5 ; complicated

199 62 15
                                    

Jam tangan Ara sudah menunjukkan waktu pukul satu siang. Ia memasuki kafe Ria Djenaka, memberikan senyum sekilas kepada waiter, dan segera melangkah menuju lantai dua kafe tersebut. Karena sudah lewat jam makan siang, suasana terlihat sepi, sehingga mudah bagi Ara untuk menemukan Mark di sana yang berkutat dengan ponselnya.

"Ehem. Permisi, dengan Pak Mark?" sapa Ara dengan sedikit membungkukkan badannya dan menahan senyum agak tidak berlebihan.

Mark menoleh, dan menampakkan ekspresi terkejut. Sedetik kemudian ia segera tersadar dan membalas senyuman Ara dengan cengiran khas miliknya.

"Mark, Managing Director sekalligus CEO Lee Group," ucap Mark dengan nada sebiasa mungkin sambil menjulurkan tangan kanannya meminta untuk disambut.

Ara membalas tangan itu. Namun, Mark tidak menunjukkan tanda akan melepas jabatan tangannya. Ara sedikit menariknya sambil melihat ke arah Mark yang sedang menahan tawanya. Ara mendengus dan akhirnya ia duduk di samping Mark masih dengan tangan yang bertautan.

"Pak CEO yang terhormat, ini masih jam kerja lho," ujar Ara dengan nada sedikit kesal.

"Udah pesen belum?" tanya Mark tidak menggubris keluhan Ara. Perempuan di hadapannya itu pun hanya menggeleng pelan. "Tunggu sini." Kemudian Mark melepas tangan Ara dan beranjak memesankan minuman untuk mereka berdua.

Ara menatap punggung Mark yang menjauh. Ini pertama kali baginya melihat pria itu berpenampilan sangat rapi dengan setelan jas hitam, sepatu pantofel, serta dasi yang terpasang apik di tempat yang seharusnya.

 Ini pertama kali baginya melihat pria itu berpenampilan sangat rapi dengan setelan jas hitam, sepatu pantofel, serta dasi yang terpasang apik di tempat yang seharusnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Drrt drrt.

"Halo? Kenapa, Ji?" sahut Ara mengangkat panggilan telepon.

"Meeting," jawab ara singkat. "Nggak, di luar kantor... Nggak usah."Ara menutup panggilan itu sepihak.

Suasana hatinya memburuk seketika. Ia meletakkan kembali ponselnya di atas meja. Kemudian perhatiannya beralih ke dua gelas kosong di meja yang ia tempati. Menunjukkan bahwa Mark memiliki janji dengan orang lain sebelum ia datang.

Drrt drrt. Ponsel Ara kembali bergetar. Kali ini ia hanya menatap layar ponselnya yang berkedip-kedip menunjukkan nama si penelepon, berharap dia segera menyerah.

"Siapa Jiji?" sahut Mark mengejutkan Ara sebelum duduk dan meletakkan nampan berisi dua gelas minuman untuk mereka.

Pada akhirnya Ara pun mengangkat panggilan itu. "Iya?"

Mark menggeser satu gelas ke hadapan Ara yang dibalas senyuman tipis sebagai tanda terima kasih.

"Nggak usah ke kantor, aku beneran di luar... Taruh aja di apartemen, ya?" Setelah yakin mendengar kata 'iya' dari seberang, Ara pun menutup panggilan itu.

"Ada urgensi, Ra?"

"Oh, nggak. Tadi adek aku, cuma mau kasih barang." Ara menyunggingkan senyumnya sekilas. "Yang lebih urgensi sekarang kan, tentang kita, Mark."

Lima Nol Lima | 505Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang