Countdown To Be Yours

1.3K 170 24
                                    

"Yah, kenapa kau ke sini?" Pertanyaan Jimin tersengar seperti pengusiran secara halus di telinga Hoseok. Padahal sudah dua hari ia tidak menginjakkan kaki di studio, dan membiarkan Jimin melatih murid mereka seorang diri. Tapi kenapa sekarang rasanya ia tak lagi dibutuhkan di sini?

"Memang kenapa? Aku kan juga perlu melatih murid-muridku," Hoseok melempar jaketnya asal, "Memangnya kau bisa mengatasi mereka sendirian?"

Jimin mendengus, "Kata siapa aku sendirian? Aku punya partner lain yang datang sukarela untuk membantu."

"Huh? Siapa?"

"Nanti saja kuberitahu," Jimin meneguk air mineralnya, "Oh iya. Kau belum ceritakan apapun soal rapat keluargamu kemarin."

"Aaah, itu," Hoseok mengusap tengkuknya, "Tidak ada yang perlu didiskusikan lagi. Karena Ayahku dan ayahnya Namjoon sepakat bahwa pernikahan akan diadakan minggu depan."

Jimin seketika tersedak air liurnya sendiri, "Hah?! Secepat itu?!"

"Iya, aku sendiri tak menyangka mereka sudah menetapkan tanggal pernikahan sebelum aku membicarakannya dengan Namjoon," Hoseok berdecak heran, "Kenapa orang tua kami yang justru sangat bernapsu?"

"Sebentar, jadi maksudmu mereka sudah menentukannya setelah drama kau lari ke Seongnam demi menemui Namjoon dua minggu lalu?"

"Sepertinya begitu."

Jimin terhenyak, "Wah. Luar biasa. Tapi kau sendiri bagaimana? Apa kau setuju? Lalu bagaimana dengan Namjoon?"

Hoseok menghela napas pendek.

Kalau boleh jujur, ia masih belum siap dengan pernikahan. Karena ia pikir masih membutuhkan waktu lebih lama untuk memantapkan hatinya. Bukan karena ia meragukan Namjoon, melainkan ia masih sedikit gamang akan dirinya sendiri. Hoseok takut jika perasannya belum sekuat milik Namjoon. Ia khawatir kalau apa yang ia rasakan hanya luapan napsu sesaat saja.
Toh Hoseok pikir mereka masih harus melewati tahap pertunangan agar maksimal. Tapi rupanya, Jung Ilhoon dan Kim Junsu sudah tak sabar untuk menjadi besan.

"Namjoon tentu saja tak menolak soal ini. Tapi aku sudah mengatakan padanya bahwa aku masih perlu waktu untuk berpikir."

Jimin merotasikan bola matanya, "Kau itu, berhentilah mempersulit perasaanmu sendiri. Kalau kau sudah menyukainya, maka terima dan jalanilah. Jangan buang-buang waktumu untuk berpikir, Seok. Karena semakin kau memikirkannya, maka semakin banyak pertimbangan yang akan membuatmu goyah."

"Tapi bagaimana jika keputusanku justru menjadi bumerang?" Hoseok mendengus, "Aku hanya tak ingin merasakan kecewa lagi, Jimin. Aku tak mau jika harus terluka lagi."

"Kutanya satu hal padamu, apakah selama ini Namjoon pernah menyakitimu? Apa dia pernah membuatmu kecewa? Bukankah setelah kau memutuskan untuk menerima hatinya, dia justru semakin menunjukkan rasa cintanya padamu? Oke, kecuali drama menghilang yang sempat ia lakukan dulu. Itu sedikit kekanakan. Tapi Seok," Jimin nenepuk bahu Hoseok lalu mengusapnya, "Namjoon tak pernah berpaling darimu satu kalipun. Matanya hanya tertuju padamu. Hanya kau yang dia cintai."

Hoseok terbahak, "Kau berkata seolah sangat mengerti Namjoon. Yah, kau bahkan hanya bertemu dengannya dua kali dan belum pernah berbincang apapun."

"Tapi kau selalu menceritakan apapun soal Namjoon sampai aku merasa sudah sangat lama mengenalnya. Kau lupa?"

"Umm. Lalu kau yakin mengenai Namjoon?"

Jimin anggukkan kepala, "Tentu saja. Kalau aku jadi kau, aku tak akan ragu menerima lamarannya dan segera menikahinya."

"Tapi aku belum mencintainya, Jimin."

"Tak masalah. Selama kau merasa nyaman dan selalu ingin bersamanya, rasa cinta itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu. Bukankah begitu?"

Marry Me, Hoseok! (Namseok) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang