Chapter 09

42 18 7
                                    

- Come Back

°°°

"Jika kau ingin mengubah segala pandangan yang menurutmu salah, maka langkah pertama dan utama adalah belajar untuk mengubah pandangan mu sendiri," ujar lelaki di tengah tanah lapang yang tak jauh dari istana kerajaan. Ia tengah mengajari seorang gadis kecil untuk mengendalikan pembekuan dari elemennya. Gadis di sebelahnya hanya memperhatikan seraya memahami bait perbait yang keluar dari mulut lelaki itu.

"Sama seperti jika kau ingin mengalahkan atau melampaui kekuatan seseorang, maka kau harus bisa mengendalikan emosi jiwa dalam dirimu sendiri," lanjutnya.

Tangannya memegang sebuah tongkat dan diangkatlah benda tersebut ke udara. Beberapa detik kemudian hempasan angin mulai menampar pipi sang gadis, perlahan angin itu menghembus kencang. Netra biru langit itu terpana melihat kekuatan pengendali angin yang dilakukan lelaki di dekatnya.

"Dunia tak akan mengampuni orang-orang lemah. Maka ... jadilah kuat!"

Tamparan halus poninya membuat mata itu terpejam sesaat. Angin malam di dekat balkon asrama menyadarkan gadis bersurai biru langit tersebut akan bayangan masa lalu yang masih teringat jelas dalam ingatannya.

Beberapa jam setelah mereka kembali, kondisi para siswa di akademi masih riuh mendengar kabar kembalinya teman-teman mereka yang diculik the Rächer.

Reonna melangkahkan kakinya ke ruang perawatan Zabriel di lantai 2 gedung asrama. Gadis itu melewati lorong remang-remang menuju kawasan Unit Kesehatan Akademi.

Wushh!!

Hembusan angin terasa menabraknya sesaat. Di lorong yang tak mungkin ada tiupan angin sedikit pun karena tak ada satupun jendela di sini. Reonna menghentikan langkahnya sepersekian detik, kemudian kembali melanjutkan seraya tak mengindahkan hawa tak asing yang baru saja melewatinya.

°°°

"Ini obatmu, cepatlah sembuh agar bisa membantu kami menyelesaikan hukuman," ketus Athallia.

Zabriel mengambil obatnya kasar.
"Tak perlu merawatku hingga sembuh jika hanya untuk menyiksaku kembali," balas Zabriel tak mau kalah.

Dryas bersandar seraya menyilangkan tangannya, menyaksikan dengan tampang heran akan kelakuan kedua sahabatnya. Tapi ia senang, karena mereka masih dikasih kesempatan untuk saling bersapa dan bertengkar kecil.

"Oh iya Dryas, apa yang kau bicarakan dengan Mr. Farrand? Kuperhatikan sejak kembali dari tempat itu kau seperti punya kegelisahan. Sebenarnya ada apa?" Athallia mengajukan pertanyaan yang membuat Dryas mendongakkan kepalanya. Ia pikir ini hanya masalah pribadi yang mungkin tak perlu diketahui oleh teman-temannya.

Kegelisahan di manik toskanya menyulut emosi Athallia yang tak bisa melihat sahabat karibnya merasa sedih dan gelisah. Entah sejak kapan Athallia merasakannya, kepedulian yang begitu mendalam mengisi pertemanan mereka selama 10 tahun lamanya.

Sebelum masuk akademi, Farrand tinggal di desa bagian timur. Di sana lah kebanyakan para keluarga bangsawan Ehrlich tinggal. Athallia dan Dryas sudah berteman sejak kecil. Karena sebelum mengajar di Akademi Wisteria, Farrand dulunya adalah seorang pengajar di desa setempat. Gadis yang usianya satu tahun lebih muda dari Dryas itu sudah menganggap laki-laki tersebut sebagai kakaknya sendiri, atau mungkin lebih dari itu? Ia tak paham sama sekali.

Tapi yang dirinya ketahui bahwa ada sesuatu yang membuat hati kawannya ini gelisah, dan seorang Athallia tak sanggup melihat itu.

"Apa yang membuatmu gelisah?" Sepersekian detik tak ada jawaban, Athallia kembali melontarkan pertanyaan.

The Lysander [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang