Chapter 3 : The Second Dolls

21 1 0
                                    

#3 The Second Dolls

Di balik etalase ruko boneka tersebut, terpajang banyak boneka. Jika melihat lebih ke dalam lagi, terdapat rak yang menjulang tinggi yang memajang berbagai bentuk boneka. Ada lima rak yang memagari ruangan tersebut. Di tengah-tengahnya, menjulang tatanan boneka seperti gunung. Di dekat pintu yang menghubungkan tempat tinggal dari pemilik ruko dengan ruangan boneka, terdapat meja kasir yang juga terpajang boneka di kanan dan kirinya. Banyak macam dari boneka, mulai dari boneka kain, boneka berbulu, dan boneka porselen. Bentuknya beragam dari hewan hingga bentuk manusia sekali pun. Ukurannya beragam sesuai dengan harganya dan bahan boneka itu terbuat.

Meski banyak boneka yang berada di sana, ada satu boneka porselen laki-laki dengan setelan jas berwarna putih dengan garis pita berwarna biru sama seperti warna rambut boneka pria tersebut, rambut berwarna hitam dengan ujung berwarna biru seperti lazuardi. Sepatu boneka tersebut berwarna hitam dan cantik sebab pemilik ruko boneka ini sangat menyayangi boneka porselen satu-satunya ruko tersebut. Sang pemilik tidak menjual boneka tersebut kepada siapa pun, namun boneka tetap dipajang di sana sama seperti yang lainnya. Mata kaca boneka tersebut berwarna lazuardi yang sangat indah. Itulah boneka kebanggaan sang pemilik ruko.

Ruko Doyce tersebut buka di pagi hari jam 8, setelah sang pemilik membersihkan rukonya dengan sangat hati-hati. Bersih-bersih dilakukan pada jam 5 dan memakan waktu sekitar dua jam lebih untuk menghilangkan debu yang menempel pada rak-rak boneka. Sang pemilik tidak bekerja sendiri. Wanita berumur tersebut ditemani oleh anak perempuannya yang berusia remaja untuk menjaga ruko.

Pada hari biasa, pelanggan yang datang membeli tidak begitu banyak. Namun pada hari besar tiba seperti natal, boneka disana laris manis dan bahkan bisa menghabiskan lebih dari satu gunung boneka yang ada di tengah-tengah ruangan.

Seorang gadis datang ke dalam ruko boneka Doyce sebagai pelanggan kesekian dari sekian pelanggan hari ini. Tatapannya berbinar-binar melihat boneka-boneka yang ada di sekitarnya. Di belakangnya, datang disusul oleh ibu dan kakak laki-laki dari gadis tersebut. Dilihat dari gaya berpakaian mereka, mereka adalah orang yang cukup berduit. Sang ibu dengan blus mahalnya tengah melihat-lihat sepenjuru ruangan boneka, sedangkan sang kakak yang berkacamata tengah asyik memainkan ponselnya sambil berdiri. Pertama, gadis itu menghampiri gunungan boneka dan menunjuk-nunjuk salah satu boneka di sana kepada ibunya.

Tapi sudut ekor matanya, menangkap boneka porselen pria kebanggaan ruko boneka Doyce. "Wah! Mama, aku ingin boneka itu!" Seru gadis itu sambil mendekati boneka tersebut. Anak perempuan itu tampak lebih antusias dibanding sebelumnya.

"Baiklah, ambil saja dan bawa ke meja kasir, Fivy." Ucap sang ibu masih sambil melihat-lihat boneka yang ada di sekitar.

Ketika tangan Fivy masih berusaha untuk menggapai boneka yang cukup tinggi darinya tersebut, sang pemilik mendatangi langsung dari balik konter. "Maaf, nyonya. Boneka ini tidak dijual."

"Lantas mengapa boneka ini dipajang? Seharusnya boneka ini ditempatkan di kamar anda dan bukan di rak jualan." Tanya sang ibu sedikit memprotes. Ibu itu sendiri sadar bahwa anaknya sangatlah keras kepala apabila keinginan gadis itu tidak terkabulkan. Sangat susah untuk mendisiplinkan anak bungsunya dibanding anak pertamanya yang sekarang telah sukses memasuki perguruan tinggi negeri. Ia tidak ingin anaknya merengek dan menangis-nangis di sebuah ruko karena tidak mendapatkan apa yang gadis itu inginkan.

"Maaf, nyonya. Boneka ini dipajang sebagai dekorasi. Karenanya, boneka ini tidak diberi label harga." Jawab sang pemilik ruko dengan begitu dalam dan menyesal.

"Mama! Tapi aku ingin boneka ini!" Teriak gadis kecil tersebut dengan keras kepala.

Sang ibu menghela napas panjang sambil memijit batang hidung. Anak perempuannya tidak berhenti berteriak. "Bryant, tolong urus adikmu yang satu ini." Ucap sang ibu lalu keluar dari ruko dan memilih untuk menunggu di dalam mobil mereka.

The Doll in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang