Hari sudah kembali berganti, akhir pekan telah berakhir —itu artinya aku harus kembali ke neraka yang disebut dengan sebutan sekolah.
Aku menghela napas, malas untuk sekedar bangkit dari tempat tidurku, tapi bisa mati aku kalau berani bolos sekali lagi.
Aku tidak mau kartu sumber uang belanjaku di gunting lagi oleh Ayah, itu mengerikan!Setelah mengumpulkan kesadaran serta tekad untuk berangkat ke sekolah, aku bangun dari posisi rebahan lantas merapikan tempat tidurku yang sudah acak-acakan tidak karuan.
"Byun Ryuna! Cepat bangun, ini sudah siang!"
Kan. Aku bilang juga apa.
Ayah menggunakan high note pamungkas miliknya untuk menyerukan namaku dari dapur.
Kadang aku suka heran, bagaimana bisa pita suara Ayah tetap baik-baik saja setelah berteriak sebegitu kencangnya nyaris setiap hari.
Hah, sepertinya hanya Tuhan dan Ayah yang tahu.Aku mencebik, cepat-cepat beringsut menuju kamar mandi guna mencegah teriakan memekakan telinga yang bisa saja Ayah keluarkan lagi jika aku tak kunjung menemuinya.
"Iya, aku mandi dulu!" pekikku, membalas seruan Ayah di bawah sana.
Begitulah keseharianku dan Ayah.
Saling meneriaki satu sama lain sebagai bentuk kasih sayang —tentunya tidak ada media yang tahu mengenai hal ini. Biasalah, aib keluarga!
Dengan langkah ogah-ogahan, aku menapaki tangga menuju kelas sendirian.
Sekolah masih cukup sepi mengingat aku memang datang sedikit awal hari ini karena berangkat bersama Ayah. Entah ada apa dengan beliau, dia kelihatan begitu bersemangat menyuruhku ke sekolah hari ini agak lain dari biasanya."Selamat pagi, Sayang!"
Belum aku menapaki puncak tangga, indera pendengaranku sudah di kagetkan oleh sebuah kalimat yang mengandung kadar gula tinggi melebihi cokelat ataupun es krim.
Aku hanya bisa mencebik untuk membalasnya, masih terlalu pagi untuk emosi."Hey, kamu mau kemana pacarku?" Kun cengengesan, mengejar langkahku yang sedikit berlari berupaya menjauhi lekaki berlesung pipi tersebut. Oh, lihatlah, dia sangat tidak baik untuk kesehatan jantungku!
"Mau ke kelas! Sana! Jangan ngintilin gue!" pekikku dalam rangka berusaha menghalau seorang Qian Kun agar tidak mengekoriku terus.
Bukannya berhenti sesuai harapanku, Kun malah meraih pergelangan tangan ringkih milikku, membawanya ke dalam genggaman hangat tangan besar nan halus miliknya.
"Aku anterin biar kamu gak di ambil sama penculik," bisiknya lantas terkekeh tanpa rasa berdosa.
"Kun, ini tuh apa-apaan sih?"
"Gitu dong, panggil pake nama 'kan enak di dengar jangan lu-gue kasar banget tau. Kita ini pacaran loh kamu jangan lupa akan hal itu,"
ucap Kun dengan senyum merekah.Aku salah tingkah, kehabisan stok tanggapan untuk membalas perkataan Kun barusan.
Memang benar aku dan dia pacaran, tapi bukan dalam konteks yang sesungguhnya!
Lihat, betapa memalukannya wajahku yang aku yakini sudah semerah udang rebus ini!Kun mengambil langkah maju, membuat diriku terpojok oleh dirinya dan dinding.
Aku terus melangkah mundur hingga akhirnya aku terpaksa berhenti bergerak karena punggungku telah menyentuh tembok.Ketika aku ingin mengambil langkah ke kiri, dengan sigap tangan kokohnya menutup akses untuk diriku agar dapat lepas dari kungkungannya.
"Jangan kemana-mana," suara Kun terdengar turun beberapa oktaf, merendah dari sebelumnya membuat jantungku berdegup semakin kencang.
"Coba kamu hitung dari satu sampai sepuluh," titahnya kemudian sambil memandangku intens.
Meski bingung, aku tetap mengikuti perintah Kun dan mulai menghitung, "satu,"
"Dua,"
"Tiga,"
"Empat,"
"Lim—"
Hitunganku tiba-tiba di putus sepihak oleh benda lembut serta lembab yang rasanya begitu manis.
Kun mencium bibirku tanpa permisi!Usai mengecup singkat bibirku, Kun menepikan helai rambutku yang terlepas dari ikatannya dengan begitu lembut,
"Tidak ada yang lebih mencintaimu dari pada aku. Ingat itu baik-baik, Sayang."
"Lu kenapa dah? diem-diem bae," tegur Lucas yang baru saja mengambil posisi duduk di hadapanku sepersekian detik lalu.
Lelaki itu menelisik wajahku dengan begitu teliti menggunakan mata bulatnya."Ngeliatin guenya biasa aja elah, ntar lu naksir sama gue jadi makin ribet hidup gue!" sungutku, risih akan tingkah manusia blasteran Kingkong Wakanda tersebut.
Lucas nyengir, "abisnya lu diem bae kayak orang belum ngopi. Mau kopi kagak?"
Aku menggeleng cepat, "gausah, lambung gue lagi rada rewel hari ini."
"Eh tapi, Ryu, pipi lu kenapa merah gitu? Kan biasanya juga lu gak pernah pake blush on ke sekolah," ucap Lucas sambil mendekatkan tubuhnya ke arahku.
Mata besarnya memicing guna menajamkan pengelihatan, memastikan apa yang dia lihat tidaklah salah.Sial.
Aku jadi salah tingkah sendiri karena terus teringat akan ciuman yang di berikan Kun padaku tadi pagi! Lebih sialnya lagi sekarang Lucas juga sudah mencurigai gelagat tidak biasaku, gawat!"Apaan sih, gue mana pernah ke sekolah pake makeup!" sentakku sebal, buru-buru mengambil sikap mundur sebelum Lucas mencurigaiku lebih jauh.
Lucas tergelak kemudian.
Tak lama, dia bangkit dari duduknya, mengambil posisi berdiri tepat di sebelah kiri tubuhku.
Tubuh jangkungnya kemudian merunduk menyamakan tingginya dengan telingaku, "gue liat kok tadi pagi lu ciuman sama Kun di dekat tangga. Maaf ya gue gak sengaja liat bukannya bermaksud ngintip, hehe."Seseorang, siapa pun, tolong selamatkan aku!
Selamat menikmati!
Masih banyak momen uwu yang lagi saya rancang buat book ini, pantengin terus ya hwhw.
Janlup vote komen!
KAMU SEDANG MEMBACA
Litani ; Qian Kun
FanficKarena sebuah kesialan yang tidak dimaui, aku dan dia jadi terikat dalam sebuah hubungan rumit. cr. Sartika Ayu Wulandari / 2021.