3.

663 69 2
                                    

"Aku lupa jika dicerita ini bisa menggunakan sihir." Gumam Elisa kemudian menghela nafas lesu. "Tapi Marie tidak mau mengajariku. Sungguh terlalu."

"Apa tidak ada lagi orang yang bisa kurayu untuk mengajariku sihir?" Tanya Elisa dalam hati. "Ah! Masih ada satu orang!" Ucapnya mendapatkan ide.

~

"Ha? Sihir?"

Elisa menatap Ran dengan mata puppy eyesnya. Dia sengaja mengedip-ngedipkan matanya supaya terlihat imut. "Boleh ya, kakak?" Bujuk Elisa.

Ran terdiam sebentar, lalu menatap adiknya itu sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Aku tidak bisa sihir." Ujarnya malu.

"Ha? Kau tidak bisa? Dasar sampah! Kau bilang kau teman putra mahkota tapi kenapa tak berguna sekali! Percuma aku datang kesini!" Umpat Elisa yang eksperesinya berubah 360 derajat.

"Kau yang paling tidak berguna tahu!" Ketus Ran tidak mau kalah. Seperti kucing dan anjing saja.

"Kenapa kau mau belajar sihir?" Tanya Ran.

Elisa menatap kakak laki-lakinya itu sekilas. "Aku tersiksa..." ujar Elisa pilu.

Ran yang merasa simpati dengan raut sedih adiknya itu perlahan menepuk-nepuk pundak Elisa. "Ceritakan."

"Kau tau? Musim panas itu sangatlah panas..." ujar Elisa dramatis.

"Aku tau. Musim panas itu panas dan musim dingin itu dingin." Ujar Ran sekenanya. "Lalu kenapa kau sampai sesedih ini?"

"Aku ingin kembali." Jawab Elisa dalam hati. "Sudahlah aku ingin mati." Ujar Elisa kemudian berjalan pergi.

"Jangan putus asa begitu." Ujar Ran.

Elisa berbalik dan menatap Ran dari ujung rambut sampai ujung sepatunya. Rambut coklat gelap dan wajah tampan, tubuh ideal serta sikap baik hati yang terkadang menjengkelkan. Sungguh disayangkan jika orang seperti Ran ikut terjerat mendapatkan hukuman atas perbuatan adiknya.

"Bagaimana jika belajar pedang?" Usul Ran.

"Pedang? Memangnya putri bangsawan boleh bermain pedang?" Tanya Elisa ragu. Lagi pula berpedang tidak bisa menjadi AC musim panas.

"Memang jarang. Tapi tidak ada yang melarang kok. Malah hebat jika wanita bisa berpedang." Jelas Ran.

"Yah, walaupun begitu apa mungkin diriku yang loyo ini bisa bermain pedang. Dikehidupanku yang dulu saja aku sering bolos pelajaran olahraga dengan alasan sakit. Untung aku cantik, jadi guru langsung percaya." Ujar Elisa dalam hati.

"Elisa?" Tanya Ran.

"Ah! Iya?" Tanya Elisa.

"Bagaimana?"

"Sepertinya ada baiknya jika aku belajar. Karena mungkin saja aku butuh ilmu bela diri." Ujar Elisa tersenyum lebar pada Ran, membuat kakaknya itu diam-diam tersipu.

~

   "Sudah! Aku lelah!"

   Elisa langsung merebahkan tubuhnya diatas rumput. "Apa kau selalu melakukan ini? Sangat melelahkan." Ujar Elisa.

    Ran tampak biasa-biasa saja. Tentu saja, berpedang adalah kesehariannya, tak mungkin kelelahan dalam 10 menit.

   "Ini baru 10 menit loh." Ucap Ran.

    "Aku itu perempuan tahu. Pedangnya berat dan cuaca panas. Aku tadi sebenarnya ingin mendinginkan tubuh dengan sihir, tapi malah bermain pedang! Huh! Aku sudah selesai. Dadah!" Ketus  Elisa berdiri, kemudian pergi.

To Be Princess [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang