Judul awal THE SANTRI
Apa jadinya jika seorang Al-Ghazali yang katanya raja jalanan dan urakan masuk pesantren?
Apakah ia bisa menjalaninya atau tak mampu sama sekali?
Penasaran?
Mari kita pantau terus!!!
🚫NO PLAGIAT
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suara riuh kembali mereda setelah waktu habis tiba. Anak-anak TPA berhamburan keluar dari pintu samping ndalem untuk pulang ke rumah masing-masing, demikian dengan Al. Sebelum itu, Ning Nana berhasil mencegahnya.
"Al-Ghazali!" panggil gadis itu datar.
Dengan ogah, cowok itu memutar tubuhnya perlahan, "Ada apa lagi, sih?"
"Ini tentang atensi kamu dalam belajar Al-Qur'an," timpalnya.
Ning Nana menghembuskan nafasnya kasar bersiap untuk mengomel, "Makin hari, cara belajar kamu makin kacau!"
"Baru kali ini, aku ngajar orang dewasa, susah banget diatur kayak kamu. Tahun-tahun lalu, orang yang bahkan gak tau sama sekali apa itu Al-Qur'an, dia bisa lancar hanya dalam sebulan."
"Kamu, udah mau masuk dua bulan masih aja susah diatur. Mana masih iqra empat lagi," tandas Ning Nana berakhir berkacak pinggang.
"Lo nahan gue, cuma mau ngomongin hal yang gak penting ini?" tanya Al sesantai mungkin.
"Justru ini penting, Al-Ghazali! Abah nyuruh aku supaya kamu sampai bisa baca Qur'an dengan baik!"
"Harus banget, ya?"
Ning Nana menggertakkan giginya kesal mendengar ucapan santai Al yang baru saja terucap, " Jangan sok stress belajar, di sini aku yang paling stress ngadepin kamu!" kesal gadis itu hampir seperti orang gila.
"Kalau stress, ngapain ngajarin gue?"
"Kalau bukan karena amanah abah, ogah ngajarin kamu!"
"Berarti kalau gitu, lo gak ikhlas ngajarin gue," ucap Al, berakhir dengan melenggang pergi begitu saja tanpa salam pamit.
Mimik wajah Ning Nana berubah seketika, tubuhnya kaku demikian. Ia merasa bahwa ada benarnya juga ucapan cowok itu. Sepertinya ia salah menasehati Al dengan kata-kata seperti itu.
-----000-----
Sebelum pulang dari ndalem, Al menyadari sosok berjubah hitam di balik pagar pembatas pesantren yang ia yakini bahwa itu adalah seorang pengutit. Maka dari itu Al mempercepat langkahnya untuk ke asrama, padahal ia masih ingin beradu mulut dengan Ning Nana.