9 - Usai Petaka

39 12 23
                                    

Sepuluh tahun lalu...

Dengan air mata yang masih deras meluncur dari pelupuk mata, Hyuk berlari-lari di lorong rumah sakit. Ia masih mengenakan setelan lengkap yang seharusnya dikenakannya untuk pernikahannya. Lorong-lorong itu terasa begitu panjang sehingga Hyuk tak segera dapat memijakkan kakinya ke tujuan, padahal kaki-kakinya telah bergetar karena perasaan panik yang menguasai seluruh tubuhnya.

Dalam langkah kakinya yang tergesa-gesa, ia hanya dapat menggaungkan nama Hyera di otaknya. Go Hyera dan lagi-lagi Go Hyera. Padahal gadis itu telah memilih meninggalkannya sendirian di ujung altar.

            Kepala Hyuk berat karena air mata yang tanpa sedikitpun pengampunan masih saja memaksa keluar dari matanya yang kini entah telah seberapa bengkak. Hyuk terus membayangkan hal buruk akan terjadi kepada Hyera sejak telepon masuk satu jam lalu yang diterimanya.

"Kami dari rumah sakit hendak mengabarkan bahwa Nona Go Hyera baru saja mengalami kecelakaan dan kondisinya cukup kritis saat ini."

            Pihak rumah sakit meneleponnya karena menurut mereka nomor Hyuk adalah nomor terakhir yang tertera dalam panggilan keluar di ponsel Hyera.

            Hyuk ingat ia membeku saat menerima telepon itu. Ia tak pernah menyangka panggilan telepon itu akan datang. Dadanya memanas setelah pihak rumah sakit mengakhiri panggilannya. Kakinya lemas namun tekadnya mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia harus berlari sekencang-kencangnya sebelum apapun yang terjadi nantinya membuatnya menyesal.

            Hyuk terus melangkah, di tengah-tengah ramainya lorong rumah sakit penuh dengan orang-orang yang berlalu lalang dan di tengah-tengah kesibukan para petugas medis akan keadaan darurat, ia menguatkan langkahnya. Hyuk mencari dan terus mencari Hyera yang pada akhirnya kemudian ditemukannya sedang terbaring lemah di tempat tidur yang juga telah banyak berlumuran darah di ruang gawat darurat. Kepalanya terbalut perban. Gaun putihnya sebagian berwarna merah darah. Mata Hyera terpejam dan wajahnya penuh luka. Beberapa tenaga medis di sana terlihat sedang mencoba menghentikan pendarahan yang keluar terus menerus dari kepala Hyera. Hyuk hanya bisa menatapnya nanar sambil berusaha menerobos masuk untuk melihatnya.

"Tenanglah, tuan, para tenaga medis sedang mencoba untuk menyelamatkannya!"

            Seorang perawat mencoba menggiring Hyuk ke luar ruang gawat darurat. Sementara itu Hyuk harus menurutinya dengan enggan sambil terus menangis dan memikirkan banyak hal buruk yang mungkin akan membuatnya menyesali segalanya.

            Hyuk berhasil digiring keluar. Tanpa tenaga ia hanya duduk dengan perasaan gelisah di kursi yang telah tersedia di luar ruang gawat darurat. Ia tak dapat menghentikan gerakan kakinya selagi duduk sendirian. Sebentar-sebentar Hyuk memijat keras pelipisnya karena sakit kepala yang dideritanya tak kunjung mereda. Baru lima menit berlalu, namun rasanya ia telah menunggu lama. Tak jarang Hyuk beranjak dari duduknya ketika dokter atau para perawat keluar dari ruang gawat darurat.

Hyuk berteman dengan penantian yang melelahkan sampai tiba-tiba suara yang familiar terdengar oleh telinganya.

"Sedang apa kau di sini, Seo Hyuk?"

            Hyuk mendongakkan kepala, melihat siapa yang berada di sana. Pria itu masih mengenakan setelan jas lengkap disertai dengan mantel panjang mewah yang terbuat dari wol yang terlihat mahal. Wajah tegas itu tak ingin dilihatnya, namun nyatanya pria itu telah berada tepat di depan matanya, melihat semua kekacauan yang dihadapi Hyuk yang sedang menunggu sahabatnya yang mungkin saat ini sedang sekarat.

Diembuskannya napas dalam-dalam, ketika nyatanya ayah Hyuk lah yang memang berdiri di hadapannya kendati ia sama sekali tak meninginkannya.

"Pulang dengan ayah, sekarang!" Perintah Baekho dengan suara beratnya yang tegas.

ClockworkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang