11

1.7K 258 23
                                    

"Aku harus pergi sekarang. Maaf aku tak bisa menyiapkan sarapan dan bekal untukmu." Kata Hinata sambil mengambil tasnya.

"Ada apa?" Tanya Sasuke sambil menghampiri Hinata yang sedang menuju pintu.

"Maaf, aku tak bisa menjelaskannya sekarang. Terima kasih telah membiarkanku menginap di tempatmu."

Sasuke menahan Hinata. "Biar aku antar."

Hinata menggeleng. "Tidak perlu. Kau bisa terlambat bekerja."

"Kau selalu memaksaku, sekarang aku ingin memaksamu mengikuti kemauanku."

Hinata menghela napas, lalu tersenyum.

Setelah Sasuke mengambil kunci mobilnya, mereka berdua berjalan menuju tempat mobil Sasuke terparkir. Hinata berjalan terburu-terburu dan tak peduli dengan pandangan aneh orang-orang karena ia masih memakai pakaian yang sama saat ia tidur tadi serta sandal rumahan. Begitu pula dengan Sasuke yang tak berniat mengganti bajunya.

Mobil Sasuke memasuki komplek perumahan mewah Hyuuga, lalu berhenti di depan rumah dengan pagar tinggi bewarna hitam.

"Jangan lupa makan sarapanmu. Kalau tidak sempat, masukkan sup miso nya ke kulkas, jadi kau bisa memanaskannya untuk makan malam." Kata Hinata.

"Jangan lupa kabari aku. Aku menunggu penjelasanmu."

Hinata menatap Sasuke sejenak, lalu keluar dari mobil. Kakinya terburu-buru masuk ke perkarangan rumah Neji.

Neji terkejut melihat Hinata yang berdiri di ambang pintu rumahnya. Hinata memang tidak mengabari Neji ataupun Hanabi kalau ia ingin menemui Neji, apalagi ia sangat terburu-buru tadi.

"Neji-nii tak perlu melakukannya. Bagaimana aku membalasnya?" Kata Hinata dengan nafas sedikit terengah-engah.

Neji menghela napas. "Kau tak perlu berpikir cara untuk membalasnya. Aku selama ini tak bisa berbuat apa-apa saat keluarga kita menyakitimu dengan perilaku mereka. Jadi, aku ingin menembus kesalahanku."

Hinata terdiam dengan mata yang mulai memanas

"Ini juga sebagai bukti bahwa aku ada disisimu. Meskipun mereka atau bahkan ayahmu tak berpihak disisimu, kau masih punya aku."

Hinata meneteskan air matanya. "Tapi kau menjual tanah warisan dari kakekmu..."

Neji menarik Hinata ke pelukannya. "Kolegaku sudah lama ingin membelinya, tapi aku tidak menjualnya karena belum menemukan waktu yang tepat. Sekarang inilah waktu yang tepat untuk menjualnya."

Tangis Hinata semakin pecah. "Bagaimana... aku bisa hidup tanpamu, Neji-nii..."

Neji menepuk-nepuk punggung Hinata pelan untuk menenangkan. "Aku hanya ingin kau bahagia, Hinata. Aku minta padamu untuk jangan lagi menyiksa dirimu."

"Bagaimana dengan orang tuamu? Mereka pasti marah padamu."

"Jangan kau pikirkan. Semuanya akan baik-baik saja."

Neji tak menyangkal bahwa orang tuanya marah hebat padanya, tapi itu tidak ada apa-apanya dibandingkan melihat adik kesayangannya ini terus menderita dan ia tak bisa berbuat apa-apa.

***

Sasuke terus mengecek hpnya. Dibalik wajahnya yang datar dan dingin, ada perasaan gelisah yang mengguncang dirinya. Sai yang duduk disampingnya menyadari kegelisahan Sasuke itu. Ia sudah hapal tingkah Sasuke karena sudah berteman sejak masih di bangku kuliah.

"Kau menunggu telpon dari siapa?" Tanya Sai berbisik. Mereka sedang mendengarkan presentasi terkait laporan perkembangan dari divisi pemasaran, jadi ia berbicara pelan agar tidak ada yang kehilangan fokus gara-gara dirinya.

"Tidak ada." Jawab Sasuke cepat.

Sai mendecak kesal. Ia tahu Sasuke berbohong. Tangannya langsung meraih hp Sasuke.

"Apa yang kau lakukan?" Sasuke memandang kesal Sai. Sedangkan semua orang menatap Sasuke heran. Sasuke langsung menyadari kesalahannya.

"Maaf, silahkan lanjutkan." Kata Sasuke, kemudian semua orang kembali fokus.

"Aku menyita hp mu sementara agar kau fokus dengan presentasinya." Bisik Sai.

Semua orang kembali kehilangan fokusnya saat hp Sasuke bedering memenuhi ruang rapat. Sai terbelalak melihat nama orang yang menelpon Sasuke.

"Calon istri?!" Sai melongo tak percaya.

Sasuke merampas hp nya dari tangannya, lalu keluar ruangan.

"Ada apa?" Tanya Sasuke saat menjawab telponnya. Ia berusaha keras untuk terdengar biasa saja.

"Maaf aku menelponmu di jam kerja. Karena Sasuke-kun menunggu penjelasan dariku, jadi aku berpikir untuk menyampaikannya secepat mungkin. Jadi, apa Sasuke-kun bisa meluangkan waktumu sekarang?"

"Bisa. Kebetulan aku sedang tidak ada pekerjaan yang harus kuselesaikan dengan cepat."

"Baiklah, aku akan ke kantormu. Sampai ketemu disana."

"Hn."

Sasuke menghela napasnya, lalu masuk kembali ke ruang rapat.

"Perhatian semuanya. Saya harus kembali ke ruangan karena ada urusan yang tidak bisa di tunda. Sai-san akan menggantikan saya untuk memimpin rapat ini. Laporan hasil rapat silahkan langsung diberikan ke saya setelah rapat selesai. Terima kasih." Kata Sasuke, lalu berjalan cepat menuju ruangannya. Sedangkan Sai hanya mendengus kesal. Bisa-bisanya Sasuke yang terkenal workholic meninggalkan rapat penting seperti ini.

Sesampainya di ruangan, Sasuke duduk di meja kerjanya, lalu merapikan dasinya. Tak lama kemudian, telpon kantor di ruangannya berbunyi. Sasuke langsung mengangkatnya.

"Maaf menganggu waktunya Sasuke-sama, ada yang ingin bertemu dengan Anda atas nama Hyuuga Hinata."

"Suruh dia masuk ke ruangan saya."

"Baik Sasuke-sama."

Beberapa menit kemudian, Hinata masuk ke ruangan Sasuke dengan wajah cerianya.

"Sepertinya ada kabar baik." Komentar Sasuke melihat wajah ceria Hinata.

Hinata mengangguk cepat, lalu duduk di sofa yang tak jauh dari meja kerja Sasuke. "Benar! Kabar baik untukku dan untukmu juga."

"Baiklah. Sekarang bisa kau jelaskan apa yang terjadi padamu dan kabar baik itu?"

Hinata mengangguk. "Tadi malam sebelum kau menjemputku itu, aku sedang bertengkar dengan adikku dan Neji-nii karena masalah saham itu. Mereka tidak setuju tentang penawaran saham yang kuberikan padamu. Lalu, tanpa sepengetahuanku, ternyata Neji-nii membeli saham," Hinata tersenyum lebar, lalu kembali melanjutkan, "Neji-nii membeli saham atas namaku! Jadi, kabar baik untukku adalah aku berhasil mendapatkan saham yang kubutuhkan itu!"

Sasuke terdiam.

"Kabar baik untukmu adalah kau tidak perlu menikahiku! Kau sudah bebas dariku, Sasuke-kun. Kau senang, kan?"

Sasuke masih terdiam. Ia tidak tahu berkata apa.

Hinata mendecak kesal. "Respon macam apa itu, Sasuke-kun? Kau tak perlu menyembunyikan rasa senangmu. Aku tahu aku memang sangat mengganggumu."

Sasuke mengangguk. "Tentu saja aku senang karena aku sudah bisa kembali ke kehidupanku seperti semula."

Hinata menghela napas. "Jadi, mungkin hari ini terakhir kalinya aku berbicara informal padamu dan memanggilmu dengan 'Sasuke-kun'. Aku anggap kesepakatan kita sudah berakhir. Terkait dengan bibi Mikoto, aku akan menyelesaikannya." 

Sasuke mengangguk pelan tanpa mengeluarkan kata-kata.

"Oh iya! Aku juga meminta izin padamu untuk ke apartemenmu. Aku ingin mengambil barang-barangku."

"Dari dulu kau memang masuk tanpa meminta izin dariku. Kenapa baru sekarang meminta izin?"

Hinata terkekeh pelan. "Maaf. Aku memang agak gila waktu itu. Tapi, sekarang kondisinya sudah berbeda."

AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang