Sosok laki-laki itu terbangun dari tidurnya. Sinar matahari yang menyorotnya membuat Rayan mengernyit. Seketika rasa pusing mendera. Tangannya memegang kepala dan mengurutnya perlahan.
"Bel, Bella!" panggilnya dengan suara yang serak.
Mata Rayan terbuka sepenuhnya. Warna hitam yang mendominasi kamar tidur memenuhi indera penglihatannya. Rayan baru ingat jika dia yang memaksa Bella untuk sekolah. Dia tidak mau Bella harus bolos karena dirinya. Rayan memaksakan dirinya untuk bangkit. Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit. Rayan meloloskan hembusan napas.
Klek
Rayan menoleh ketika terdengar suara pintu dibuka. Tampak seorang perempuan bertubuh cukup tinggi memasuki kamarnya. Rayan langsung menajamkan matanya ketika menyadari siapa perempuan itu.
"Lo ngapain ke sini? Lo kenapa bisa tahu rumah gue?" tanya Rayan frustrasi pada Yara.
Yara tersenyum lebar. Di tangannya terdapat buah-buahan. "Gue tadi ketemu Bella, terus tanya dimana lo. Eh, Bella semangat ngajak gue ke sini."
Rayan kembali memijit kepalanya. Kehadiran Yara membuat kepalanya semakin berat. "Mending lo pergi sebelum gue ngamuk."
Yara terpaku lama di dekat pintu. Melihat kondisi Rayan yang terluka parah dan menolak kehadirannya membuat hati Yara serasa diiris. Hatinya sangat merindukan laki-laki itu, tapi melihat Rayan sedang kesakitan membuat niatnya terurung. Yara tahu batas yang tidak boleh dia lewati.
"Oke. Gue taruh buahnya di kulkas, ya. Semoga cepat sembuh. Jangan terlalu banyak pikiran." Yara tersenyum sekilas sebelum pergi meninggalkan Rayan.
Rayan mengerjapkan matanya heran. Tumben sekali perempuan itu langsung menuruti kemauannya, biasanya juga memaksanya aneh-aneh.
"Kak, kok, Kak Yara diusir gitu?" Tiba-tiba Bella masuk dengan raut wajah tidak suka. "Ini pertama kalinya ada yang peduli sama kakak, tapi malah diusir kayak gitu."
Bella menaruh bubur di atas meja sebelah ranjang Rayan. Lalu kembali melanjutkan ucapannya. "Bahkan Kak Yara yang beliin bubur. Dia nanyain kondisi Kakak. Dan dengan senang hati aku bawa Kak Yara ke sini."
Rayan memejamkan matanya, dia meredakan emosi yang sebentar lagi mendekati puncak. Dia tidak boleh marah di depan Bella. "Bel, Kakak nggak suka sama Yara. Lain kali, kamu jangan kasih alamat rumah ini ke sembarang orang. Oke?"
Bella menatap kakaknya lekat. Perasaan bersalah sedikit hinggap di hatinya. "Oke, Kak."
"Apa dia tahu kamu adik Kakak?" tanya Rayan sedikit berbisik.
Bella menggelengkan kepalanya. "Enggak. Kakak udah bilang ke aku kalau jangan kasih tahu ke orang lain kalau aku punya Kakak."
"Bagus," ucap Rayan lega. Dia tidak ingin banyak orang mengetahui jika Bella adalah adiknya. Hal itu untuk melindungi Bella dari orang-orang yang tidak suka Rayan. Rayan ingin melindungi adiknya semaksimal mungkin. Bisa saja ada yang menaruh dendam pada Rayan dan akhirnya memilih untuk melukai gadis kesayangannya ini.
**
Yara memerhatikan seisi rumah Rayan dengan saksama. Dia baru mengetahui ternyata laki-laki pujaannya termasuk dari keluarga yang berada. Lantai rumah ini sungguh mengilap, seolah setiap hari dibersihkan dengan saksama. Yara yakin jika guci di sebelahnya bukan sembarangan barang, pasti harganya sangat mahal. Namun sayangnya, Yara merasa rumah ini seakan tidak hidup. Kesunyian seolah ingin melahapnya hidup-hidup.
Yara terus memikirkan bagaimana kehidupan Rayan yang sesungguhnya. Memutuskan untuk mencintai Rayan tidak membuat Yara tahu segalanya tentang laki-laki ini. Buktinya, dia baru mengetahui letak rumah Rayan setelah mendekatinya hampir dua tahun. Bella saja mengetahuinya, bahkan memegang kunci rumah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Man [End]
Teen FictionRayan merasa hidupnya hancur total. Ibunya telah meninggal saat dia masih kecil, ayahnya tidak pernah memerhatikannya, dan dia harus menjadi pelindung bagi adiknya. Rayan ragu jika suatu hari dia akan menemukan kebahagiaan. Sampai dia bertemu dengan...