PERINGATAN!!
Apabila ada kesamaan dalam nama tempat dan tokoh itu hanyalah kebetulan semata, tidak bermaksud menyingung pihak manapun.
HAPPY READING ...
-Flashback On-
Dengan tanganku yang pendek ini dan sedikit bantuan dari tangga kecil, aku mengitip isi lemari atas dapur, tempatku untuk menyimpan makanan. Namun, Ketiadaan waktu untuk berbelanja bulanan menyebabkan isi dari lemari, hanya ada beberapa ramyeon dan indomie. Mie dipagi hari? Sungguh ini bukanlah ide bagus walaupun aku tidak mempermasalahkannya tetapi tetap saja ini tidak baik.
Rasa terpaksa walau senang kurasakan ketika aku memutuskan untuk memasaknya. Dan tidak lupa juga untuk menambahkan telur, sayuran dan sosis yang disimpan dalam mesin pendingin. Aku hanya perlu berharap bila tidak ada satu orangpun yang melihat ini, hihihihi ...
Deringan kencang ponsel hampir saja membuat panci ditanganku terjatuh, dan jantungku juga ikut berdegup cepat. Sedikit ketakutan menghampiriku, mencoba menebak siapa orang dibalik deringan itu.
Mengingat apa yang sedang aku lakukan, bisa saja dia adalah staff yang melihatku atau hayoung eonni yang mengawasiku di suatu tempat. Tetapi ketika aku meraih dan melihatnya aku merasa lega karena nama yang tertera adalah orang yang akhir-akhir ini sering menghubungiku, yaitu maungnya seventeen.
"yeoboseyo? Hoshi oppa ada apa?"
"kau! Kenapa kau tidak membalas teleponku sejak semalam dan malah menghubungi pria ini? kau tidak bisa menghindariku begitu saja setelah apa yang terjadi!" Bentakkan itu, pastilah bukan Hoshi oppa melainkan milik seorang komposer dan idol yang tidak lagi dekat denganku, maybe. "apalagi kau menghubunginya untuk mengetahui kegiatan tentang diriku. Apa sulitnya untuk langsung menghubungiku? Dan jangan hanya membaca pesanku!"
Jujur saja aku terkejut kala ia membentakku, dan baru akan membalas, lelaki itu sudah melanjutkan lagi perkataanya dan tidak memberikanku ruang untuk menjawab sejuta pertanyaannya. Dia tidak ada henti-henti berbicara yang aku jelas sekali aku tau maksudnya. "S.Coups menyuruh kita untuk lebih berhati-hati bukan saling menghindar satu sama lain. Bahkan kau tau itu! Aku sudah berusaha keras untuk menghubungimu!" ucapannya terhenti dengan napas yang mengebu-gebu.
Terdiam sebentar, memastikan ia tidak lagi ingin berbicara. "apa oppa sudah selesai? Jadi, mengapa oppa menelpon menggunakan ponsel Hoshi oppa? Hanya untuk mengomeliku? Akhiri saja aku tidak ingin dengar." Air yang mendidih aku matikan sebentar agar terfokus pada panggilan telpon itu.
"maaf, aku tidak bermaksud begitu. Aku menelponmu memakai ponsel dia karena aku tahu kamu tidak akan mengangkatnya sama sekali. Dan alasanku menelpon karena ingin bertanya, kenapa kamu menuruti permintaan Jeonghan hyung yang tidak masuk akal itu, apa yang kau coba lakukan? Untuk mengambil hatinya?"
Ahh ... sepertinya aku menyadari kesalahanku. "kalau kau berpikir seperti itu, hentikan sekarang juga. Sudah aku katakan padamu malam itu, jika Jeonghan hyung adalah urusanku, biar aku saja yang mengurusnya kau tid—"
"tapi aku tidak bisa begitu! Aku hanya perlu membuktikan kalau aku bisa dipercaya olehnya, bukan? Jika aku hanya diam dan tidak melakukan apapun, tidak akan ada yang berubah, tidak sama sekali." Aku tidak habis pikir tentang isi kepalanya, kenapa ia bisa seenaknya memutuskan.
Ia menghela napas kasar. "Nada-ya, sekali lagi aku katakan, Jeonghan hyung tidak memiliki kemarahan terhadapmu. Jeonghan hyung telah bersamaku bertahun-tahun lamanya, aku tahu bagaimana dirinya. Kau tidak perlu menyusahkan dirimu hanya karenannya." Ia lembutkan suaranya dan bertindak seperti ia pada biasanya, mencoba memberikan pengertian kepadaku.
Tetapi aku malah merasa tersinggung karena ucapannya yang seakan memgejekku secara tidak langsung. "apa aku terlihat begitu mudah untuk di permainkan?" lirihku dengan sendu, ucapan yang seperti meremehkanku membuat sakit dihatiku. "apa aku salah karena menginginkan Jeonghan hyung untuk dekat denganku juga dan lagi hubungan ini bukan hanya tentang dirimu saja oppa tetapi juga tentang diriku, jadi aku berhak melakukannya dan mendapat kepercayaannya."
Lagi-lagi ia menghebuskan napas yang bisa terdengar dari sambungan telponnya. "tapi dia bukanlah orang yang bisa kamu hadapi."
"oppa, jebal. Dia bukanlah hantu yang perlu untuk aku takuti, karena aku tau Jeonghan oppa bukan orang yang jahat seperti yang ia lakukan untuk kebutuhan siaran. Tidak bisakah oppa percaya padaku dan tidak meremehkan diriku," mohonku padanya. Aku tidak tau lagi dengan cara apa aku bisa meyakinkan dirinya agar aku bisa melakukan sesuatu dan menghentikan kesalahpahaman kemarin.
"tapi –"
"oppa," potongku dengan Nada memohon. Tak ada jawaban lagi darinya,
Dia terdiam hingga beberapa saat sampai aku memanggilnya lagi dengan cara yang sama tetapi lebih menuntut jawaban dari mulutnya. "baiklah-baiklah, tetapi jika dia meminta hal lain jangan berikan semudah itu. Ingat itu!"
Aku bergidik mendegar acaman menakutkan itu. "baik , oppa."
Percakapan itu terus berlanjut hingga aku menyelesaikan sarapan. Hari itu aku tidak memiliki firasat apa yang akan terjadi setelahnya. Apa aku menyesal atau bersyukur atas izin yang telah diberikan olehnya. Semua itu berada di tangan Jeonghan oppa tetapi tenang saja, aku cukup percaya diri akannya.
-Flashback Off-
-interview-
"hoshi oppa selalu memanerkan kegiatan kalian berdua selama 24 jam. Tidak hanya sekali bahkan berkali-kali dalam sehari. Seperti mengirim foto sedang makan, menemani kerja di studio, atau waktu jalan-jalan menuju café. Aku benar-benar iri karena hoshi oppa bisa 24 jam bersama oppa," ujarku yang seperti protes. Sedangkan woozi oppa tertawa kencang seraya bertepuk tangan mendengar celotehanku yang menurutnya lucu itu.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Idol and I (Lee JiHoon) ✅
Fanfictionsebuah cerita bersetting flashback dari Interview yang direkam untuk konten di channel Yt. cerita berfokus pada interview yang mereka lakukan. Dan memiliki dua sudut pandang sesuai yang tertera pada judul Part. kisah ini menceritakan sepasang kekasi...