Keenan
Seandainya hari ini aku tak ingat diktat gerund & infinitive itu masih dipinjam Carissa, mungkin hari ini aku tak akan menjejak di lantai perpustakaan ini. Aku membutuhkannya untuk mengajar privat sore nanti.
Padahal tanpa alasan itu pun, aku bebas berkunjung ke sini kapan pun. Ini tempat umum. Aku tahu Carissa juga tak akan keberatan dengan kehadiranku. Ia tak pernah keberatan dengan keberadaanku di sisinya.
Namun tungkai yang mulainya mengayun ringan tiba-tiba saja berhenti seiring titah dari otak besarku, bahkan sebelum aku mencapai meja Carissa.
Gadis itu tak sendiri. Ia bersama Anesh. Duduk berdampingan, tak seperti kemarin. Dan hari ini aku melihat sahabatku itu bersikap tak seperti biasanya. Ia terlihat gugup saat bicara dengan Carissa. Hari ini Anesh bukanlah dirinya. Dan Carissa seperti menyimpan sesuatu dalam tatapannya pada Anesh. Sesuatu yang berbeda. Ada apa di antara mereka?
Aku mendekat dan ada harap dalam setiap tapak kakiku, aku bisa mendapatkan jawaban dari interaksi ganjil mereka. Dan semakin dekat, semakin percakapan mereka yang mulanya sayup-sayup itu makin jelas tertangkap oleh indra pendengaranku.
Setibaku di hadapan mereka, yang belum juga mereka sadari ....
"Apa ada kemungkinan ...."
"Gak main basket, Nesh?" potongku sebelum kalimat Anesh selesai.
Sepasang manusia itu memutar kepala menghadapku. Senyum Carissa mengurai saat mengenali tamu tak diundangnya. Namun Anesh ....
Bukannya senyum atau ceplosan tak terkontrol yang menyambutku, melainkan raut yang tak bisa kuterjemahkan maknanya. Sementara sinar matanya seolah menyorotkan rasa bersalah. Lantas apa yang membuatnya merasa bersalah?
"Duduk, Keen," suruh Carissa dengan telunjuk mengarah kursi di seberangnya.
"Kalau gitu, kapan-kapan kita lanjut lagi ya, Ris." Anesh bangkit dari duduknya seraya menyusun barang-barangnya menjadi satu tumpukan.
"Lho? Kenapa? 'Kan belum selesai. Tadi kamu juga mau ngomong apa?" Carissa berusaha mencegah.
Kelihatannya Carissa mulai nyaman dengan keberadaan Anesh. Secepat itukah?
"Kapan-kapan aja kalau kita ketemu lagi. Aku sudah ditunggu teman di lapangan," dalih Anesh, yang kutahu bukan itu alasan sesungguhnya.
"Duluan, Keen," pamitnya padaku dengan mengelakkan retinanya dari tatapanku.
Aku pun tahu, ia menyembunyikan sesuatu dariku.
"Dia mau ngapain, sih?" tanyaku penuh rasa ingin tahu seraya memosisikan diriku di hadapan Carissa.
"Dia baru membuat plot untuk novelnya dan ingin mendiskusikannya sama aku," gadis itu merespons.
"Oh. Terus, tadi dia ngomong apa? 'Kemungkinan' apa maksudnya?" tanyaku lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔Puisi untuk Carissa [EDITED VER.]
Romance[Romance] Menjelang pernikahannya, Carissa mulai ragu dengan keputusannya, antara meneruskan hubungannya dengan calon suaminya, Ganesha, atau membatalkan semua, yang berisiko membuat malu kedua belah pihak keluarga. Di satu pihak, Ganesha yang dulu...