"Setiap orang memiliki rahasia duka yang tidak diketahui dunia; dan sering kali kita menyebut mereka dingin, padahal dia hanya sedih." - Henry Wadsworth LongfellowHari ini adalah hari pertama aku masuk sekolah setelah liburan semester. Ah ralat, aku sama sekali tak merasakan apa itu liburan. Seperti perintah Bunda, liburan semesterku kuhabiskan untuk belajar, belajar dari pagi sampai malam sesuai keinginannya.
Berkali-kali Ken datang kerumahku untuk meminta izin pada Bunda membawaku keluar, tapi tentunya Bunda tak pernah mengizinkan satu kalipun dari semua ajakan Ken. Bunda bilang ini hukuman untukku.
Aku bahkan sempat drop beberapa hari dengan hidungku yang terus mengeluarkan darah, dokter bilang aku kecapen. Iya, aku capek belajar. Aku muak dengan segala hal tentang belajar.
Sakitku itu hanya membuat Bunda mengizinkanku istirahat sebentar dari belajar, hari berikutnya ketika Bunda melihatku lebih baikkan, wajah-wajah yang tidak kusuka kembali berdatangan kerumah. Guru les panggilan bunda.
"Aila, pagi banget datangnya. Gue kangen tau."
Aku yang tengah membaca buku menoleh mendapati Usha, temanku sejak SMP sudah duduk disamping kursiku.
"Iya, kamu juga tumben pagi. Biasanyakan lima menit lagi bel baru sampai." Kataku menyindir kebiasaan Usha.
"Heh gue tuh mau jadi anak rajin diawal semester dua. Oh iya Ai, hp lo kok ga bisa dihubungin selama liburan kemaren. Gue tuh mau ngajak lo jalan, pasti dibolehin dong sama nyokap lo karena libur. Tapi gue samper kerumah lo kok katanya lo gak ada dirumah sih."
Aku tersenyum miris, padahal selama liburan kemaren aku sama sekali tak keluar rumah. Hp ku disimpan oleh Bunda, dia tak membiarkan aku menggunaannya.
"Aku belajar Sha, kena hukum Bunda karena peringkat dua."
Kulihat wajah Usha nampak tak senang, dia selalu marah setiap tahu perilaku Bunda yang menurutnya berlebihan padaku.
"Ish bener-bener, berarti selama libur kemaren lo belajar terus?" Tanya Usha tak percaya.
Aku mengangguk mengiyakan.
"Astagaa Aliaaa, pasti capek banget ya?"
Usha memelukku, mengelus pelan pundakku. "Kasian banget Alia gue," ucapnya dengan wajah sedih.
Aku senang memiliki Usha sebagai temanku, dia baik walau ucapannya terkadang terdengar semaunya.
Usha tetap berteman denganku meski aku selalu tak bisa setiap dia mengajakku menemaninya jalan, Usha mengerti tentang diriku. Aku hanya bertemu Usha disekolah, sangat jarang aku bisa pergi bermain dengan Usha diluar sekolah. Tapi, Usha tetap menjadi temanku.
***
Sekarang pelajaran olahraga, aku membenci olahraga karena aku tidak suka panas. Wajahku rasanya sudah seperti kepiting rebus sekarang, merah. Usha menarik lenganku, membuat aku lebih pelan berlari beriringan dengan Usha.
"Aila gue capek, liat nih keringetan banget." Kata Usha dengan wajah lelahnya.
"Aku juga Sha, satu puteran lagi."
Aku melanjutkan berlari dengan Usha menyelesaikan tugas lari mengelilingi lapangan.
"Sekarang istirahat dulu, kaki nya dilurusin. Nanti Bapak kembali lagi, kita mulai masuk materinya ya."
Setelah guru olahraga itu meninggalkan lapangan, aku cepat-cepat mencari tempat teduh untuk istirahat dengan Usha.
"Eh Ai, liat deh." Usha menunjuk satu lelaki dari kelas kami yang tengah berbincang dengan teman disebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaliasa
Teen FictionTerima kasih telah membuka profil cerita ini Ratu Kaliasa Arthawa "Aku hanya ingin merasakan rasanya bersenang-senang dengan teman tanpa memikirkan kedua orangtuaku yang akan terus membisingkan hpku ketika aku telat pulang beberapa menit saja. Aku i...