Chapter 04

89 29 5
                                    

- The Heirs

°°°

"Sudah ada kabar dari mereka?" tanya Mr. Roxie. Lelaki di hadapannya menggeleng singkat pertanda tak mengetahui jawaban pertanyaan tersebut.

"Permisi pak." Seorang staf memasuki ruangan setelah 3 ketukan terdengar dari pintu ruang pribadi Mr. Roxie. "Mr. Stark memanggil anda bersama para pengurus dewan akademi lainnya," lanjutnya.

Laki-laki berusia kepala 4 dengan manik abu di matanya itu segera melangkahkan kakinya. Pijakan demi pijakan ia arahkan ke ruang dewan akademi. Dewan akademi adalah orang-orang terpilih yang diberi tugas untuk menjaga dan mengurus segala hal di akademi ini. Rata-rata dari mereka memiliki kemampuan luar biasa dalam mengendalikan elemen masing-masing serta sangat mumpuni dalam hal pertarungan.

"Berdasarkan informasi mata-mata yang dikirim Mr. Farrand, orang-orang suruhanku yang mencari mereka sampai sekarang belum mengetahui keberadaan mereka." Jelas Mr. Stark memulai diskusinya di ruang rapat akademi.

"Tapi yang menjadi menarik di sini, ketujuh siswa kita yang diculik adalah 7 siswa yang mempunyai 7 elemen yang berbeda," lanjutnya.

Sang guru pemilik elemen thunder itu memperlihatkan foto serta identitas ketujuh murid. Termasuk diantaranya adalah Azaria, putra dari sang perdana menteri kerajaan yang mampu mengendalikan elemen api. Sampai sekarang ocehan tak berujung dari pihak kerajaan terus diterima para dewan akademi. Mereka diminta bertanggung jawab jika ketujuh siswa itu sampai celaka. Bahkan puluhan kesatria hebat dari kerajaan dikirim untuk menjaga Putri Reonna di sini.

"Dari data tersebut, apakah ada kemungkinan bahwa mereka akan menculik 3 siswa dengan elemen yang tersisa?" Mr. Roxie mengernyitkan dahinya pertanda ia sedang berpikir keras.

"Kalau begitu kemungkinan besar mereka akan membuat kekacauan lagi di sini. Dan targetnya adalah-"

"Nature, light, dan darkness." Perkataan Mr. Stark memotong.

🍂🍂🍂

"Kemana Zabriel? Ia tak bersamamu?" tanya Dryas heran.

Gadis bersurai pirang itu terdiam sejenak. "Aku tidak tau, mungkin Mr.Roxie sedang menghukumnya lagi karena sifat malasnya itu."

Reonna mengunyah makanannya tenang. Ia masih cukup canggung untuk berinteraksi dengan kawan barunya. Sesekali netranya memandang hujan dari balik jendela yang kini berembun dibuatnya. Seluas mata memandang hanya ada kehampaan dalam hidupnya.

"Apa kau suka dengan hujan tuan putri?" tanya Arine tanpa canggung. Sang pemilik retina biru langit itu hanya mengangguk dan tersenyum singkat.

"Aku pikir kau begitu pemalu hingga bicara saja tak sanggup, hahaha." Gelak tawa Arine terhenti setelah senggolan siku Athallia mengenainya cukup keras.

"Eh, maafkan kekonyolannya tuan putri," ujar Athallia menundukkan kepalanya. Putri Reonna tersenyum, kali ini senyumannya itu tak tertahan pertanda akan ketulusannya.

"Aku mohon, panggil saja aku dengan namaku," pintanya.

"Eh- apa boleh?" Pertanyaan Athallia dibalas anggukan yang disertai senyuman oleh Reonna.

Mereka berlima kembali melahap makanannya serta melanjutkan latihan masing-masing.

🍁🍁🍁

Hari berlalu begitu cepat. Malam semakin larut, sementara bulan masih bertengger manis di atas sana. Menghiasi cakrawala yang bertabur bintang. Suara binatang malam pun terdengar riuh saling bersahutan.

The Lysander [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang