▶️ 33

75 5 0
                                    

Happy reading 💞

“Bel?”

Rayan memandang bingung Bella yang sedang menyeret koper dari lantai atas. Perempuan itu terlihat gugup ketika matanya bertemu dengan Rayan. Bella tidak memakai seragam. Dia memakai baju berwarna ungu polos dengan celana biru panjang.

“Kamu mau ke mana?” Rayan langsung berdiri dan mendekati Bella yang berada di anak tangga terakhir. Bella terlihat menghindari Rayan. “Jawab, Bel!”

Rayan terdiam ketika sadar nada suaranya terlalu tinggi.

“Maaf, Kak.” Hanya itu yang mampu Bella ucapkan ketika Rayan menatapnya lekat.

“Kamu mau ke mana?” ulang Rayan, kali ini dengan nada yang lebih rendah. Jemarinya mencengkeram kuat pegangan tangga.

“Aku mau ke rumah Paman di Palembang.”

Rayan menarik napas panjang. “Berapa lama?”

Bella tidak menjawab. Pandangan matanya hanya mengarah pada ubin. Pandangan mata Rayan terlihat marah.

“Bel ... kamu mau pergi berapa lama? Coba, liat Kakak!” Rayan menyentuh dahu Bella dengan lembut. Menatap mata sayu Bella dalam.

“Aku mau pindah, Kak,” ujar Bella setelah mengumpulkan keberanian.

Rayan langsung memundurkan langkahnya. Sementara Bella tidak berani menatap balik Rayan. “Kamu anggap Kakak apa, Bel? Kalau misal Kakak udah nggak ada di rumah pagi ini, kamu pasti udah kabur dari rumah.”

Laki-laki itu mati-matian berusaha menahan amarahnya. Kepalanya seolah ingin meledak. Rayan bersandar pada kulkas. Dia mengumpulkan oksigen sebanyak mungkin. Setelah lebih tenang, Rayan kembali mendekati Bella.

“Kenapa kamu mau pergi?”

“A-aku ma-mau cari suasana baru,” cicit Bella. Keringat dingin sudah memenuhi dahinya.

“Kamu mau melarikan diri, Bel.”

“Nggak kayak gitu, Kak.” Bella terburu-buru berucap. “Bibi abis operasi. Paman udah mau kerja. Kakak juga tahu kalau Paman sama Bibi nggak punya anak. Jadi Bella mau temenin Bibi di Palembang.”

Penjelasan Bella tidak membuat Rayan percaya begitu saja. Sejak kapan Bella dekat dengan mereka, sampai dia ingin pindah ke sana?

“Bella mohon, Kak, Bella mau pergi.” Mata Bella memandang Rayan dengan tatapan memelas.

Beberapa detik Rayan terdiam, sebelum menggeleng tegas. Mungkin dia akan menjadi gila jika Bella lenyap dari pandangannya. Dari kecil dia sudah terbiasa hidup dengan melindungi Bella. Rayan tidak bisa membayangkan jika Bella hilang dari hidupnya.

“Nggak bisa. Kamu nggak akan bisa lepas dari Kakak.”

Mata Bella melebar. “Maksud Kakak?”

“Kakak nggak bisa kalau kamu nggak dalam awasan Kakak. Gimana kalau di sana kamu kenapa-napa? Kakak nggak bisa ada di sana, Bel. Gimana kalau kamu tiba-tiba sakit? Kakak nggak bisa jagain kamu.”

“Aku bukan anak kecil, Kak.” Bella mengeratkan pegangannya pada koper.

Rayan mengembuskan napasnya kuat. “Tetep nggak bisa.”

“Kak ... Bella mohon. Aku mau pindah ke tempat lain. Nemuin siapa diri aku sendiri di sana. Aku bosan, Kak, hidup dalam bayang-bayang pembunuh.”

“Terus, kamu mau ninggalin Kakak di sini sendirian?”

Bella menggeleng kuat. “Nggak.”

“Buktinya kamu udah bawa koper kayak gitu. Kamu juga udah beli tiket?” Pelan, Bella mengangguk. “Bohong kamu, Bel.” Rayan melengos. Laki-laki itu meninggalkan Bella yang tergugu.

Dangerous Man [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang