu cuma sepuluh soal?"
"Kok lu ketawa gitu sih?" Aku mendelik kesal, "dia tadi bilang cuma halaman 259 sampe 260 kan paling sepuluh soal."
Tawa Kun terdengar makin keras, memangnya apa yang salah dari jumlah halaman yang kusebutkan?
Cuma satu halaman, 'kan?"Iya sih, sepuluh soalnya emang bener. Tapi satu soal banyak anaknya dari A sampe J," terang Kun setelah puas tertawa.
Monyong.
Ya kali sebanyak itu dikumpul besok? Baiklah, aku ralat soal Pak Junmyun yang tadi kuberi nilai 90!•••
"Itu muka kenapa kusut banget kayak baju sebulan belum disetrika?"
Aku menghentikan gerakan tanganku yang sejak tadi menulis, mengalihkan atensi menuju ke sumber suara.
Dari arah pintu belakang rumahku, Kun berjalan mendekat dengan baki berisi minuman serta dua toples kudapan manis.
Senyumku langsung mengembang.
Tidak lebar, tapi lumayan baik untuk menyambut kedatangan Kun kemari."Ada yang gak ngerti atau gak ketemu jawabannya? Aku bantuin deh. Aku udah pernah kerjain soal itu dua hari yang lalu," tambah Kun.
Nah ini yang membuat senyumku semakin merekah -pacar yang manis dan sangat pengertian.
Aku mengangguk, memandang lelaki itu penuh harap karena telah merasa cukup kepayahan menghadapi puluhan soal sejarah itu.
Dia lalu meletakkan bakinya diatas meja dengan perlahan.Kun seakan mengerti.
Dia langsung mengambil posisi duduk lesehan beralaskan rumput di sebelahku. Ya, halaman belakang rumahku memang dipenuhi oleh rumput -sebagian kecilnya ada yang dipasang ubin karena dekat dengan kolam renang.Jemari Kun mulai menelusuri buku tebal di hadapanku, membaca soal disana dengan seksama,
"jadi soal yang ini jawabannya ada di buku cetak satunya lagi, kamu bawa kesini gak?""Pantesan aku cari dibuku ini sampe jungkir balik jawabannya masih gak ada," cibirku kesal karena sejak tadi tidak menemukan jawaban dari nomor tersebut.
Padahal aku sudah mencarinya lebih dari setengah jam.Kun terkekeh memandangi wajahku, memangnya kenapa sih?!
Apa ada yang salah? Perasaan aku pakai pakaian yang normal dan tidak lucu sama sekali."Gitu dong, pake aku-kamu enak banget dengernya," godanya kemudian membuatku tersadar akan ucapanku barusan.
Ya ampun! Pipiku kontan terasa memanas menyadari kebodohanku sendiri. Bisa-bisanya aku keceplosan begitu, haduh..."Udah ah bantuin aku kerjain PR-nya buruan biar cepet selesai 'kan kamu tadi udah nawarin bantuan," kudorong pelan bahu kokoh milik Kun hingga ia sedikit terhuyung ke belakang.
"Kamu tuh harusnya belajar yang bener," komentar Kun dengan mimik muka lebih serius.
"Emangnya kenapa? 'Kan gak diatur dalam undang-undang," sahutku ngawur.
"Ya harus dong, Ibu dari anak-anak aku harus pintar. Jadi kamu harus belajar yang benar," Kun mencolek hidungku dan sialnya malah membuat jantungku berdisko!
Oke.
Kurasa kalian benar, Qian Kun memang sangat meresahkan.•••
Ayo belajar yang bener ya kalian! Xixi~
KAMU SEDANG MEMBACA
Litani ; Qian Kun
FanfictionKarena sebuah kesialan yang tidak dimaui, aku dan dia jadi terikat dalam sebuah hubungan rumit. cr. Sartika Ayu Wulandari / 2021.