Pembuka

1.3K 118 15
                                    

Sejauh apa pun kamu melangkah, kamu akan bertemu dengan banyak orang yang berasal dari tempat yang sama dengan pemuda berparas manis yang sedang membawa tas punggung sambil berlari menuju jalan di ujung gang. Orang Asia yang memesona. Perawakan tinggi, kulit putih, serta hidung mancung, menambah nilai lebih untuk orang-orang seperti mereka.

Pemuda itu termasuk orang yang mudah akrab dengan siapa saja yang baru dia kenal. Sifatnya yang ramah serta murah senyum, menarik perhatian banyak orang di sekitarnya.

"Selamat pagi, Paman Huang!"

Cai Ding, pemuda manis dengan lesung pipi di setiap sisi serta tahi lalat kecil yang melekat di bawah bibir menambah kesan rupawan di wajahnya. Ia baru saja mengucapkan rutinitas selamat pagi untuk orang yang sudah beberapa tahun menjadi tetangga di rumah yang ia tempati.

"A-Ding! Hati-hati, bus itu tidak akan meninggalkanmu, Nak!" Paman Huang sedikit berteriak. Cai Ding berhenti sejenak. Ia tersenyum, melihat Paman Huang dan melambaikan tangan.

"Aku tahu, Paman Huang! Jangan khawatir! Aku tidak akan terjatuh!" Cai Ding berlalu dan meninggalkan gang sempit seraya menuju halte.

Di sinilah ia sekarang, menunggu angkutan umum yang akan mengantar sampai ke depan universitas tempat ia belajar dengan gelar mahasiswa.

"Haiz, aku lelah," Cai Ding mengeluh, berusaha mencari tempat duduk agar bisa mengistirahatkan kaki yang lumayan pegal. Kepalanya menoleh ke sembarang arah. Tidak ada satu pun tempat kosong yang tersisa. Cai Ding mengembuskan napas lelah. Ia menyandarkan bahu di tiang penyangga halte.

"Baiklah, aku akan bersabar lagi." Embusan angin menyentuh rambut depan Cai Ding yang sedikit panjang. Setidaknya, masih ada angin sepoi yang menjadi kipas gratis untuk menyapu peluh di tubuhnya. Jam yang melingkar di tangan menunjuk pukul delapan pagi. Masih ada cukup waktu hingga kelas di mulai.

"Aiya, aku haus." Cai Ding memutar tas punggung yang ia kenakan, mengambil air untuk ia minum. Namun, di detik berikutnya ia justru berteriak. Lagi-lagi ia lupa membawa air minum.

"Yak, aku melupakan botol minumku!" Pemuda manis berponi sebatas alis itu berteriak. Tidak peduli dengan beberapa pasang mata yang memandang heran ke arahnya. Ia mengacak rambut karena kesal.

Namun, tanpa ia sadari, ada sepasang mata yang memperhatikan tingkahnya sejak tadi. Bisa jadi karena terganggu dengan keributan yang tengah Cai Ding buat, mungkin juga karena alasan yang lain. Entahlah.

Lengkung kurva di bibir pemuda yang tengah duduk itu terlihat samar. Netra elangnya menatap tajam Cai Ding nyaris tidak berkedip. Seolah tersihir dengan pemuda manis yang terus saja mengeluh karena botol air minum yang tertinggal.

"Menarik." Pemuda bermata elang itu tersenyum miring.

****

Pagi yang cerah. Angin segar yang membawa harum magnolia tercium hingga menusuk hidung. Awan putih menyebar di setiap penjuru langit biru.

Beberapa mahasiswa tampak sibuk dengan obrolan ataupun candaan. Gedung lima lantai dengan tulisan besar 'Universitas Gusu' menjadi pemandangan pertama yang tertangkap indera penglihatan ketika menapakkan kaki di tempat itu.

"Ada apa dengan wajahmu?" Peng Chuyu melempar botol air minum ke arah Cai Ding. Ia sangat hafal dengan kebiasaan pemuda manis di hadapannya.

"Ah, ini yang aku butuhkan." Cai Ding segera menenggak air minum di botol hingga tersisa setengah.

"Tsk, beruntung tidak sampai lupa memakai celana." Peng Chuyu mempercepat langkah, merasa sebentar lagi akan ada badai yang menyerang.

"Jangan coba-coba kabur, Chuyu!" Cai Ding mengamuk sambil memukul-mukul punggung Chuyu.

TBC.

Up dulu. Alur menyusul. Intinya nulis.
Selamat membaca. Semoga suka.

Cai Ding (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang