Chapter 22 : His Ex-Sexy Boss

13 0 0
                                    

#22 His Ex-Sexy Boss

Salju meleleh di tempat mereka hinggap. Dedaunan menjatuhkan tetesan air yang terasa dingin apabila menjatuhi kepala. Dunia kembali muncul dengan warna mereka. Bunga-bunga akan bermekaran dengan warna indah mereka juga aroma mereka. Hawa dingin mulai terasa hangat dan tawa-tawa dari anak-anak yang tengah bermain akan terdengar. Jalanan basah dan ramai dengan kendaraan beroda empat. Orang-orang mulai melepaskan mantel mereka yang tebal di musim dingin dan menggantinya dengan pakaian yang biasanya mereka kenakan sehari-hari yang lebih tipis dari sebelumnya ketika mereka akan pergi keluar. Suara burung-burung berkicauan terdengar ketika tengah memandikan badan mereka di sebuah kolam di depan sebuah katedral berbata merah.

Menjelang siang hari, terik matahari mulai terasa lebih panas daripada saat pagi. Di jam sekarang, orang-orang tengah sibuk dengan kegiatan mereka yang beragam. Sang pemilik toko yang tengah melayani pembelinya, cerobong asap toko roti yang menggambarkan kerja keras mereka dalam pemanggangan roti terbaik mereka, aroma roti Perancis tercium manis oleh para pejalan kaki, dan pekerja toko bunga yang tengah menata bunga-bunga mereka yang cantik dan harum. Pertokoan ini tidak pernah tidak ramai. Begitu juga dengan restoran O'Larrent yang dipenuhi pelanggan yang akan menikmati makan siang mereka. Rolfie yang telah berjalan cukup jauh dari universitasnya, memasuki restoran tempat kerjanya. Ia akan membuat perubahan pada jam kerjanya kepada Brandon.

Suara bel berdenting terdengar ketika Rolfie memasuki restoran tersebut. Ketika mata salah seorang pelanggan bertemu dengan matanya, Rolfie mengulas senyum sopan sebab pelanggan tersebut juga mengenalnya sebagai pekerja di restoran ini. Ia tidak melihat Brandon di balik meja pelayanan pesanan. Ia hanya mendapati Scott tengah berjaga di balik meja tersebut dengan majalah tentang tanaman di tangannya. Ia segera menghampiri salah satu rekan kerja dengan rambut cepak yang tersisir ke belakang seperti syarat model rambut laki-laki yang bekerja di restoran ini. "Hei, bosan berjaga, bro? Tahu Brandon, gak?"

Scott segera menurunkan majalahnya ke bawah meja dan memfokuskan pandangannya untuk melihat wajah Rolfie. Scott segera mengulas senyum akrab. "Dia agak lelah, Rolf. Dia sedang beristirahat di kamar kecilnya. Mungkin sedang membaca majalah rahasia yang biasanya ia sembunyikan dibawah ranjang kecilnya." Scott sedikit memelankan suara dan mendekatkan mulutnya ke telinga Rolfie. Scott tersenyum nakal dan Rolfie segera mengerti majalah macam apa yang Scott maksudkan.

Rolfie tersenyum jenaka. Di pikirannya terlintas ide iseng yang ingin ia coba setelah membuka kamar persembunyian Brandon yang ada di dalam ruang ganti karyawan. "Aku tidak sabar untuk mengganggunya."

"Semoga sukses." Scott mengacungkan jempolnya dengan mantap. Sepertinya ia tidak memihak Brandon sedikit pun.

Rolfie mengangguk mantap dan melewati Scott menuju ruang ganti karyawan. Pintu besi tersebut berderit kecil dan ia menutup kembali pintu berwarna biru pucat tersebut. Setelah ia berada di dalam, Rolfie bisa melihat sebuah ruangan yang ketiga sisi dindingnya tertutupi oleh loker besi yang berwarna sama dengan pintu sebelumnya. Ada dua ambang pintu yang mengapit sebuah loker. Ambang pintu dengan pintu kayu berwarna cokelat adalah kamar mandi khusus karyawan atau karyawati yang bekerja di sana. Kamar mandi itu tidak terlalu sempit dan memiliki shower dan toilet duduk di sana.

Ambang pintu yang satunya ditutupi dengan sebuah tirai berwarna hijau kumal yang telah kehilangan warna cantiknya. Di balik tirai kumal tersebut, ada sebuah dapur kecil-kecilan yang biasanya digunakan para karyawan untuk menyiapkan kopi mereka sendiri tanpa perlu diketahui oleh pelanggan mereka jika mereka bolak-balik ruang karyawan ke dapur. Dan di dalam dapur itu ada sebuah pintu lagi yang berisi ruangan kecil yang Brandon gunakan sebagai kamarnya sendiri apabila sewaktu-waktu ia tidak bisa kembali ke rumahnya ketika restorannya sedang sibuk-sibuknya. Brandon dipasrahi restoran ini semenjak lulus dari sekolah menengah atas karena orang tuanya menjalankan bisnis lain di kota sebelah.

The Doll in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang