Bagian Delapan~rvs

85 12 0
                                    

Sudah revisi💅
Jangan lupa Voment

Selamat menikmati💛😊

-----------------------------------

Ruhy POV

Acara kelulusan telah usai beberapa hari lalu, tepatnya seminggu setelah kejadian 'itu', huft! Sepertinya tidak usah aku ceritakan kembali, karena kalian pasti sudah tahu sendiri.

Jujur, aku belum bisa melupakan si SPJ. Bahkan panggilan sayangku sama dia aja enggak bisa dihilangkan, ternyata benar melupakan lebih sulit daripada mengingat.

Sangat menyebalkan bukan? Terlebih, baru saja aku membuka aplikasi instagram dan pertama yang muncul di beranda adalah postingannya, dirinya dengan 'kebahagiaan' barunya.

Semudah itukah dia melupakanku? Sedangkan aku? Tersiksa disini.

Mengapa akhir-akhir ini kebahagiaan yang sebenarnya tidak pernah berpihak padaku?

Besok, adalah hari dimana aku akan pergi ke pesantren sialan itu.

Aku tak yakin masih hidup disana, tanpa Hp, tanpa Tv, tanpa drama-drama korea kesayanganku.

"Gimana, sudah selesai sayang?" Ku lihat Bapak menghampiriku dan duduk di sebelahku. Aku hanya mengangguk kecil, dan tersenyum samar.

"Tak terasa, putri kecil bapak udah gede dan sekarang bakalan hidup mandiri. Rasanya baru-baru kemarin bapak gendong kamu" ucapnya sambil berkaca-kaca.

Please stop pak! Air matamu, air mata ibu, air mata kakak semuanya adalah kelemahanku. Aku tidak berani menatapnya, yang ku lakukan hanya menunduk, menggigit bibir bawahku, berusaha menenangkan gejolak yang timbul di dada.

Dengan susah, aku menelan salivaku dan menatap bapak yang mengusap air matanya. Aku dan bapak memang tidak sedekat putri-ayah yang lain.

Tapi, melihatnya menangis di depanku sudah sangat cukup membuktikan dia menyayangiku. Ingin rasanya aku memeluknya, dan mengatakan aku menyayanginya. Entah mewarisi sifat siapa, tapi egoku sangat besar, sehingga aku sangat pentang melakukan hal itu.

Aku pun mengambil tangan bapak, dan mengusapnya pelan. "Pak, bapak harus janji bakalan sering jenguk Ruhy ya?" Ucapku pelan, menahan isak.

Bapak hanya tersenyum, mengusap kepalaku lembut dan kemudian beranjak meninggalkanku. Ku lihat punggungnya yang tidak setegak dulu, lalu rambutnya yang hampir semuanya berwarna putih.

"Bu, Pak, Kak, apa aku bisa menjadi lebih baik?" Bisikku pelan

Aku menghempaskan tubuhku diatas ranjang, gejolak yang dari tadi kutahan keluar begitu saja. Dadaku sesak, mataku panas, aku mengepalkan tangan sekuat mungkin. Terisak sepelan yang ku bisa

Tidak mungkinkan aku menangis keras? Bisa-bisa Bapak dan Ibu datang ke kamarku, bertanya mengapa? Lalu aku menjawab aku tidak ingin pergi ke pesantren, dan membuat hati mereka terluka?

Bukankah itu sangat egois?

Tentu saja, meskipun aku tak yakin diriku akan lebih baik disana tapi sekuat tenaga aku menjaga perasaan mereka agar tidak tersakiti.

Lalu.. apakah Sang Pencipta akan membiarkanku dalam dilema ini hingga terus-menerus?

Tapi tunggu! Sang Pencipta? Apa yang aku bicarakan? Seolah-olah aku berharap padanya, sangat tidak tahu malu diriku ini. Selama ini, aku tidak melaksanakan perintahnya lantas aku meminta sesuatu kepadanya?

Apa aku masih ada muka untuk melakukan hal itu?

Bodoh, sangat bodoh. Tapi.. tidak salahnya kan jika aku mencobanya? Semoga Sang Pencipta, mendengarnya dan mengabulkannya.

My Zauji (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang