7

93 37 100
                                    

"Apa kamu akan menyuarakan penyudahan hubungan denganku?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa kamu akan menyuarakan penyudahan hubungan denganku?"

"Bahkan, saya dan kamu saja belum sah mengenyam hubungan."

"Benar. Aku terlalu busuk untuk kamu yang teramat sakral."

Vin, bila ibu dan bapak saya dahulu tak membantun langkah memandang Daun Maple paling kering di akhir musim gugur, apa saya tidak akan bereinkarnasi dan menyambangi bening kembar hijau lumutmu?

"Apa yang sebenarnya tersembunyi di balik daun pintu rumahmu?"

"Tidak perlu tahu, aku ini anak yang dikata orang berdosa."

"Vin, bisakah kamu memandang hidung bangir saya saat berbicara?"

Manakala ibu dan bapak memang tak bersobok dahulu, saya akan menyahihkan gegetun sebab tak beradu kening dengan kamu. Saya akan patah arang tak mengenali kamu yang dari prelude saja sudah menggempakan kalbu.

Kamu berpaling haluan dari memandang si tungkai kembar yang hari ini berbantal sepatu hitam, menuju kelereng sawo matang saya. "Mengapa harus memandang hidungmu, Tuan Ajaib?"

"Karena pucuk kepalamu hanya sampai hidung saya. Saya hanya kasihan dengan lehermu yang akan kram bila menunduk atau mendongak selalu."

Gurat halus di sanding cacat merahmu menarik diri. Hanya secuil periode, mesem cilikmu lebur bersama glosarium galakmu. "Apa kamu sudah tidak waras? Mengapa kamu masih berada di samping anak yang bapaknya terhukum?"

"Ah, saya memang tidak waras. Tetapi, mengapa saya tidak waras hanya karena bersamamu?" Kamu mendebik, mengelukkan labium cacat yang belum sempat terpoles antiseptik. "Vin, tidakkah kamu tadi yang mengecap baik dan buruknya ayahmu tanpa perlu dihakimi?"

"Oh, apa kamu percaya jikalau ayahku tak berdosa?" Hijau lumutmu berkunang-kunang seperti mata kucing di malam hari. Lamun, seperti sedia kala, semuanya runtuh bak tanah longsor pada nagara saya purbakala. "Tidak mungkin. Bila tiada kesaksian, orang tak mungkin percaya. Perspektifmu unik, Kim. Namun, tidak meniadakan kalau-kalau kamu memandangku anak pendosa."

Saya menyangkal ismemu mengenai, saya yang memandang kamu sama dengan mereka. Tidak, sebab saya sudah menggariskan untuk mengasihi kamu, bersama mengakui molek atau lapukmu.

"Ibu Gothel."

"Maksudmu, paman?"

Saya tersimpul bersama kamu yang meremas perut seperti biasanya. Biasa yaitu Vindth si pemakan bawang. "Ibu Gothel, seorang pendosa yang maksiatnya ditolak neraka pun tetaplah seorang manusia. Apalagi kamu yang setiap subuh mencuci dosa yang bukan milikmu. Kamu selama-lamanya manusia."

"Mengapa harus kamu? Mengapa harus laki-laki saleh sepertimu yang menerimaku?"

"Saya rela menggantikan kekasih begundalmu. Teganya dia menjadikanmu penyihir yang kalap akan surai emas seorang bayi."

"Tunggu, sejak kapan Ibu Gothel punya seorang terkasih? Kamu menjumpai alur seperti itu dari terjemahan siapa?"

"Milik saya sendiri. Khusus Ibu Gothel di depan saya yang sudah jelita tanpa nyanyian dan usapan rambut si bocah kicik."

"Tidak bisa. Dari semua versi yang aku baca, Ibu Gothel selalu remuk redam. Oh, apa ini sebatang kode bila aku memang akan pupus?"

Saya bingung mengapa orang-orang mengatakan bila semua kerucil yang belum genap lima tahun itu lucu, sedangkan mereka tidak sempat melihatmu, Vin.

"Sudah saya bilang, tidak akan. Karena saya sendiri yang menggandengmu bertualang hingga kedut-kedut pada kulitmu tak solak terbit."

Monsun musim dingin memang lebat sampai-sampai menggubah kelilipan malumu menjadi partitur kedipan yang selaras.

"Vin, apa yang tersembunyi dalam rumahmu?"

Jemarimu yang masih saja terbuntel plester pancarona memepet tangan saya. "Kenangan ayahku yang dulu lebih memilih menyantap bagian busuk daripada segarnya makanan." Keningmu yang terdapat pulasan debu adimarga bertopang pada jantung saya. "Dahulu sekali. Bahkan ibuku saja tak berkenan mengusap suraiku, tapi ayah baikku sudi."

Satu, dua, dan puluhan air mata gusarmu gugur. Ini belum musim gugur dan kamu sudah tersengut-sengut dalam dekapan saya. "Vin, kamu ingin menyambangi ayahmu?"

Suaramu seperti tersedak kacang rebus buatan ibu. "Iya, mari antar aku ke pemakaman."

Februari 17, 2021
Apa judul cerita ini saya ganti
menjadi Ibu Gothel saja, Vin?

dasawarsa winduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang