"Hopeless"
Part 30
Novy Ciitra Pratiwi
'Bagaimana jika Iqbaal nekat membunuh Bastian setelah ia masuk ke ruangan itu. Bisa saja Iqbaal dendam pada Bastian yang sudah menggagalkan rencana pembunuhannya terhadapku.' Pikiran (namakamu) semakin aneh dan melayang kemana-mana tak karuan.
"Berhenti berpikiran yang aneh-aneh terhadapku (namakamu)!!! Jika masih berpikiran seperti itu aku benar-benar akan membunuhmu!" Iqbaal menangkap pandangan ketakutan (namakamu).
'DEG'
Perkataan Iqbaal seperti menohok kerongkongan (namakamu) yang terasa semakin tercekat ketakutan. Kemampuan Iqbaal yang bisa membaca pikiran bodoh (namakamu) kembali ia tunjukkan setelah sekian lama ia tak menunjukkan kemampuannya itu lagi.
'CLEK'
Seorang pria berbaju putih membuka pintu ruangan itu yang sedari tadi tertutup rapat.
Iqbaal beranjak berdiri menghampiri dokter yang baru saja menangani Bastian begitu juga (namakamu) mengikuti langkah Iqbaal.
"Gimana Dok?" Tanya Iqbaal khawatir.
"Kondisinya sudah membaik, dia tidak kenapa-kenapa. Mungkin tadi kerongkongannya tercekat jadi masih terasa sakit. Dia hanya butuh istirahat. Besok juga dia bisa pulang." Jelas Dokter itu dengan ramah.
"Syukurlah." Ucap (namakamu) lega.
"Bukan itu Dok!" Tukas Iqbaal seketika membuat sang dokter mengernyitkan dahinya.
"Saya gak perduli keadaan dia, yang mau saya tahu keadaan cincin saya!" Iqbaal mulai khawatir cincinnya tak bisa kembali karena tergiling oleh usus besar Bastian dan kemudian hancur.
"Oh masalah itu. Masalah itu akan beres besok pagi." Ucap dokter tersebut sambil terkekeh melangkah pergi meninggalkan Iqbaal yang masih tak mengerti.
'Cincin? Cincin apa maksudnya?' Batin (namakamu) bertanya-tanya. Ingin mengungkapkan rasa penasarannya, namun melihat kondisi Iqbaal yang seperti ini, yang kembali terduduk di bangku itu, menjambak rambutnya dengan kedua tangannya, sangat terlihat frustasi sehingga membuat (namakamu) mengurungkan niatnya untuk bertanya.
"Baal. Kan Bastian gak kenapa-kenapa. Udah ya jangan kayak gini." (Namakamu) menghampiri Iqbaal mencoba menenangkannya.
'Bukan Bastian yang aku khawatirkan (namakamu) tapi cincin itu!' Iqbaal hanya bisa mengatakannya dalam hati. Bibirnya terkatup rapat tak merespon (namakamu).
***
Mobil Iqbaal sudah sampai di depan halaman rumah (namakamu).
"Makasih ya Baal." Ucap (Namakamu) seraya membuka pintu mobil hendak turun dari mobil itu.
"(Namakamu)." Iqbaal menarik lengan (namakamu) sehingga membuat (namakamu) menoleh ke arahnya dan mengurungkan niatnya untuk turun.
"Maafin aku." Ucap Iqbaal tertunduk tak memandang (namakamu).
"Untuk?" (Namakamu) bingung kenapa Iqbaal meminta maaaf? Untuk apa??
"Aku laki-laki yang gak berguna." Sejenak Iqbaal menarik nafas panjangnya.
"Maaf kalau aku selalu buat kamu kecewa, selalu bikin hidup kamu menderita dan gak tenang, aku selalu gak peka sama perasaan kamu, gak sekali aku nyakitin kamu mungkin udah gak kehitung, bahkan dalam jangka waktu 2 tahun ini aku belum bisa bikin kamu bahagia." Ucapan Iqbaal ini begitu menyesakkan dada (namakamu), kenapa Iqbaal tiba-tiba berbicara seperti itu.
'Jika memang ia tahu kenyataannya seperti itu, kenapa ia tidak memperbaiki dirinya.' Batin (namakamu) berteriak.
"Aku memang laki-laki bodoh yang tak berguna, benar kata Bastian. Aku memang tolol. Lupakan aku mulai saat ini (namakamu), kamu pantas mendapatkan yang lebih baik." Iqbaal masih tertunduk tak kuasa untuk melihat (namakamu).