fifteen

298 57 4
                                    

Lima tahun yang masih tersimpan pada ingatan. Kasus penculikan dan melibatkan banyak pihak ketika sebuah keluarga polisi manjadi tawanan untuk pertukaran seorang tahanan, anak salah satu petinggi negeri. Kapten Chen harus berpikir cepat. Ia terlihat gusar seraya mondar-mandir pada ruang kantor tempat ia bekerja.

Saat itu, Letnan Liu datang sembari memberikan kabar bahwa pemimpin para polisi meminta mereka untuk bergerak secara hati-hati. Ibu dan juga adik dari Chen Yu, harus selamat tanpa perlu melakukan pertukaran dengan mafia judi sekaligus obat-obatan terlarang yang tertangkap dua hari lalu.

Chen Yu mengusap wajah kasar. Rasa cemas lebih menguasai hingga ia nyaris menerobos semua aturan. Pemuda itu ingin bergegas melakukan pertukaran. Ia berulang kali menelepon sang pimpinan untuk segera memberikan perintah agar Kapten Chen dapat bertindak.

"Kapten Chen, semua pasti akan baik-baik saja." Pada detik berikutnya, sebuah pesan singkat mengalihkan perhatian Chen Yu dari si sahabat yang sedang mencoba memberi ketenangan pada pemuda itu.

Deretan tulisan yang berisikan waktu dan juga tempat pertukaran telah Wang Yibo terima. Pada saat itu, ia hanya mengikuti naluri. Tidak satu kali pun berpikir bahwa semua itu bisa saja sebuah tipuan seperti ucapan Letnan Liu yang sudah pasti tidak Chen Yu hiraukan. Keinginan untuk segera bertemu dengan keluarga, membuat pemuda tersebut melupakan fakta bahwa ia memiliki tugas dan tanggung jawab lebih dari masalah pribadi. Ia benar-benar membutuhkan sebuah jalan keluar untuk saat ini.

"Sial!" Kapten Chen memukul kemudi secara berulang seraya melihat ke arah kaca depan yang memperlihatkan keadaan tahanan pada kursi penumpang ketika lampu merah telah Chen Yu dapati. Perjalanan masih jauh dan lebih parahnya, perwira polisi itu harus terjebak dengan kemacetan lalu lintas. Tiga puluh menit setelah perdebatan sengit dengan sang atasan, akhirnya membuahkan hasil dengan syarat tidak boleh ada kegagalan. Lalu, pemuda pemilik luka di pipi itu mengeluarkan sang tersangka dari tahanan untuk ia bawa dan akan ia serahkan pada si pengirim pesan singkat.

"Hei, tenanglah! Keluargamu akan aman." Sang tahanan tersenyum miring. Ia menatap remeh pada pemuda yang berada di kursi kemudi, lalu menjatuhkan pandangan ke arah luar. Kesunyian menguasai hingga mobil itu melaju kembali, membawa keduanya menuju tempat yang sudah mereka tentukan.

Rumah kosong sederhana dan terkesan kumuh. Ayunan rusak, Rumput dan juga ilalang berdampingan berlomba untuk menjadi yang paling tinggi. Kursi kayu dengan kaki yang sudah patah, cat mengelupas. Lebih parahnya, ibu beserta adik Kapten Chen sedang berada di dalamnya.

"Apa kalian tidak waras? Kalian menyekap keluargaku pada tempat tidak layak sepeti ini?" Kapten Chen mengacungkan pistol pada pemuda di kursi belakang.

"Memangnya mau tempat seperti apa? Istana?" Pemuda itu terbahak dan memukul-mukul jok mobil.

"Dengarkan ini baik-baik, Kapten Chen. Orang-orangku tidak memberi jaminan bahwa keluargamu akan selamat setelah pertukaran ini, bukan?" Pemuda itu menunjuk pelipis seraya menggeleng beberapa kali.

"Dasar bodoh! Polisi macam apa kamu ini?!" Pemuda itu memalingkan wajah.

"Buka pintunya! Aku mau turun!" Kapten Chen menurunkan pistol, lalu ia masukkan pada tempat semula, membuka kunci pada pintu lalu turun dari mobil terlebih dulu. Pemuda itu turun setelahnya dengan tangan masih dalam keadaan terikat.

"Cepat jalan!" Chen Yu menendang kaki belakang pemuda itu dan menyuruhnya agar berjalan lebih dulu.

"Lepaskan dulu borgolnya, Tuan Polisi!" Pemuda itu menoleh ke arah belakang.

"Lalu, melihatmu kabur sambil melambaikan tangan dan berteriak seraya berpamitan? Begitukah?" Chen Yu memukul kepala pemuda itu dengan pistol di genggaman yang baru saja ia ambil dari pengait pada pinggang. Mereka mulai memasuki pekarangan tidak terawat itu, lalu membuka pintu yang sudah pasti tidak terkunci. Sebuah tepuk tangan menjadi penyambut kehadiran kedua pemuda itu. Pria berusia sekitar empat puluh tahun tengah duduk pada sofa panjang dengan beberapa anak buah mengelilingi.

"Periksa mereka?" Anak buah pria paruh baya tersebut mendekat ke arah Chen Yu.

"Kenapa aku juga?" Sang tahanan tampak protes.

"Kamu tidak tahu selicin apa mereka? Bisa saja sebelum membawamu ke sini, ia sudah mempersiapkan semuanya termasuk alat penyadap." Pria paruh baya itu memandang wajah Chen Yu sembari berdecih.

"Omong-omong, adikmu sangat cantik, Kapten Chen." Seketika wajah Chen Yu berubah gelap.

"Jangan coba-coba untuk menyentuhnya!" Suara lantang yang seolah mampu mengisi seluruh ruang kosong pada tempat itu, keluar dari mulut seorang perwira polisi, dan gelak tawa, pun menjadi sebuah jawaban. Bahkan, Chen Yu tidak menyadari jika si tahanan sudah menghilang dari hadapannya. Chen Yu mendekat ke arah pria paruh baya tersebut lalu meletakkan ujung pistol pada leher hingga membuat beberapa orang di sekeliling mereka melakukan hal yang sama.

"Aku hanya mencicipinya sebentar, tidak lebih dari dua jam." Pada hitungan detik, sebuah belati menggores pada pipi Chen Yu hingga membuat pemuda pemilik netra elang itu memekik. Perkelahian tidak terhindarkan. Beberapa luka telah Chen Yu dapatkan hingga seragam polisi itu seketika berubah warna.

"Bangun! Hanya seperti ini kah kemampuan seseorang yang sudah berani menangkap adik kesayanganku?!" Perut Chen Yu terasa ngilu ketika sebuah tinju mendarat dengan cukup kencang. Perwira polisi itu terkekeh, menengadah bersamaan dengan senyum mengejek.

"Habisi keluarganya! Lalu, buang mayatnya ke jurang!" Pria paruh baya itu menyerahkan belati pada salah satu anak buah, mengelap telapak tangan dengan kain kecil, lalu meninggalkan Chen Yu seorang diri. Namun, sebuah ledakan pada mobil dari arah luar, seketika mengalihkan perhatian seluruh penghuni rumah itu, tanpa terkecuali.

"Sial! Ada apa lagi ini sebenarnya?!" Belum sampai pemuda itu melangkah ke luar, beberapa unit mobil dari kepolisian telah mengepung tempat itu seraya mengacungkan beberapa senjata api ke arah para penjahat itu.

"Bagaimana ini bisa terjadi? Kalian sudah memeriksa dengan benar, bukan?!" Pria paruh baya itu menuju ke lantai dua dengan langkah tergesa. Chen Yu berdiri lalu berjalan dengan tertatih sembari mengikuti langkah pria yang sudah lebih dulu mencoba melarikan diri. Sebuah bom waktu telah aktif secara otomatis ketika mesin mobil yang dikendarai Kapten Chen dalam keadaan sudah tidak menyala. Sinyal yang mengirimkan keberadaan perwira polisi tersebut bekerja setelahnya tanpa ada satu penjahat pun yang menyadari.

"Suruh mereka melepaskanku atau aku habisi adik dan juga ibumu!" Belati menempel pada leher Chen Yui. Ibu Kapten Chen sendiri tidak lebih baik. Jejak-jejak air mata terlihat dengan jelas pada pelupuk mata renta kepunyaan Nyonya Chen. Kondisi adik perwira polisi yang terlihat begitu menyedihkan, membuat sang kapten polisi tersebut gelap mata. Ia hampir saja menyerah dan memilih untuk melepas pria tua itu agar adiknya bisa selamat. Namun, suara Chen Yui membuat perhatian Kapten polisi itu, tiba-tiba teralihkan.

"Ge, tetap fokus. Jangan pernah pedulikan kami walaupun itu adalah hal terakhir yang bisa Gege lakukan." Darah segar mengalir dalam hitungan detik dan membuat Chen Yui kehilangan nyawa pada saat itu juga. Tangan pria paruh baya itu tiba-tiba bergetar. Sebuah tinju yang sangat keras yang Chen Yu layangkan, seketika membuat kesadaran penjahat itu menghilang setelahnya.

Nyonya Chen pingsan. Melihat putri satu-satunya kehilangan nyawa dengan cara yang tidak layak, sedikit banyak telah membuat perasaan wanita paruh baya itu terguncang.

Para sampah masyarakat itu telah berhasil diringkus. Namun, menjadi sebuah kegagalan besar untuk Chen Yu ketika ia tidak bisa menyelamatkan salah satu orang yang berarti dalam hidupnya. Nyonya Chen meninggal dua tahun setelahnya karena sakit yang tidak kunjung sembuh.

"Chen Ge, maafkan aku. Maaf, maaf, maaf." Suara lembut dari Cai Ding membuat Chen Yu sedikit terkesiap. Kembali mengingat luka pada masa lalu bukanlah sesuatu yang mudah. Ia harus mati-matian menahan sesak dan juga perih pada hati ketika mengingat seulas senyum di bibir Chen Yui untuk terakhir kali.

"Sudahlah. Aku sudah baik-baik saja sekarang." Kapten Chen mencium pipi gemuk Cai Ding sekilas.

"Aku memiliki kalian dan aku tidak akan membiarkan hal yang sama kembali terulang." Sebuah kecupan lembut menjadi pengiring malam perayaan festival hingga duka itu perlahan menghilang.

TBC.

Cai Ding (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang