14 ; excuse

88 22 9
                                    


Happy reading <3



Jari-jemari Mark bergerak gusar di atas alat kendali mobil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jari-jemari Mark bergerak gusar di atas alat kendali mobil. Bibir tertutup rapat belum ingin untuk angkat bicara. Dengan kata lain, ia tidak tahu apa yang harus dilakukan sekarang.

"Terus sekarang gimana?" tanya Ara tepat sasaran.

"Ya udah, puter balik. Kita cari pantai lain aja," jawab Mark dengan santai, padahal ia sendiri masih belum menetapkan tempat yang dimaksud.

Ara mengecek layar ponselnya sekilas. "Sekarang udah lewat jam 11. Kita harus nentuin pantai mana dulu, belum lagi kalau macet, atau pantainya penuh pengunjung. Jangan sampai nanti cuma bisa diem liatin keramaian dari dalam mobil."

Mark mendengus pelan. Ia meraih ponsel lalu membuka maps untuk mencari tempat tujuan lain. Rasanya sangat disayangkan kalau mereka langsung kembali ke kota setelah menempuh 2,5 jam perjalanan sampai di sini. Saat pikirannya sedang berkecamuk, Mark teralihkan dengan suara tawa kecil dari sampingnya.

"Lagian kamu tuh.." Ara menormalkan kembali suaranya sebelum melanjutkan, "Masa sih gak tahu mana pantai yang biasa buat orang berenang, main pasir dan mana yang buat nelayan?" ujarnya sambil menggelengkan tidak menyangka.

"Sumpah aku gak tahu, Ra. Aku cari rekomendasi pantai di internet dan di sini termasuk salah satu yang paling populer."

"Iya, gak salah. Tapi, harusnya kamu cek lagi populer karena apa. Ini Sendangbiru, Mark. Di sini tuh terkenal karena hasil lautnya. Sebelum pintu masuk pantai tadi, belok kiri, nah di situ ada tempat pelelangan ikan yang terkenal lengkap, murah." Ara menoleh ketika mendengar Mark menghela napas berat. "Harusnya tadi kamu bangunin aku aja. Aku udah seperempat abad lebih tinggal di sini, kalau kamu lupa."

"Niatnya mau bikin surprise, Ra."

"Surprise kok," balas Ara singkat. "Buktinya tadi aku kaget, kan?" tambahnya, lalu turun dari mobil dan melanjutkan tawanya yang tadi tertahan.

Mark buru-buru menyusul turun dari mobil dan berdiri di samping Ara. "Bau amisnya kerasa banget ternyata. Nggak mau cari pantai lain aja?"

"Gapapa. Bukan berarti kita gak bisa ngapa-ngapain di sini," ujar Ara kemudian berjalan ke arah pesisir pantai dengan Mark yang mengekor di belakangnya. "Kamu mau renang, Mark?"

"Nggak."

"Atau main pasir?"

"Nggak juga."

"Oke," balas Ara pendek sambil memperhatikan perahu-perahu nelayan beragam warna yang berbaris rapi di sepanjang tepi pantai. Ia pun mendekati salah seorang laki-laki tua yang terlihat sibuk dengan buku catatan kecil di tangan dan memakai tas pinggang hitam. "Pak, dua orang lagi muat?"

"Muat, Mbak. Monggo," jawab laki-laki itu tersenyum dan mempersilahkan Ara untuk menaiki perahu.

Ara balas tersenyum dan segera melangkahkan kakinya perlahan penuh hati-hati karena permukaan yang ia pijak tidak rata, ditambah air laut setinggi betis membuat langkahnya sedikit goyah. Ara terkejut ketika menginjak kayu penghubung menuju perahu yang ternyata tidak sekokoh yang ia kira. Untung saja, di belakangnya ada Mark yang sigap menahan pundak Ara dari belakang.

Lima Nol Lima | 505Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang