Chapter 19 : The Fitzpatrick's Family

5 0 0
                                    

#19 The Fitzpatrick's Family

Rolfie dan Julia kembali menikmati jalan-jalan mereka setelah Azure membawa Simon pergi dengan percakapan mereka. Malam semakin larut dan para pengunjung semakin ramai alih-alih berkurang. Tengah kota terasa lebih hidup dari pada malam lainnya. “Aku tidak menyangka kalau prajurit merah itu adalah teman dekat Azure.”

“Iya. Pada akhirnya dunia itu sempit. Aku terkejut ketika dia mengaku bahwa aku adalah temannya. Padahal hubungan kita tidak sedekat itu. Apakah semua penyihir sehebat dirimu? Dapat melakukan sihir apa pun sepertimu?” Rolfie menyamakan langkah kakinya dengan Julia. mereka berdua berjalan menuju pohon natal raksasa yang menjadi pusat perhatian di malam natal itu.

“Yah, Azure adalah pria baik meski dia sering iseng. Mungkin karena dia kesepian. Aku tidak tahu banyak tentangnya. Yang aku tahu hanya bahwa dia adalah seorang penyihir jenius yang mendapatkan peringkat pertama di tahun angkatannya. Tapi aku tidak sehebat itu dibandingkan Azure dan semua penyihir tidak sehebat aku atau sama sepertiku.”

“Apa maksudnya?”

Julia memutar-mutar tusukan pada bola takoyakinya ke atas. “Rata-rata penyihir hebat adalah penyihir yang diterima di akademi Clennoix. Pemilihan muridnya berdasarkan ramalan dan dari pengaruh suatu keluarga. Seperti ramalan itu menyebutkan nama Azure dari keluarga Archell untuk menjadi murid di akademi tahun ini dan Julia dari keluarga Amethysius karena dia adalah anak dari seorang penyihir terkemuka. Namun setelah memasuki akademi, penyihir akan disaring lagi ke beberapa kelas sesuai dengan tingkat kemampuan mereka. Dari kelas akselerasi sepertiku dan kelas mutiara, kelas topas, kelas emeral, dan yang lainnya. Lahirnya penyihir-penyihir hebat adalah dari kelas akselerasi karena kelas itulah yang mendapatkan sidang skripsi untuk kelulusannya. Sidang skripsinya pun disiapkan dari tahun pertama yaitu umur 16 tahun. Penyihir yang melakukan sidang skripsi akan memperbarui sihir lama atau menemukan sihir baru.”

“Jika begitu ceritanya, kemana sekolahnya penyihir lain yang tidak diterima disana? Meski tidak diterima, mereka pasti seorang penyihir dan tetap memiliki sihir, kan. Lalu bagaimana nasibnya penyihir yang tidak masuk ke kelas akselerasi? Bukankah itu diskriminasi jika hanya mementingkan kelas akselerasi saja?”

“Masih ada sekolah lain yang lebih fokus ke pendidikan dan sihir sebagai sampingan. Memang, semua penyihir tetap memiliki mana selama rambut mereka tidak berwarna hitam. Tapi penyihir biasa tidak memiliki banyak mana seperti yang menjadi standar akademi.” Julia mengeluarkan batu ametisnya yang berukuran setelapak tangannya. “Ukuran mana terlihat dari ukuran batu hatinya. Semakin besar mana yang dimiliki, semakin besar ukuran batu Srce miliknya.”

Rolfie terkejut dengan batu berkilau yang Julia pegang. “Jadi ukuran batu mereka kecil? Sekecil apa?”

“Bermacam-macam. Ada yang sekecil air mata, seukuran koin, sebuku jari, dan yang lainnya,” Julia memasukkan kembali batunya ke dalam saku mantelnya. “Lalu nasib penyihir yang tidak masuk ke kelas akselerasi tidak seberapa buruk. Mereka tetap dilatih dengan baik dan belajar dengan materi yang sama dengan kelas akselerasi. Yang membedakan hanya menghadapi sidang skripsi atau tidak. Tapi kelas-kelas seperti itu mendapat hak untuk mempelajari sihir-sihir yang ditemukan oleh penyihir dari akselerasi. Meski ada perbedaan kelas, dua pihak itu selalu akur entah bagaimana caranya. Jadi sebenarnya statusku yang sekarang adalah seorang guru di kelas rubi. Tapi sayang sekali aku mendapat hukuman dan tidak bisa melanjutkan izin mengajarku. Aku iri sekali dengan yang lainnya. Sekuat apa pun aku berusaha, aku lulus dari akademi dengan peringkat kedua. Bahkan setelah lulus pun aku malah terkena hukuman seperti ini. Kedua orang tuaku pasti kecewa di alam sana.”

Rolfie bersimpati. “Jangan murung begitu. Kau tidak bisa berpikir begitu tentang kedua orang tuamu. Mereka berdua pasti mensyukuri apa yang kau dapatkan juga apa yang kau raih dengan usahamu selama ini. Tidak ada orang tua yang tidak ingin kebaikan untuk anak mereka. Begitu pula dengan orang tuaku. Meski aku tidak tinggal serumah dengan mereka, mereka pasti tengah mendoakan yang terbaik untukku sekarang ini dan juga untuk ke depannya.”

The Doll in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang