Chapter 18 : Mallow's Town Square

3 0 0
                                    

#18 Mallow's Town Square

Julia menatap keluar jendela rumah pohonnya yang kecil tanpa gorden. Jendela itu tak berkusen atau berkaca. Hanya sebuah dinding rumah pohon yang meninggalkan sebuah lubang kotak yang menjadi jendela alami untuk sebuah rumah pohon minimalis. Langit sudah gelap sekarang. Salju-salju berjatuhan dari langit dan menutupi dedaunan yang masih bertahan kokoh di pohonnya. Khusus malam ini, Julia tidak mengenakan gaunnya lagi. Ia mengganti kain putih penuh renda itu dengan sebuah mantel berwarna ungu tua, rok pendek dengan stocking berwarna hitam yang menutupi kakinya yang tidak ditutupi oleh rok hitam sepahanya. Untuk di sekeliling lehernya, ia mengenakan syal berwarna biru navy pemberian Rolfi di hari ulang tahunnya.

Julia juga tak lupa untuk mengganti sepatu gaya baroknya dengan sepatu pantofel berwarna cokelat tua. Julia memandang keseluruhan penampilannya dengan menatap ke bawah dan berputar untuk menyesuaikan kenyamanannya ketka mengenakan pakaian itu. Ia akan menjadi manusia biasa hari ini. Ia tidak menggunakan sihir apa pun untuk menghangatkan tubuhnya dan mengandalkan mantelnya dan penutup telinga berbulu untuk menjaga panas tubuhnya. Jika ia boleh jujur, ia ingin mengenakan hoodie yang Rolfie pinjamkan dulu yang tidak kembali sampai sekarang karena Rolfie telah kehilangan ingatannya tentang kemana perginya hoodie tersebut. Hoodie hitam itu menjadi barang kesukaannya karena mengingatkannya akan kelembutan dan kehangatan Rolfie kepadanya.

Julia memasukkan batu Srce-nya ke salah satu saku mantelnya dan menggenggam ponselnya. Ia tengah menunggu pesan dari si ‘Dia’. “Fiuh ... Aku gugup. Ini pertama kalinya aku gugup untuk bertemu dengan Rolfie...” Gumam Julia lalu berjongkok sambil menyembunyikan kepalanya di balik dua lututnya yang ditekuk.

Ia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Selama empat tahun Julia mengenal Rolfie, selama tiga tahun hubungan mereka yang dulu terjalin, ia sudah menghabiskan malam natal dengan orang yang sama selama empat tahun yang lalu itu. Namun karena Rolfie tak lagi mengingat dirinya yang dulu, Julia jadi gugup dengan apa yang harus ia lakukan nanti. Ia pun mengingat salah satu dari malam natal yang tidak pernah ia lupakan sampai sekarang, yaitu malam natal tahun kemarin. Waktu itu mereka masih saling mencintai.

“Kau menunggu lama?” Tanya Julia yang baru sampai di halte dekat Mallow’s Town Square. Ia turun dari bis dan menghampiri Rolfie yang duduk di kursi halte disana. Ada hari-hari tertentu dimana Julia merasa menjadi manusia dengan tidak menggunakan sihir sama sekali. Salju-salju berjatuhan seperti bunga sakura di musim semi. Menumpuk dan mewarnai kota dengan warnanya yang suci. Seperti yang mereka janjikan kemarin, mereka berdua akan pergi ke tengah kota untuk melihat pohon natal besar.

Rolfie menurunkan ponsel yang sedari tadi dipandangnya untuk mengetahui kabar dari Julia. Pria itu menatap Julia yang mengenakan hoodie berwarna hitam yang ia pinjamkan laun-laun hari. Rambut pirang keperakan gadis itu terurai bebas dengan indah. Setiap ia menatap mata indah gadis itu, ia kembali jatuh cinta lagi dan lagi kepada Julia. “Aku tidak menuggu selama itu.” Rolfie menatap Julia lekat-lekat setelah bangkit dari duduknya. “Kau mengenakan hoodie-ku?”

Julia tersenyum senang. “Iya. Ini akan menjadi pakaian kesukaanku. Entah mengapa ketika aku mengenakan hoodie ini, aku merasa kalau kau sedang memelukku dari belakang.”

“Oh, ya? Kenapa gak minta peluk ke empunya langsung?” tanya Rolfie lalu memeluk Julia dengan hangat bercampur gemas. Hoodie-nya begitu besar di tubuh Julia dan panjangnya hampir menutupi setengah paha Julia. Julia pun membalas pelukan Rolfie. “Aku ingin memelukmu seperti ini selalu, Lia. Untuk melindungimu dari marabahaya apa pun sebagai kekasihmu juga orang yang kau cintai.” Bisik Rolfie tertangkap jelas di telinga Julia.

Julia tidak bisa berhenti tersenyum. Ia ingin menikmati kebahagiaan yang ia dapatkan hari ini. “Aku juga ingin terus begini selamanya. Kita akan datang kemari di tahun depan, di tahun selanjutnya, dan tahun setelah selanjutnya. Mungkin di tahun berikutnya, kita tidak lagi datang berdua.”

The Doll in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang