Carissa
"Suasana hatimu gak akan jadi lebih baik kalau kamu gak mau menerima kekurangannya."
Sejak kemarin kalimat Keenan itu masih terngiang di telingaku. Aku sampai sulit tidur dibuatnya. Apalagi saat ia bicara, sinar matanya yang sendu dan teduh itu menatapku lekat-lekat, yang hingga kini masih membayang setiap kali aku memejamkan mata. Jujur, aku bagai tersihir dibuatnya.
"Berdamailah demi aku."
Setelah ia mengucapkan kalimat itu aku seperti merasakan panas di wajahku. Untungnya saat itu ia segera berbalik hingga tak sempat melihat perubahan di rautku. Di satu sisi, aku bisa mengerti posisi Keenan yang berada di tengah-tengah dua kubu yang bertolak belakang. Rasanya pasti rikuh. Bagaimanapun juga Anesh adalah sahabatnya. Mereka sudah bersahabat jauh lebih dulu sebelum aku kenal mereka. Namun rasa marah dan sakit hati ini tak kunjung surut, membuatku masih ingin menghindari si Berisik itu.
Dan .... Astaga. Siang ini aku juga harus ke perpustakaan. Bagaimana kalau ia mencariku lagi ke sana? Tidak. Aku berdoa dalam hati, semoga hari ini kami tak bertemu.
Sejak kakiku melangkah keluar dari bilik lift, aku tak berhenti mengedarkan pandanganku ke setiap sudut, berjaga-jaga bila seniorku itu berada di sana. Namun hingga aku mencapai meja favoritku tak satu pun pengunjung yang kukenal dan itu membuatku lega.
Seperti biasa, aku meninggalkan binder dan alat tulis di meja sebelum menyusuri rak-rak buku. Tanpa catatan daftar buku di tangan, aku butuh waktu lama untuk menemukan buku yang kuinginkan. Kadang aku menghabiskan beberapa saat mempelajari buku yang ada di tanganku, membolak-balik halamannya hingga menemukan penjelasan yang kucari.
Aku baru menemukan buku yang kuperlukan setelah kira-kira sepuluh menit berada di antara rak-rak menjulang itu. Napasku pun terembus puas saat hendak beranjak kembali ke mejaku. Namun ....
Seorang pemuda yang berdiri di samping mejaku berhasil membekukan langkahku. Dari tempatku ia hanya menampakkan bagian punggungnya. Namun aku mengenalinya. Anesh.
Seketika aku melangkah mundur, berlindung di balik jajaran buku dan mengintip dari celah antara buku dengan rak. Meskipun penasaran, aku menahan diri untuk tak menghampirinya. Aku belum ingin bertemu dengannya. Aku hanya berharap ia tak lama berada di sana.
Memang benar. Tak lama kemudian ia beranjak meninggalkan mejaku. Berarti ia tak berencana menunggu dan bicara denganku. Namun aku belum menggerakkan kakiku begitu ia pergi. Aku masih menunggu hingga ia menuruni tangga dan menghilang.
Dan setelah yakin ia tak akan kembali, aku bergegas menuju ke meja dan mencari tahu apa yang ia lakukan. Tak ada yang berkurang maupun bertambah di situ. Namun posisi binder-ku berubah.
Rasa penasaranku tak membiarkanku duduk sebelum menemukan apa yang ia lakukan dengan binder-ku. Dengan cepat kusibak halaman demi halaman benda menyerupai buku bersampul plastik tebal itu. Dan tanganku baru berhenti bergerak ketika selembar kertas yang tak terjilid melayang jatuh di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔Puisi untuk Carissa [EDITED VER.]
Romance[Romance] Menjelang pernikahannya, Carissa mulai ragu dengan keputusannya, antara meneruskan hubungannya dengan calon suaminya, Ganesha, atau membatalkan semua, yang berisiko membuat malu kedua belah pihak keluarga. Di satu pihak, Ganesha yang dulu...