Part 10 - Happy Ride

166 26 15
                                    

Bali, 2008

"Gimana? Mau mama yang bikin atau kamu bisa dandan sendiri?" Tanya Delina dari balik pintu kamar Reyna.
"Dandanin maa.." Jawab Reyna sambil menghapus pelan lipstik yang terlalu tebal di bibirnya.
"Kamu salah urutan, sini mama ajarin dari awal. Cuci muka dulu sana yang bersih." Ujar Delina menahan tawa.

Reyna melewati ruang tengah sambil mengusap-usap wajah menor-nya dengan tisu. Edmund yang sedang melahap sereal sambil membaca buku, tak sengaja melirik lalu tersedak. Reyna menatapnya cuek dan terus berlalu.

Setelah satu jam lebih merias wajah dan menata rambut, Delina menyuruh Reyna memakai gaun dan sepatunya lalu berdiri di depan cermin.
"Cantiknya." Puji Delina. Reyna mengacungkan dua buah jempolnya sambil tersenyum puas menatap pantulan dirinya.
"Ke sana sama siapa Rey? Mau diantar Kak Edmund?"
"Engga ma, nanti dijemput sama temen-temen."
"Jam 11 malam udah di rumah lho ya." Ujar Delina sambil berjalan keluar dari kamar Reyna.
"Siap komandan!"

Reyna melirik jam tangannya. Sudah hampir jam 7 malam. Seharusnya para kurcaci (Chris, Viona, dan Hadi) sudah datang menjemputnya.

Sambil menunggu, ia berjalan keluar dan menuju dapur untuk mengambil segelas air minum. Di dapur, ibunya sedang menyiapkan makan malam. Aroma di ruangan itu wangi semerbak membuat perut Reyna berbunyi. Dia berdiri di samping Edmund yang sedang duduk sambil makan beberapa potong ayam goreng.

"Do you want some?" Tanya Edmund tiba-tiba mengangkat sepotong paha ayam tepat di depan hidung Reyna. Gadis itu terkejut karena daging ayam itu hampir mengenai wajahnya. Ia menatap Edmund dengan tatapan penuh kebencian. Yang ditatap hanya tersenyum manis dan menaikkan kedua alisnya.

"I can't eat that. Nanti make-up nya rusak, dan sebentar lagi udah mau dijemput." Jawab Reyna lesu. Ia duduk di sebelah Edmund. Sambil minum air putih pandangannya tak lepas dari potongan-potongan daging ayam di piring Edmund.

"Open your mouth." Sahut Edmund tiba-tiba sambil memegang sepotong daging ayam berukuran kecil di tangannya. "Trust me, I'm not gonna ruin your lipstick." Sambungnya lagi dengan nada serius. Menyerah oleh rasa lapar, Reyna menurut begitu saja dan membuka mulutnya.
"God, it's delicious..." Ujar Reyna.
"More?" Tanya Edmund. Gadis itu membuka mulutnya lagi untuk suapan berikutnya.

Tanpa disadari, Delina memperhatikan keduanya dengan seksama dari belakang. Sebelum sempat mengucapkan sesuatu, suara klakson mobil di depan rumah mengejutkan ketiganya. Reyna langsung bangkit sambil berkumur. Setelah itu ia mencium pipi Delina.

"Thanks!" Ujar Reyna sambil membetulkan pashmina yang menutupi kedua bahunya, kemudian menepuk punggung Edmund dengan sangat keras. Ia berjalan sambil sesekali menoleh ke belakang, takut Edmund mengejar untuk membalas. Namun Edmund hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala.

"Woyyy kanjeng ratuuu, cantik amat buuu!" Seru Viona dari jendela mobil. Reyna tertawa sebelum naik ke dalam. Sebelum mobil mereka berlalu, ia sempat melihat Edmund mengawasinya dari depan pintu.
Suasana di dalam mobil penuh dengan keriuhan karena ini merupakan kali pertama keempat sahabat itu berkumpul dengan penampilan super formal.

"Udah pada makan belum?" Tanya Reyna iseng.
"Udah dong. Aku barusan makan nasi goreng pete. Takutnya nanti di sana ga bisa langsung makan, keburu lapar." Ujar Viona
"Eike pake tumis terong sambal balado tadi." Celetuk Hadi tak mau kalah.
"Kalo Ai pakai daging sapi cincang bumbu rica-rica." Sahut Chris.

Reyna tertawa sambil menyodorkan beberapa buah permen mint pada teman-temannya. "You guys are so hopeless."

Di luar perkiraan Reyna, ternyata prom tidak terlalu menyenangkan. Justru kegembiraan mereka malam itu seperti diawasi oleh puluhan pasang mata para guru dari belakang. Mereka hanya bercanda dan berdansa seperlunya hingga tak terasa waktu berlalu.

Little Dawn (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang