10 ; friday night

159 29 30
                                    

"Temen?" Jisung mengulangi pertanyaannya.

Ara mengangguk sebagai jawaban. Ia melihat ke arah Mark yang masih diam. "Mark, jangan diem aja."

"Iya, temen dari jaman kuliah, tapi dua angkatan di bawah Ara," jelas Mark sambil menyunggingkan senyumnya yang sedikit canggung.

"Hm, pantesan," balas Jisung singkat.

Ara kembali mengalihkan perhatian pada adik laki-lakinya. "Sekarang gantian, kamu ngapain di sini?"

"Mau jemput. Katanya weekend ini pulang, gimana sih?"

"Oh, iya. Aku kema―" belum sempat Ara menyelesaikan kalimatnya, Jisung sudah menyela.

"Alasan apa lagi? Nggak sempet? Lupa?"

Ara sedikit memanyunkan bibirnya, berusaha memasang wajah memelas. "Aku sakit lho, Ji."

Jisung mengernyitkan dahinya tidak percaya. Ia berusaha menghindar dari tangan Ara yang berusaha merangkul lehernya.

"Beneran. Ya kan, Mark?"

"Iya, gara-gara kehujanan," jawab Mark yang seketika kembali mendapatkan tatapan menusuk dari Jisung.

"Aduh, berat ini Rara!" keluh Jisung kesal karena Ara menyandarkan kepalanya di bahu Jisung.

"Minggu depan deh aku pulang. Salamin ke orang rumah ya, Ji."

"Telepon aja sana kasih salam sendiri. Aku juga nggak pulang kak, mau nginep di sini."

"Lho? Kenapa?"

"Mau fokus selesaikan maket. Jadi, kayaknya aku bakal sering lembur di studio. Kalau pulang pergi ke rumah kan jauh, mending ke sini."

Ara hanya mengangguk sebagai respon. "Ya udah, kalau gitu yang akur sama Mark ya. Atur sendiri pembagian kamarnya. Aku mandi dulu." Ara bangkit dari sofa lalu melenggang pergi menuju kamarnya dan menutup pintu.

"Hah? Kak!" Jisung kebingungan dengan maksud kakaknya barusan. Kemudian ia menoleh ke arah Mark yang sudah bisa membaca situasi saat ini.

"Iya, aku juga tinggal di sini," ucap Mark akhirnya.

••••

Tok tok tok.

"Sebentar."

Ara segera bangkit dari tempat tidurnya. Ia sudah terjaga selama hampir satu jam. Sejak saat itu pula ia memposisikan diri untuk duduk bersandar di kepala ranjang. Pagi ini ia sudah harus menghadapkan diri dengan laptop untuk mengecek e-mail mendadak dari Yuta. Dengan masih mengenakan setelan piyama, Ara membuka pintu dan mendapati Mark berdiri dengan raut wajah yang sulit diartikan.

"Ra..." ujar Mark pelan. Ia menghela napas kemudian melanjutkan. "Maaf."

Ara memasang wajah datar. Ia memijat tengkuknya yang terasa kaku sebelum bersuara. "Kamu ngapain, Ji?"

Jisung melongokkan kepalanya dari belakang tubuh Mark. "Tadinya mau buat sarapan, jadi aku coba masak sendiri..."

Belum selesai Jisung menjelaskan, Ara sudah bisa menebak arah pembicaraannya. Ia buru-buru melangkah menuju ke dapur diikuti Mark dan Jisung. Ia terkejut mendapati telur mata sapi yang dari visualnya saja sudah tidak layak untuk dimakan.

"Ya ampun kok bisa... ini kuning telurnya belum matang, jadi kemana-mana," komentar Ara sambil menatap kasihan pada telur di atas piring. "Ini juga minyaknya kebanyakan. Kenapa nggak minta tolong Mark aja?"

"Justru yang nuangin minyak goreng sebanyak itu... Mark," jawab Jisung pelan.

Ara kemudian berbalik melihat ke arah Mark yang sedang menunjukkan cengirannya. "Ya udah, sekalian aku buat nasi goreng aja."

Lima Nol Lima | 505Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang