9. Marie

277 34 7
                                    

Maaf  Typo
....

       Bocah seumuran dengan Ran itu menghampiri mereka dengan tatapan ramah dan hangat, membuat Elisa bingung. Bukankah Alois adalah orang yang dingin dan kejam?

      Elisa membungkuk. "Salam yang mulia." Ujar Elisa. Bagaimanapun, dia adalah putra mahkota kekaisaran ini, memang harus menghormatinya.

      Alis Alois terangkat sebelah. "Siapa ini?" Tanyanya menatap Ran.

      Ran merangkul akrab Elisa. "Dia adalah adikku, namanya Elisa." Jawabnya sambil cengar cengir.

      Alois menatap Elisa yang memakai topeng putih itu. "Senang bertemu denganmu." Ucap Alois tersenyum lebar.

       Elisa dengan cepat melepaskan diri dari Ran. "Ada apa denganmu?" Kesal Elisa dengan pipi menggembung imut.

      "Sudah-sudah, jangan marah seperti itu. Aku hanya ingin memperlihatkan keakraban kita didepan Alois." Ujar Ran santai.

      "Akrab? Kita akrab?" Tanya Elisa menaikkan bibirnya satu senti.

     "Tentu saja. Kita kan berlatih pedang bersama."

       Elisa menghela  nafas. "Ya ya, dan aku sangat kesal saat itu!"

       "Hahaha."

         Elisa dan Ran menoleh serentak ketika mendengar gelak tawa pangeran Alois. "Maaf yang mulia." Elisa membungkuk.

         "Tidak apa-apa." Alois tersenyum lebar dan menatap Ran. "Aku cuma berfikir, Ran beruntung memiliki adik sepertimu, Elisa."

        Elisa terdiam. Dilihat dari matanya, Alois seperti sedang bersedih. "Apakah yang mulia mau bermain musik dengan saya? Saya dengar, yang mulia sangat pandai bermain biola?" Tanya Elisa, berharap Alois bersedia.

         Alois terlihat malu-malu. "Kamu melebih-lebihkannya. Aku cuma bisa sedikit."

       Elisa tersenyum. "Yang mulia jangan merendahkan diri." Ujar Elisa.

       ...

       Alunan musik itu terdengar indah. Elisa bermain baik sebagai pendukung. Ia bermain piano sambil menikmati permainan biola Alois yang menurutnya sangat indah dan menjiwai. Sekelopak bunga adalah lagu dari negeri ini, nadanya tidak begitu rumit, namun mampu membuat hati tersentuh.

      Musik berakhir dan disambut dengan tepuk tangan penuh takjub para bangsawan. Elisa membungkuk, sebagai tanda penghormatan terhadap penonton. "Apakah anda masih merasa kesepian?" Tanya Elisa, menatap Alois yang terdiam menatap orang-orang.

      Alois menatap Elisa. "Kamu..."

       Elisa tahu saat menatap mata Alois, anak itu menanggung beban hati yang tidak di baginya pada orang lain. Dia seperti orang yang kesepian dan dikendalikan. Sepertinya memang seperti itu takdir dari Alois, dan mungkin itulah yang membuat Alois kelak menjadi dingin dan tidak mempunyai ekspresi.

       Elisa seperti melihat dirinya dimasa lalu. Jika tidak diselamatkan oleh teman-temannya, ia pasti sudah...

       "Terimakasih Elisa." Alois tersenyum kecil dengan mata berkaca-kaca.

        "Ya ampun imutnya!" Teriak hati Elisa.

<><><>

    Tun tak tun tak tun tak

    Kereta kuda berhenti didepan kediaman Duke. Elisa digendong oleh Altern menuju kediamannya. Sedangkan Ran mengikuti dengan raut wajah tidak suka. Elisa tadi tertidur di pesta, memang Elisa bangun saat acara sudah selesai, lalu dia kembali tidur di atas kereta kuda. Sepertinya Elisa sangat mengantuk malam ini.

         Rofelia menyambut mereka dengan senyum hangatnya. "Terimakasih."

       Altern hanya memasang eksperesi datar. Membawa Elisa ke kamar gadis itu. Melihat Marie ada disana, Altern hanya mengacuhkannya. Mungkin ia ingin mengecup pipi putrinya.

      "Maafkan aku."

      Altern keluar dari kamar Elisa. Elisa yang sebenarnya sudah bangun sedari tadi menghembuskan nafasnya legah. "Apa tadi?" Fikirnya. Cukup mengherankan, kenapa Altern menunjukkan sikap yang tidak biasa?

     Elisa tersenyum, nenatap langit-langit kamarnya. "Entah apa alasannya, aku senang."

      Tiba-tiba Elisa teringat tragedi yang dialaminya. Saat itu masih sangat pagi, dia ingin ke toilet disamping kamar mandinya. Elisa melihat seekor burung yang sudah mati, pisau masih menancap diperutnya. Darah menggenang disekeliling bangkai itu.

      "Apakah ada yang berniat mencelakaiku? Apakah itu sebuah peringatan?" Tanya Elisa pada diri sendiri.

      Marie mengetuk pintu. "Nona."

      "Ada apa Marie? Aku ingin tidur." Ucap Elisa.

       "Maaf nona. Ada yang ingin saya bicarakan." 

       Elisa bangkit dari tempat tidurnya dan membukakan pintu. "Apa yang ingin dibicarakan denganku?" Tanya Elisa.

       Marie  terlihat ragu. "Ini tentang nyonya Rofelia."

       "Ibu?" Elisa lansung memberi jalan Marie untuk masuk. "Ada apa?" Tanya Elisa. Marie menutup pintu rapat.

        "Saya akan mengungkapkan semua rahasia di keluarga ini kepada nona. Harap setelah ini nona mengizinkan saya untuk kabur." Ujar Marie gemetaran.

       Elisa menggenggam tangan Marie dengan tangan kecilnya, ia berusaha menenangkan Marie.

          Marie menatap Elisa sambil meneguk ludah. "Nyonya Rofelia dalam bahaya nona." Ujar Marie serius. "Saya tau anda sudah melihat bangkai burung di kamar mandi. Itu adalah ancaman untuk nyonya, bukan untuk nona."

     Elisa terkejut. "Apa maksudmu? Kenapa ada orang yang mengincar ibu?"

      "Sejujurnya, saya adalah orang suruhan nyonya. Dulu nyonya adalah guru saya di akademi sihir. Saya hanya menunjukkan bakti kepada beliau, nona. Setiap perbuatan nona sebenarnya sudah diketahui nyonya. Saya minta maaf." Ujar Marie menunduk.

       Marie menghirup nafas dan menghembuskannya pelan. "Sejak minggu lalu ada orang yang ingin membunuh anda. Semenjak itu pula nyonya Rofelia mencari tau orang itu. Nyonya menaruh sihir di setiap aksesori yang nona kenakan, sehingga bisa memantau nona, sekaligus menjadi pelindung nona dari yang bisa mencelakai nona. "

        "Lalu nyonya juga bekerja sama dengan tuan besar untuk menelusuri hal ini." Sambung Marie.

        "Ayah?" Tanya Elisa tidak percaya.

       "Saya menyadarinya sedari dulu. Nyonya tidak seperti anak kecil lain. Saya senang karna nona sangat cerdas. Tapi saya rasa, nona tidak normal. Saya minta maaf karna berani berfikir seperti itu. Lalu nona merencanakan sesuatu seperti sangat tahu akibat dari tindakan nona. Saya pikir nona melihat masa depan." Ujar Marie berlinang air mata.

          "Anda sudah bisa bermain catur diusia 4 tahun nona. Saya sangat takjub dengan itu." Marie menangis.

       Elisa tersenyum kecil. "Marie."

       "Ya nona?"

       "Kenapa kau menceritakan semua ini?"


<><><>To Be Contuned<><><>

Thanks for 300 vote😊














Dah lah, ceritaku membosankan😧





To Be Princess [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang