15

84 6 0
                                    

"Hopeless"

Part 15

Iqbaal mendekatkan wajahnya perlahan, mendekatkan wajahnya pada wajah (namakamu) yang kini sangat basah dengan air matanya. (Namakamu) tak sanggup menatap Iqbaal. Matanya seketika terpejam.

"Mengapa tidak menepis, meronta, atau memberontak?" Tanya Iqbaal dengan senyum miringnya.

"Apa sekarang kamu berharap aku mengulangi kejadian itu? Tidak (namakamu). Itu tidak akan terjadi. Aku sudah tidak menjadikanmu segalanya lagi untuk hidupku." Ucap Iqbaal masih dengan senyum itu, senyum yang seketika menusuk hati (namakamu) yang menjerit kesakitan.

***

(Namakamu) terbangun dari tidurnya. Ternyata semalaman menangis membuat kepalanya terasa berat dan matanya berkunang-kunang. Tubuhnya semakin melemas karena nafsu makannya hilang begitu saja.

Jangankan untuk makan, untuk menelan ludahnya saja ia merasa malas. Tak ada keinginan apapun dia di hari ini. Ibunya sudah kehabisan akal menyuruhnya untuk makan, tak lucu jika ibunya harus menjejalkan makanan ke dalam mulut anak gadisnya ini secara paksa.

Ia bangun dengan tangan yang masih memegangi kepalanya. Bangun hanya untuk menuju kamar mandi, setelah itu kembali menenggelamkan kepalanya di atas bantal.

"Shhhh." (Namakamu) mendesis. Kepalanya begitu pusing. Kembali mengingat kejadian kemarin.

'Apa yang harus aku lakukan saat ini? Iqbaal yang menjadi tujuan hidupku sudah berubah drastis.'

Semakin hari semakin tersiksa (namakamu) dengan sikap Iqbaal, perkataan Iqbaal, dan semua perlakuan Iqbaal.

Jika ia tak mengingat kontrak kerja yang sudah ia tandatangani di atas materai, mungkin (namakamu) akan segera resign dari perusahaan tersebut dan kabur sejauh-jauhnya agar tidak melihat sikap Iqbaal yang seperti ingin membunuhnya secara perlahan.

Hari minggu ini ia habiskan hanya dengan meratapi nasibnya, masih menelungkupkan badannya di atas kasur, masih dengan bayang-bayang Iqbaal, masih dengan air mata yang sesekali menetes dan ditepisnya pelan.

'Tok...Tok..Tok...'

"(Namakamu)." Panggil lembut seseorang di balik pintu membuat (namakamu) memberhentikan aktivitasnya meratapi nasib.

"Iya buuu." (Namakamu) beranjak dari tidurnya.

'CLEK'

(Namakamu) membukakan pintu.

"Ada apa bu?" Tanya (namakamu) lembut dengan wajah lesu.

"Kamu sakit nak?" Ibu (namakamu) kaget melihat keadaan wajah anaknya saat ini, memegang pipi dan kening (namakamu).

"Engga bu." (Namakamu) masih bertahan dengan sikap lesunya.

"Di bawah ada teman kamu tuh, yang kece itu." Ucap ibunya tersenyum jahil.

"Hah, ibu ini tahu yang kece segala." (Namakamu) berjalan malas keluar dari ambang pintunya, menuruni anak tangga.

Dalam setiap langkahnya yang malas, sudah ia tata susunan kalimat-kalimat yang akan ia ucapkan pada Karel saat ini, berani-beraninya ia mengganggu hari Minggunya yang amat menyedihkan ini.

Terlihat sosok tampan nan rapi yang kini tengah duduk di ruang tamu. Kemeja dan celana jeans yang kini membalut tubuh santainya. Membuat (namakamu) terperanjat, bukan Karel melainkan...

"IQBAAL?" Mata (namakamu) terbelalak seperti melihat sesuatu yang sangat mengerikan.

Iqbaal tak bergeming, hanya menatap heran (namakamu).

HOPELESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang