Sasuke terpaksa membuka matanya saat gorden kamarnya terbuka lebar dan sinar matahari menyeruak masuk. Badannya berbalik membelakangi jendelanya dan mendapati seseorang yang berdiri dengan celemek merah kotak-kotak.
"Selamat pagi!"
Sasuke mendongak menatap wajah cerah gadis yang sedang tersenyum tipis padanya.
"Apa yang kau lakukan disini?"
"Apa Anda lupa Sasuke-sama? Kesepakatan?"
Sasuke menghela napasnya dengan kasar sambil menutup matanya.
Hinata semakin melebarkan senyumnya. "Anda tidak diperkenankan untuk menolak kehadiran dan perlakuan saya."
Sasuke membalikkan badannya lagi.
"Ah iya! Saya lupa!" Kata Hinata sambil duduk di tepi ranjang, lalu menolehkan kepalanya menghadap wajah Sasuke. "Mulai hari ini sampai kesepakatan habis, izinkan saya untuk berbicara informal dengan Anda karena ini juga seperti simulasi pernikahan, jadi saya ingin membangun hubungan yang hangat dan lebih akrab dengan Anda."
"Terserah."
Hinata terkekeh melihat wajah kesal Sasuke seperti anak kecil yang sedang merajuk.
"Aku menunggumu untuk sarapan, sayang!" Kata Hinata sambil keluar kamar.
Sasuke melongo tak percaya sambil menatap Hinata, lalu bergidik.
"Oh iya! Anda- maksudku Sasuke-kun punya waktu 30 menit untuk berkemas. Kau pasti tidak ingin terlambat ke kantor, kan?" Kata Hinata dari ambang pintu.
Sasuke langsung terduduk dan melihat jam diatas nakas. Dengan gerakan cepat, ia berjalan menuju kamar mandi.
Matanya menatap tak percaya melihat barang di kamar mandinya bertambah dua kali lipat. Jubah mandi yang awalnya hanya ada satu, kini menjadi dua. Isi lemari kaca di wastafel yang awalnya hanya alat cukur milik Sasuke, sudah ditambah dengan berbagai produk perawatan kulit yang ia tak mengerti jenisnya. Kamar mandi itu menjadi terasa penuh, tapi ditata baik dan rapi oleh Hinata.
Sasuke terdiam sejenak untuk menenangkan pikirannya, lalu mulai membersihkan dirinya.
Sedangkan Hinata memilah setelan untuk Sasuke. Setelah memutuskan untuk memilih setelan bewarna abu-abu, ia letakkan setelan jas itu ke tempat tidur. Kemudian, ia memilihkan dasi dengan warna serupa tapi dua tingkat lebih gelap. Ia tersenyum puas dengan pilihannya. Kegiatan ini tidak buruk juga baginya.
Ia berbalik lagi menuju lemari, kemudian menyibukkan diri merapikan isi lemari itu. Menyusun setelan jas dengan mengelompokkannya sesuai warna dan menyusun kembali dasi yang berantakan di laci. Tidak perlu waktu lama untuk mengatur semuanya bagi Hinata. Ia sangat senang dan terbiasa mengorganisir barang-barang seperti itu.
"Kau ingin pindah ke apartemenku? Kenapa banyak sekali barang-barangmu, hah?" Tanya Sasuke kesal.
"Tidak. Hanya berjaga-jaga jika aku menginap disini."
"Kau tidak boleh menginap disini."
"Bagaimana kalau dalam keadaan mendesak?"
"Aku tidak peduli."
"Aku memaksa dan kau harus menerimanya."
Sasuke mendengus kesal. "Aku benar-benar sudah gila karena mau menerima kesepakatan bodohnya."
Hinata terkekeh. "Ini hari pertama, jadi aku maklumi kalau kau belum terbiasa. Sudahlah, cepat berkemas. Aku sudah siapkan bajumu."
"Umurku sudah kepala tiga. Kau tidak perlu mengaturku seperti anak kecil."
"Iya sayang." Kata Hinata sambil tersenyum, lalu melenggang pergi menuju ruang makan.
Setelah selesai berkemas, ia keluar kamar dan mengambil dokumen yang ia kerjakan tadi malam di ruang tengah. Tapi, ia mendapati hanya meja kosong yang bersih.
"Dimana barang-barangku yang ada disini?" Tanya Sasuke sambil menunjuk meja yang letakkan persis di depan tv.
"Aku pindahkan ke laci meja itu." Jawab Hinata. "Tenang saja, aku tidak akan membuang ataupun mengubah susunannya. Hanya sedikit merapikannya."
Sasuke memeriksanya kembali. Setelah memastikan semuanya lengkap, ia masukkan dokumen itu ke tasnya.
"Ayo sarapan!" Ajak Hinata yang sudah duduk di meja makan.
"Aku akan langsung pergi." Kata Sasuke sambil berjalan menuju pintu.
"Aku tahu kau tidak bisa melewatkan sarapan. Bibi Mikoto yang bilang kepadaku. Ayolah! Aku juga siapkan kopi yang sesuai dengan seleramu." Kata Hinata sambil menahan Sasuke.
Sasuke mengalah. Ia memang tidak bisa melewatkan sarapan dan kopi. Saat tinggal sendiri pun ia selalu sarapan dengan minum kopi yang dibeli Sai di kedai kopi dekat kantornya dan meminumnya di ruangannya.
Sasuke menatap Hinata setelah menyeruput kopi hitamnya.
Hinata tersenyum bangga. "Rasanya pas, kan? Aku belajar membuatnya dari bibi Mikoto."
Sasuke tak berkomentar apapun dan kembali menyeruput kopinya, kemudian menghabiskan sepotong roti selai panggang dengan beberapa gigitan.
"Aku selesai." Kata Sasuke sambil bangkit dari duduknya.
"Tunggu." Hinata berlari mengambil kotak bekal di dapur, lalu menyusul Sasuke yang sudah berjalan menuju pintu.
"Apa itu?" Tanya Sasuke sambil menatap tas kecil berbentuk kotak persegi panjang.
"Bekal untukmu. Tidak baik kalau makan di luar terus." Kata Hinata sambil memaksa tangan Sasuke untuk mengambil tas itu.
"Astaga! Yang benar saja?!" Keluh Sasuke. Mau tidak mau ia harus menerima dengan tatapan tak suka pada Hinata. Sedangkan Hinata membalas tatapan itu dengan wajah cerianya.
"Ya, sudah. Aku pergi dulu."
"Tunggu!"
Sasuke mendengus kesal. "Apa lagi?!"
Hinata mendekat ke arah Sasuke, lalu merapikan dasi Sasuke.
Sasuke memutar bola matanya dengan malas. "Haruskah aku mencium keningmu juga? Seperti sepasang suami istri di film-film?"
Hinata tertawa, lalu menepuk pelan pundak Sasuke. "Kalau itu akan kita lakukan saat kita sudah menikah."
***
"Kopimu." Kata Sai sambil meletakkan cup kopi di atas meja kerja Sasuke.
"Aku sudah minum kopi." Jawab Sasuke sambil mengeluarkan dokumen yang ia bawa tadi dari tasnya.
Sai menaikkan alisnya. "Wow! Tumben kau buat kopi di pagi hari."
"Si Hyuuga itu yang membuatnya."
Sai melongo. "Bagaimana bisa?"
"Aku tak ingin membahasnya."
"Bekal itu juga darinya?"
Sasuke mengalihkan tatapannya ke mata Sai. "Jangan bahas tentang dia dan kembali ke ruanganmu. Sekarang."
Sai mengangguk cepat, lalu pergi dengan terburu-buru. Memancing kemarahan Sasuke sangat tidak baik bagi kesehatan mental.
Saat istirahat siang tiba, sebuah pesan masuk dari nomor yang tak dikenal di hp Sasuke
Jangan lupa makan bekal siangmu
Sasuke meletakkan hp nya setelah membaca pesan itu, kemudian membuka kotak bekal yang ia bawa tadi. Sasuke menggeleng heran melihat isi bekalnya. Ada onigiri dengan mata dan bibir yang tersenyum, beberapa potong sosis yang ada matanya, ayam katsu, dan buah stroberi lengkap dengan tusukan bermata bentuk hati.
"Dia pikir aku anak TK?" Gumam Sasuke heran.

KAMU SEDANG MEMBACA
Agreement
Teen FictionDemi mempertahankan eksistensinya di klannya sendiri, Hyuuga Hinata dengan berat hati harus 'menjual diri' pada Uchiha Sasuke. Tapi, sayangnya transaksi tersebut bukanlah hal yang mudah.