19 ; bet

107 27 20
                                    


Happy reading :)




"Aku nggak kedinginan," ujar Ara ketika Mark memakaikan jas milik laki-laki itu di pundaknya.

"Iya, aku yang gerah," balas Mark sambil mengangguk bersungguh-sungguh.

Ara menaikkan kedua alisnya tinggi dan tersenyum. Ia lalu mengayunkan kedua kakinya yang telanjang dari tempatnya duduk. Sambil sesekali menggerakkan jari-jarinya yang seharian ini tersembunyi di balik stiletto sempit.

"Masih capek?" tanya Mark sedikit khawatir. Setelah Ara mengajaknya untuk duduk di salah satu bangku gazebo, perempuan itu menunjukkan sedikit lecet di bagian belakang pergelangan kakinya akibat bergesekan dengan kulit sepatu yang kasar. Tentu saja, Ara segera mendapat omelan dari Mark setelahnya.

"Masih, tapi sedikit kok. Sedikiiittt banget," jawab Ara sambil memberikan cengiran lebar. "Sambil nunggu capeknya hilang, aku boleh tanya sesuatu?"

"Apa?"

"Aku nggak pernah lihat kamu ngerokok di apartemen. Aku kira kamu udah berhenti," ucap Ara lalu menoleh melihat Mark yang masih diam memandang jauh ke arah kolam. "Kenapa? Mau cerita?"

"Kalau aku cerita, kamu mau ngapain?" tanya Mark balik yang disambut tatapan heran dari Ara.

"Aku... dengerin."

"Kalau udah didengerin?"

"Aku jadi seneng. Kamu nggak mau bikin aku seneng?"

Entah kenapa balasan-balasan Ara terdengar lucu sekaligus manis di telinga Mark. Laki-laki itu tidak dapat menahan dirinya untuk tidak tertawa apalagi setelah melihat ekspresi wajah Ara yang kebingungan.

"Ra, aku pingin acak-acak rambutmu. Boleh nggak?"

Kali ini Mark mendapatkan pelototan dari Ara. "Rambutku emang diurai tapi bukan berarti bisa sembarangan dipegang, ya! Ini lama ngaturnya tahu!"

"Oke," jawab Mark mengerti. "Kalau cium? Boleh?"

Reflek Ara memundurkan kepalanya sedikit. "Hah?"

"Lipstik yang kamu pakai, waterproof kan?"

Ara semakin membulatkan kedua matanya. Ia menolehkan kepalanya ke kanan kiri takut kalau ada orang lain di sekitar mereka yang mendengar. "Tsk, diem nggak!"

"Nggak― aduh! Curang, sukanya pakai kelemahan orang," gerutu Mark sambil mengusap-usap pinggangnya yang baru saja dicubit Ara. Namun, tidak lama ia terkekeh juga saat perempuan itu memasang wajah cemberut.

"Kan, pertanyaanku jadi nggak dijawab," kata Ara lirih sambil menatap lurus ke depan.

Mark tersenyum tipis. Berbeda dengan dirinya yang suka mendesak jika rasa ingin tahunya tidak terpenuhi, Ara justru sebaliknya. Perempuan itu akan masuk jika diijinkan atau menunggu sampai ia kelelahan sendiri dan akhirnya terabaikan.

"Aku gak masalah, itu privasimu. Yang penting aku udah menawarkan," sambung Ara . Ia menoleh menatap wajah Mark yang terlihat kusut dibalik penampilan laki-laki itu yang sangat rapi. "Ya kalau nggak mau cerita, kamu harus bikin aku lupa. Biar nanti aku nggak kepikiran."

Mark kembali tersenyum, kali ini lebih lebar hingga menampakkan lesung pipitnya yang tersembunyi.

Ara justru mengernyitkan dahinya semakin dalam. "Kamu nggak sakit, kan?"

"Hm?"

"Dari tadi ketawa, senyum, ketawa lagi, senyum lagi,"

"Biasanya juga gini, Ra."

Lima Nol Lima | 505Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang