Jika ada satu tempat yang sangat diinginkan Hyera untuk dikunjungi begitu ia tiba di Seoul, tempat itu adalah tempat peristirahatan terakhir ibunya. Pagi-pagi sekali setelah menikmati sarapannya, Hyera pergi ke pusara ibunya untuk menceritakan banyak hal. Tak akan ada jawaban, ia hanya ingin bercerita. Sepuluh tahun adalah waktu yang cukup panjang bagi Hyera untuk kembali merasakan rindu yang mendalam pada orang tua yang telah berjasa selama ia bertumbuh dewasa.
Dengan pakaian serba hitam, Hyera menjinjing tas tangan dan memeluk sebuah buku serta sebuket bunga di tangannya sambil melangkah menuju pusara yang telah sangat ia hapal tepat letaknya.
Wangi bunga yang diletakkan di atas makam menyeruak ke penciuman bersama dengan doa-doa dari permukaan hati paling dalam melalui bibir Hyera yang bergetar. Tak terasa air mata mulai merayap turun melalui pipinya. Namun senyuman ibunya yang terbayang membuat Hyera segera menyeka air mata itu dengan segenap keberaniannya.
"Ibu, aku membaca karya terakhirmu dan itu membuatku rindu."
Seraya membuka halaman buku yang telah lama ia peluk, bibir Hyera mulai menceritakan hari-harinya kepada ibunya yang telah lama tertidur.
"Ibu tahu? Aku akan menulis skenarioku filmku sendiri dan itu adalah film yang diangkat dari karya ibu."
Karena lelah berjongkok, Hyera kemudian mendaratkan tubuhnya hingga terduduk di rerumputan. Ia membiarkan pakaiannya basah terkena embun yang membasahi rumput di pagi hari itu. "Aku sudah membacanya tiga kali, namun entah mengapa selalu ada bayangan ibu di dalam buku itu. Ibu pasti merindukanku, kan?"
Angin musim gugur kembali berembus menerbangkan rambut hitam Hyera hingga bergerak kemana angin membawanya.
Hyera memejamkan mata, menunggu jawaban ibunya. Merasakan semesta yang perlahan-lahan pun terasa hangat merasuki tubuhnya, bagai sebuah pelukan yang nyaman atas jiwanya yang begitu kesepian.
Ibu pasti menjawab "iya".
Jauh di dalam kalbu, Hyera meyakininya. Ia meyakini bahwa ibunya pun sama merindunya.
Seraya membuka halaman demi halaman novel Krisan di Musim Gugur yang ia bawa, Hyera pun kembali bercerita. Semua yang dibacanya, dari permulaan hingga bagian akhir cerita. Hyera menceritakan semua yang dibaca seolah seseorang sedang mendengarkannya dengan jenak.
Hyera bercerita apa yang disukainya dalam karya ibunya. Bahwa gaya bahasa ibunya sungguh menggetarkan jiwanya. Membuatnya berdecak kagum selama membaca serta membuatnya hanyut dalam suasana fiksi yang coba dibangun ibunya dalam novel yang dibacanya.
"Aku mulai tidak percaya diri ketika membaca gaya bahasa yang digunakan oleh ibu dalam menulis novel ini. Bagaimana aku bisa menyamai level ibu? Itu sepertinya tidak mungkin."
Hyera pun mengungkapkan segala perasaan yang dipunyainya terhadap Hong Minho, sang karakter utama dalam novel itu.
"Apa akan masuk akal kalau aku mulai jatuh cinta kepada Hong Minho? Sungguh dia itu mendekati idamanku!"
Hong Minho yang memiliki mata jernih nan misterius telah membuat Hyera terhanyut dalam adegan demi adegan yang ditulis oleh ibunya sendiri itu.
"Hong Minho itu, dia mengingatkanku pada seseorang, ibu..."
Dan bayangan-bayangan orang itu berkelebat dalam benak Hyera walau hanya sesaat. Tatapan matanya, senyuman lembutnya, dan pelukan hangatnya itu. Hyera mengingat segalanya meski mungkin sekarang semua tak lagi sama. Sebab keadaan sepertinya telah berubah seperti mudahnya membalikkan telapak tangan. Sesungguhnya itu membuatnya menderita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Clockwork
ChickLitGo Hyera kembali ke Seoul setelah sepuluh tahun. Ia kembali untuk beristirahat, berlibur, dan menemui dua sahabatnya semasa muda. Namun setibanya di sana, ia melihat kenyataan yang sulit ia percaya. Hubungan dua orang itu tak lagi baik-baik saja. Me...