Bagian Sembilan~rvs

69 14 1
                                    

Sudah revisi💅
Jangan lupa Voment

Selamat menikmati💛😊

-----------------------------------

Ruhy POV

Satu mobil sewaan telah terparkir di depan rumah, Kak Gio dan Bapak sedang sibuk memasukkan semua barangku yang sudah di kemas semalam ke bagasi mobil.

Para tetangga tak tinggal diam, mereka mengelus kepalaku memberi doa dan semangat. Bahkan beberapa dari mereka ada yang memberi uang jajan walaupun tidak besar, tapi itu sangat cukup menambah uang bekal disana.

"Ci!" Teriak Kiaran dan Wilda di kejauhan. Aku menoleh dan melambaikan tangan sambil tersenyum lebar.

"Untung, aja! Gak, telat. Huft!"

"Maaf bikin kalian repot"

"Gak papa elah" jawab Wilda sambil menepuk bahuku, ia memandangku sendu.

"Hati-hati di jalan Ci, semoga selamat sampai tujuan. Fokus! Gak usah mikirin si Kak Ari, gue tahu lo masih kepikiran kan sama dia" tuduh Kiaran di sebelahku, aku tertawa kecil menanggapinya.

"Jangan cengeng, jangan bandel! Awas aja, baru sehari disana lo kabur" tambahnya

Aku berdeham, melihat langit "tergantung" bisikku di telinga mereka

"Gila sih"

"Gak heran, dah biasa"

Aku terkekeh mendengar ketusan mereka, lalu memandang mereka dalam. Rasanya.. sungguh sesak, tapi aku tidak boleh menangis di depan mereka. Tidak. Boleh. Hiks

"Lo tahu nama pesantrennya apa?" Tanya Kiaran menyadarkan lamunanku.

"Gak tahu"

"Yang bener lo?" Aku mengangguk. Emang iya, soalnya aku lupa bertanya ke ibu. Lebih jelasnya, aku kurang peduli sih hehe.

"Ishhh Ci!! Tanya sana sama ibu, ntar kalo gue pengen jenguk lo, gak tahu nama tempatnya, tersesattt"

"Iya.." jawabku malas dan menghampiri ibu

"Bu" panggilku, dan ibu menoleh dengan senyum hangatnya. Aku terpaku sebentar, ahh.. senyuman itu. Mungkin beberapa bulan ke depan, aku gak bisa lihat senyuman itu lagi. Dan itu semakin membuat dadaku panas, ingin menangis. Tahan Ruhy, tahan!

"Nama pesantrennya--"

"Neng Ruhy.. " panggilan salah satu tetanggaku membuat ucapan ibu terpotong, aku menoleh dan tersenyum kecil. "Iya?"

"Yang betah disana ya neng, semoga nanti bisa jadi ustadzah disini." Ucapnya baik, dan aku mengaminkannya. "Ini, sedikit uang jajan buat disana nanti. Maaf ya, engga banyak" bisiknya pelan setelah menaruh uang senilai 50.000 di lenganku.

Aku mengucap banyak terima kasih, dan mencium tangannya. Kemudian Ibu lanjut mengobrol bersamanya.

Setelah menyimpannya di saku, aku pamit permisi untuk menghampiri teman-temanku lagi.

"Gimana?" Tanya Wilda

Untuk beberapa detik aku terdiam, karena tak paham atas pertanyaan Wilda, setelahnya aku menepuk jidat keras.

"Duhh!! Ibu belum ngasih tahu gue, barusan keburu ada tetangga ngajak ngobrol hehe, nanti deh kalian tanya langsung ibu aja ya? Ya??" Aku mencubit pipi mereka bergantian

"Yaah, yauda deh." Aku hanya menggaruk tengkukku yang tidak gatal sambil menyengir

"Btw, lo cantik banget pake hijab ini!" Kiaran mengelilingi tubuhku, menyentuh hijab biru langit yang aku kenakan.

My Zauji (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang