Chapter 4 : The Black Witch

9 0 0
                                    

#4 The Black Witch

Matahari telah tenggelam. Warna jingga senja telah berganti menjadi gelapnya malam berbintang yang ditemani bulan cembung terang. Angin di luar berhembus dan menerbangkan gorden pada jendela yang ada di depan meja belajar kecil berwarna merah muda. Di atas meja belajar tersebut, tertumpuk buku tematik sekolah dasar yang terbuka secara berantakan. Namun rak yang berada di sebelah lemari yang ada tepat di sebelah meja dan menempel tembok tersebut, berjajarkan boneka-boneka yang rapi dan tak memiliki lecet sama sekali karena kepedulian pemilik boneka-boneka tersebut. Ada satu boneka porselen perempuan yang tergeletak di atas kasur dengan seprai bermotif bunga sakura. Tetapi Julia, si boneka tersebut, telah berubah menjadi wujudnya yang sebenarnya dan tengah termenung di tempatnya. Tidak ada seorang pun di kamar bernuansa merah muda dengan boneka tersebut, selain Julia sendiri.

Pada gorden yang berkibar itu, Julia memandang. "Pemilik kamar ini memiliki penyakit akut dan sekarang tidak ada karena sedang melakukan pemeriksaan. Sebenarnya, siapa pemilik kamar bersih ini?" Ia sedikit tersentuh ketika melihat jajaran boneka yang masih bagus dan apik.

Usai pulang ke rumah dan mendapatkan telepon dari orang tuanya mengenai kabar adiknya di rumah sakit, Julia mendengar isi percakapan mereka. Tentang penyakit asma adiknya yang akhir-akhir ini sering kumat. Dari balik ritsleting tas yang Bryant letakkan di samping telepon rumah, Julia dapat melihat kesedihan yang terlukis pada wajah Bryant. Mata sedih yang ada dibalik kacamata minus itu, begitu redup dan melankolis. Pastilah Bryant sangat menyayangi adiknya, pikir Julia dan menimbang-nimbang untuk menetap di rumah ini sebagai boneka untuk Fivy.

Julia menggeleng-gelengkan kepalanya dan membulatkan tekad. "Malam hari adalah waktuku untuk menyelesaikan masalah pribadiku." Gumamnya lalu mengambil sebotol kecil berisi cairan berwarna hijau gelap. Ia menggenggam erat botol kecil tersebut sebelum ia memindahkan tubuhnya ke balkon kamar Rolfie.

Di sana, Julia memandang dari balik pintu kaca geser dan gorden yang menutupi. Gorden berwarna biru pucat itu cukup tipis sehingga ia bisa samar-samar melihat apa yang ada di kamar tersebut. Ia ingat akan kebiasaan Rolfie yang selalu menyediakan air minum di atas nakas untuk dia minum pada pagi hari. Inilah kesempatannya, inilah saatnya untuk membuat mantra yang ada pada Rolfie bertahan lama.

Antara kutukannya dengan pertengkaran hari itu, Julia memberatkan perasaannya pada pertengkaran hari itu. Ia tidak bisa sebegitu mudahnya membuat Rolfie mengingat hal itu, mengingat dirinya kembali. Inilah yang pria itu ucapkan padanya, ialah alasan dibalik dirinya yang melupakan semua tentang gadis itu, melupakan Julia yang merupakan kekasihnya, untuk selamanya. Hatinya masih terluka sampai sekarang. Tak peduli berapa bulan pun ia melewati hari setelah pertengkaran itu, ucapan Rolfie masih membekas tajam dan dalam di hatinya.

Julia mengangkat botol kecil yang ia bawa untuk ia lihat guna lebih meyakinkan dirinya. Cairan ini adalah ramuan yang penyihir gunakan untuk memperpanjang mantra yang ia pergunakan.

Pada dasarnya, mantra tidak berlangsung secara abadi pada makhluk hidup dan berlaku selamanya pada benda mati atau sesuatu tidak berbentuk, seperti waktu atau dimensi. Pada saat-saat tertentu, diperlukan cairan ini atau mantra yang dapat menggantikan cairan tersebut untuk memperpanjang efek sihir yang sebelumnya dibuat. Membaca mantra tidak efektif dengan kondisi mereka berdua saat ini, jadi Julia memilih opsi lainnya untuk memperpanjang masa sihirnya pada Rolfie. Keraguan inilah yang membuatnya memiliki halangan terbesar. Antara dirinya yang ingin terbebas dari kutukan dengan cara mengembalikan ingatan Rolfie dan meminta maaf kepadanya, atau dirinya yang ingin terbebas dari kutukan dengan memposisikan Rolfie tanpa harus mengingatnya dan secara langsung meminta maaf kepadanya. Julia memilih pilihan kedua.

Nah, sekarang, ia memandang Rolfie yang tengah bersantai di depan layar laptopnya. Dengan sihirnya, ia membunyikan bel rumah yang ada di lantai bawah.

The Doll in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang